-->

Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani

Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat MadaniDemokrasi berarti bahwa kekuasaan dalam sistem politik negara berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Demokrasi bukan sekedar bentuk pemerintahan, melainkan merupakan sistem politik yang ditandai dengan adanya prinsip-prinsip demokrasi. Negara demo-krasi adalah negara yang memiliki prinsip-prinsip demokrasi dan menegakkan prinsip-prinsip demo-krasi dalam penyelenggaraan bernegara. Negara Indonesia meru-pakan negara demokrasi yang didasarkan atas Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.

A. Pengertian Budaya Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos adalah rakyat sedangkan kratos adalah kekuasaan. Demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat karena rakyatlah yang berkuasa sekaligus diperintah. Arti demokrasi yang populer dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani

Pemerintahan dari rakyat artinya pemerintah suatu negara mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut dianggap telah sah.
Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Walaupun dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, orang-orang dalam pemerintah tersebut telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat.

Pemerintahan untuk rakyat merupakan pemerintah yang menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan tersebut bukan pemerintahan demokratis.

Negara yang menganut asas kedaulatan rakyat atau demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
  1. Adanya lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
  2. Adanya pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
  3. Adanya kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas mengawasi pemerintah.
  4. Adanya susunan kekuasaan badan atau lembaga negara ditetapkan dalam UUD negara.

2.  Demokrasi sebagai Sistem Politik

Demokrasi tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan, tetapi telah menjadi sistem politik. Sistem politik, yaitu sistem politik demokratis, memiliki ciri dan nilai-nilai demokratis. Henry B. Mayo menyatakan bahwa sistem politik demokratis adalah sistem politik yang kebijaksanaan umumnya dibuat berdasarkan prinsip mayoritas oleh para wakil rakyat dalam suatu pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip persamaan politik dan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

Menurut Plato bentuk pemerintahan dapat dibedakan menjadi aristokrasi, demokrasi, dan monarki.
  1. Aristokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
  2. Demokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
  3. Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
Adapun bentuk pemerintahan secara modern menurut Marchiavelli, meliputi monarki dan republik.
  1. Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin negara umumnya bergelar raja, sultan, atau kaisar.
  2. Republik, adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh presiden atau perdana menteri.
Samuel Huntington menyatakan bahwa setiap politik disebut demokrasi jika para pembuat putusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil (jujur dan adil). Pada awalnya pemunculan sistem politik demokrasi adalah untuk memulihkan hak asasi manusia, mengangkat harkat dan derajat manusia, serta memberi kekuasaan kepada rakyat.

Negara Indonesia menganut sistem politik Demokrasi Pancasila. Kalian dapat mencermati alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Dan demokrasi yang diterapkan yang diterapkan di negara Indonesia adalah demokrasi yang didasarkan pada Pancasila. Demokrasi Pancasila dijiwai, disemangati, diwarnai, dan didasari oleh falsafah Pancasila. Hal ini berarti dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus disertai tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Selain itu, harus menjamin dan mempersatukan bangsa serta harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.  Demokrasi sebagai Pandangan Hidup

Demokrasi dipahami tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik, tetapi merupakan sebuah pandangan atau sikap hidup. Sebagai sikap hidup, demokrasi berisi nilai-nilai atau norma yang hendaknya dimiliki oleh warga yang menginginkan kehidupan demokrasi.

Menurut John Dewey, ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan.

Di Indonesia yang menganut sistem demokrasi, setiap kebebasan harus dipertanggungjawabkan, baik kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, negara, maupun diri sendiri. Dengan demikian, setiap warga negara, baik perseorangan maupun organisasi harus memegang teguh sikap bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila setiap warga negara dan organisasi politik memiliki tanggung jawab menciptakan kelancaran pelaksanaan demokrasi. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab warga negara Indonesia untuk menjaga kelancaran pelaksanaannya. Sebagai warga negara, baik perseorangan maupun organisasi dituntut untuk tetap waspada terhadap ancaman yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan.

4.  Nilai dan Budaya Demokrasi

a. Nilai Demokrasi

Nilai-nilai demokrasi dibutuhkan untuk menjadi landasan atau pedoman berperilaku dalam negara demokrasi. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai nilai-nilai demokrasi.

Rusli Karim (1991)

Rusli Karim menyebutkan bahwa perlunya kepribadian yang demokratis meliputi inisiatif, toleransi, disposisi resiprositas, komitmen, kecintaan terhadap keterbukaan, tanggung jawab, serta kerja sama keterhubungan.

Zamroni (2001)

Menurut Zamroni, demokrasi akan tumbuh kokoh jika di kalangan masya-rakat tumbuh kultur dan nilai-nilai demokrasi, yakni toleransi, terbuka dalam berkomunikasi, bebas mengemukakan dan menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, saling menghargai, mampu mengekang diri, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri atau tidak menggantungkan diri pada orang lain, kebersamaan dan keseimbangan.

Henry B. Mayo (1990)

Henry B. Mayo mengklasifikasikan 8 nilai demokrasi, yaitu pengakuan penghormatan atas kebebasan, pemajuan ilmu pengetahuan, penegakan keadilan, pengakuan dan penghormatan terhadap keanekaragaman, peng-gunaan paksaan sesedikit mungkin, pergantian penguasan secara teratur, penjaminan perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis, serta penyelesaian pertikaian secara damai dan sukarela.

Budaya Demokrasi

Masyarakat yang menerima dan melaksanakan secara terus menerus nilai-nilai demokrasi dalam kehidupannya akan menghasilkan budaya demokrasi. Menurut Macridis dan Brown, terdapat ragam budaya politik yang lebih dapat menopang kehidupan politik demokratis di samping juga ragam budaya politik yang lebih menopang kehidupan politik totaliter. Budaya politik yang diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga masyarakatnya lebih mendukung demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa saling curiga, kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan antarwarganya. Jadi, inti budaya demokrasi menurut kedua pakar itu adalah kerja sama, saling percaya, toleransi, menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan, dan kompromi.

Menurut Branson, bahwa setiap warga negara dalam negara demokrasi semestinya memiliki kebijakan-kebijakan kewarganegaraan karena tanpa hal itu sistem pemerintahan demokrasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Inti dari kebajikan kewarganegaraan adalah tuntutan agar semua warga negara menempatkan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi. Hal itu meliputi disposisi kewarganegaraan dan komitmen kewarganegaraan.

Disposisi kewarganegaraan, adalah sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan warga negara yang menopang perwujudan kebaikan bersama serta ber-fungsinya sistem demokrasi secara sehat. Sikap-sikap itu, antara lain adalah sebagai berikut.
  • tanggung jawab pribadi dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab bagi dirinya sendiri serta konsekuensi dari tindakan-tindakannya.
  • keadaan, termasuk hormat kepada orang lain, dan penggunaan wacana yang beradab.
  • murah hati terhadap sesama dan masyarakat luas.
  • mengasihi sesama.
  • sabar dan gigih dalam mengejar tujuan bersama.
  • toleransi terhadap keanekaragaman.
  • disiplin diri dan kesetiaan pada aturan-aturan yang diperlukan untuk memelihara pemerintahan demokratis tanpa tekanan dari otoritas di luar dirinya sendiri.
  • sikap batin dan kehendak untuk menempatkan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi.
  • keterbukaan pikiran, termasuk sikap skeptis yang sehat dan pengakuan terhadap sifat ambiguitas kenyataan sosial dan politik.
  • kesediaan untuk berkompromi dan menerima kenyataan bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip kadang-kadang saling bertentangan.
Komitmen kewarganegaraan, adalah kesetiaan kritis warga negara terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Komitmen itu dapat dibedakan atas
  • komitmen kepada nilai-nilai dasar demokrasi (persamaan, kemerdekaan, persaudaraan, dan sebagainya);
  • komitmen kepada prinsip-prinsip dasar demokrasi (persamaan politik, pembagian kekuasaan negara, kedaulatan rakyat, dan sebagainya).

Pengertian Demokratisasi

Demokratisasi adalah proses mengimplementasikan demokrasi sebagai sistem politik dalam kehidupan bernegara. Miriam Budiarjo menyatakan bahwa dalam sistem politik demokrasi perlu dibentuk lembaga-lembaga demokrasi untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi. Contoh lembaga demokrasi adalah pemerintah, partai politik, pers, dewan perwakilan rakyat, dan lembaga peradilan. Demokrasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

Proses perubahan yang bersifat damai

Demokrasi dilakukan secara damai, tidak melalui jalan kekerasan dan di bawah ancaman. Demokrasi berjalan dengan cara musyawarah sehingga perbedaan-perbedaan yang ada diselesaikan dengan musyawarah bukan dengan kekerasan. Jika cara kekerasan yang dipakai, tentu akan timbul anarki.

Proses perubahan yang bersifat evolusioner

Demokratisasi tidak dilakukan dengan cepat dan revolusioner karena cara yang cepat dan revolusioner justru dapat menggagalkan demokratisasi. Jadi, demokratisasi dilakukan secara pelan, perlahan, bagian demi bagian, dan berlangsung lama.

Proses perubahan yang tidak pernah selesai

Untuk menjadi negara demokrasi, usaha itu harus melalui proses yang terus-menerus, bertahap, dan berkesinambungan. Negara juga berusaha untuk me-menuhi dan melengkapi agar hal itu sesuai dengan ciri-ciri negara demokrasi.

Adapun yang menjadi prinsip-prinsip demokrasi ditinjau dari pendapat Alamudi yang kemudian dikenal dengan soko guru demokrasi adalah sebagai berikut.
  • Kedaulatan rakyat.
  • Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
  • Kekuasaan mayoritas.
  • Hak-hak minoritas.
  • Jaminan hak asasi manusia
  • Pemilihan yang bebas dan jujur
  • Persamaan di depan hukum
  • Proses hukum yang wajar
  • Pembatasan pemerintah secara konstitusional
  • Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik
  • Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Pada hakikatnya rumusan-rumusan tersebut menyatakan bahwa di negara-negara yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tengah rakyat dan bukan dipegang oleh penguasa secara mutlak. Hal tersebut sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UUD 1945.

Demokrasi Pancasila merupakan budaya demokrasi bercorak khas Indonesia yang mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
  • Pemerintahan berdasarkan hukum.
  • Perlindungan terhadap hak asasi manusia.
  • Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
  • Peradilan yang merdeka.

B. Masyarakat Madani

Demokrasi dijalankan dengan tujuan membentuk negara demokratis. Negara demokratis bukan hanya lembaga-lembaga negaranya dibentuk dan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, melainkan masyarakat di negara tersebut adalah masyarakat demokratis. Masyarakat demokratis disebut juga dengan istilah civil society atau masyarakat madani.

Menurut Patrick, civil society merupakan konsep yang pengertiannya dapat diperdebatkan walaupun telah digunakan banyak kalangan sejak ± 300 tahun lalu. Namun, kebanyakan pakar sependapat bahwa istilah civil society berkaitan dengan interaksi-interaksi sosial yang tidak dikuasai negara. Akan tetapi, beberapa ahli berpendapat bahwa jaringan kerja yang kompleks dari organisasi yang dibentuk secara sukarela, yang berbeda dari lembaga-lembaga negara yang resmi, dan yang bertindak secara mandiri atau dalam kerja sama dengan lembaga-lembaga negara disebut civil society.

Mohammad A.S. Hikam mengartikan civil society sebagai wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain, keswasembadaan dan keswa-dayaan, kesukarelaan, keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya, dan kemandirian tinggi berhadapan dengan negara.

Larry Diamond menyatakan bahwa civil society melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela, otonom dari negara, lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya secara parsial, dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai bersama. Yang dapat disebut sebagai civil society menurut Larry Diamond adalah sebagai berikut.
  • Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang produksi dan penyebaran ide-ide, berita, informasi publik, dan pengetahuan umum. Contohnya, asosiasi penerbitan, dan yayasan penyelenggara sekolah swasta.
  • Perkumpulan dan jaringan perdagangan yang produktif.
  • Gerakan-gerakan perlindungan konsumen, perlindungan hak-hak perempuan, perlindungan kaum cacat, perlindungan korban diskriminasi, dan perlin-dungan etnis minoritas.
  • Perkumpulan keagamaan, kesukuan, nilai-nilai, kepercayaan dan kebudayaan yang membela hak-hak kolektif.
Civil society dapat diterjemahkan sebagai berikut.
  • Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Hal ini merujuk pada kota Madinah yang berasal dari kata madaniah yang berarti peradaban. Jadi, masyarakat madani artinya masyarakat yang berperadaban.
  • Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat sipil. Civil berarti sipil dan society berarti masyarakat.
  • Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat warga atau kewarganegaraan.
  • Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat yang beradab, yaitu dari civilized (beradab) dan society (masyarakat).
Adapun pengertian masyarakat madani yang sering diartikan sebagai masyarakat beradab. Ciri-ciri masyarakat madani adalah sebagai berikut.
  • Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak.
  • Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. Misalnya, pembagian atau pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
  • Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Dalam negara demokrasi ada berbagai macam organisasi civil society yang melakukan kegiatan secara mandiri dan bebas dari kontrol pemerintahan dengan tujuan mewujudkan kebaikan bersama (public good). Contohnya adalah usaha memberdayakan masyarakat miskin dan memberdayakan sekolah.

Perlu juga kamu ketahui bahwa : Organisasi civil society juga dapat bertindak sebagai kekuatan sosial mandiri yang mengontrol dan membatasi penggunaan kekuasaan negara.

Organisasi civil society secara kedalam memberdayakan masyarakat, dan secara keluar mengontrol perilaku aparat pemerintahan dan wakil rakyat.

Menurut Beetham dan Boyle, gagasan civil society menunjukkan bahwa demokrasi perlu ditopang oleh segala macam kelompok sosial yang diorganisasikan scara independen. Oleh sebab itu, kekuasaan negara dapat dibatasi, opini publik dapat disuarakan dari bawah dan bukan dikelola dari atas, sehingga masyarakat mempunyai kepercayaan diri untuk melawan pemerintahan yang semena-mena.

Kebebasan dan tanggung jawab masyarakat harus dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Jika masyarakat tidak memilih nilai-nilai demokrasi, dapat terjadi penyalahgunaan kebebasan tersebut. Masyarakat yang memiliki dan mau mengamalkan nilai-nilai tersebut, tidak akan memunculkan masyarakat yang mau menang sendiri, suka kekerasan, dan anarki.

Demokratisasi yang berjalan secara baik akan memunculkan masyarakat mandiri, bertanggung jawab, memiliki kebebasan dan memiliki peradaban. Masyarakat itulah yang disebut masyarakat madani atau civil society. Civil society tersusun atas berbagai organisasi kemasyarakatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  • Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya), paling tidak untuk sebagian, sehingga tidak bergantung pada bantuan pemerintah.
  • Keanggotaannya yang bersifat sukarela, atau atas kesadaran anggota itu masing-masing.
  • Lahir secara mandiri, yang dibentuk oleh warga masyarakat sendiri bukan penguasa negara.
  • Bebas atau mandiri dari kekuasaan negara sehingga berani mengontrol penggunaan kekuasaan negara.
  • Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang diyakini bersama.

 C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

1.  Demokrasi di Masa Orde Lama

a. Masa Demokrasi Parlementer

Pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur itu antara lain adalah akuntabilitas politis yang tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen, pemilu yang bebas, dan terjaminnya hak politik rakyat. Cara kerja sistem pemerintahan parlemen, antara lain adalah sebagai berikut.
  • Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas;
  • Presiden hanya berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menteri;
  • Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin oleh seorang perdana menteri-kabinet dibentuk dengan bertanggung jawab kepada DPR;
  • Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR yang dibentuk melalui pemilu multi-partai. Partai politik yang menguasai mayoritas DPR membentuk kabinet sebagai penyelenggara pemerintahan negara;
  • Apabila kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet baru;
  • Apabila DPR mengajukan mosi tidak percaya lagi kepada kabinet yang baru, DPR dibubarkan dan diadakan pemilihan umum;
  • Apabila DPR menilai kinerja menteri/beberapa menteri/kabinet kurang baik, DPR dapat memberi mosi tidak percaya dan menteri, para menteri atau kabinet yang diberi mosi tidak percaya harus mengundurkan/membubarkan diri.
Hal-hal negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer adalah sebagai berikut.

  1. Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata pasca-peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu sebagian anggota ABRI condong ke kabinet Wilopo, sebagian lagi condong ke Presiden Soekarno.
  2. Masa kerja rata-rata kabinet yang pendek menyebabkan banyak kebijak-sanaan jangka panjang pemerintah yang tidak dapat terlaksana.
  3. Telah terjadi perdebatan terbuka antara Presiden Soekarno dan tokoh Masyumi, Isa Anshory, mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih Islami tentang apakah akan merugikan umat beragama lain atau tidak.
  4. Masa kegiatan kampanye pemilu yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya ketegangan di masyarakat.
  5. Pemerintah pusat mendapat tantangan dari daerah-daerah seperti pembe-rontakan PRRI dan Permesta.
Selain hal-hal negatif tersebut menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif pada masa demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Sedikit sekali terjadi konflik di antara umat beragama.
  2. Jumlah sekolah bertambah dengan pesat yang mengakibatkan peningkatan status sosial yang cepat pula.
  3. Pers bebas sehingga banyak variasi isi media massa.
  4. DPR berfungsi dengan baik.
  5. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
  6. Badan-badan peradilan menikmati kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk dalam kasus yang menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin partai.
  7. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di Maluku dan DI/TII di Jawa Barat.

Namun, proses demokrasi masa parlementer telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik, kelangsungan pemerintahan, dan menciptakan kese-jahteraan rakyat. Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

  1. Tidak ada anggota konstituante yang bersidang dalam menetapkan dasar negara. Hal ini memicu Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
  2. Landasan sosial ekonomi rakyat masih rendah.
  3. Dominannya politik aliran, artinya berbagai golongan politik dan partai politik sangat mementingkan kelompok atau dirinya sendiri daripada kepentingan bangsa.

b. Masa demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin muncul dari ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang dinilai lebih mementingkan kepentingan partai dan ideologinya masing-masing daripada kepentingan yang lebih luas. Presiden Soekarno menekankan pentingnya peranan pemimpin dalam proses politik dan perjuangan revolusi Indonesia yang belum selesai.

Menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 pengertian dasar demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom. Ciri-ciri demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut.
  • Terbatasnya peran partai politik.
  • Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia.
  • Dominannya peran presiden, yaitu Presiden Soekarno, yang menentukan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pada demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi menurut Pancasila dan UUD 1945, antara lain adalah sebagai berikut.

Pelanggaran prinsip ”kebebasan kekuasaan kehakiman”

Dalam UU No. 19 Tahun 1964 ditentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak untuk mencampuri proses peradilan. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengakibatkan kekuasaan kehakiman dijadikan alat oleh pemerintah untuk menghukum pemimpin politik yang menentang kebijakan pemerintah.

Pengekangan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik

Hal tersebut terjadi terhadap kebebasan pers. Saat itu banyak media massa yang dibatasi dan tidak boleh menentang kebijakan pemerintah.

Pelampauan batas wewenang

Presiden banyak membuat penetapan yang melebihi kewenangannya tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.

Pembentukan lembaga negara ekstrakonstitusional

Presiden membentuk lembaga kenegaraan di luar yang disebut UUD 1945 misalnya Front Nasional yang ternyata dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk mempersiapkan pembentukan negara komunis di Indonesia.

Pengutamaan fungsi presiden. Pengutamaan fungsi presiden tampak dalam hal-hal berikut.
  1. Dalam mekanisme kerja, jika MPR dan DPR, tidak berhasil mengambil putusan, persoalan tersebut dise-rahkan kepada presiden untuk memutuskan.
  2. Pimpinan MPR, DPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya diberi ke-dudukan sebagai menteri sehingga mereka menjadi bawahan presiden. Padahal menurut UUD 1945 MPR kekuatan yang ada di sisinya, yaitu PKI dan militer. Demokrasi terpimpin berakhir dengan ditandai oleh keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.

2.  Demokrasi di Masa Orde Baru

Pelaksanaan demokrasi selama masa demokrasi terpimpin adalah penyim-pangan terhadap aturan dasar hidup bernegara (Pancasila dan UUD 1945). Oleh sebab itu, Pemerintahan Orde Baru mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Seluruh kegiatan pemerintahan negara dan hidup bermasyarakat dan berbangsa harus dijalankan sesuai dengan tata aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam perkembangannya Pemerintah Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang sentralistis. Lembaga kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik dan menjadi pembentuk dan penentu agenda nasional, pengontrol kegiatan politik dan pemberi legacies bagi seluruh lembaga pemerintah dan negara. Kehidupan politik di masa Orde Baru sama dengan masa Orde Lama, yaitu terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara lain adalah sebagai berikut.

Pemberantasan hak-hak politik rakyat

Misalnya jumlah partai politik yang dibatasi hanya tiga partai politik, yakni PPP, Golkar, dan PDI. Pegawai negeri dan ABRI diharuskan untuk men-dukung partai penguasa, yaitu Golkar. Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat izin penguasa. Ada perlakuan diskriminatif terhadap anak keturunan orang yang terlibat G 30 S/PKI . Para pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik bahkan diculik.

Pemusatan kekuasaan di tangan presiden

Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, dan MA. Anggota MPR yang diangkat dari ABRI berada di bawah kendali presiden, karena presiden merupakan panglima tertinggi ABRI. Selain itu, seluruh anggota DPR/MPR harus lulus penyaringan yang diadakan oleh aparat militer.

Pemilu yang tidak demokratis

Pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan karena hak-hak parpol dan masyarakat pemilih telah dimanipulasi untuk kemenangan Golkar.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)

Akibat dari penggunaan kekuasaan yang terpusat dan tak terkontrol, korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur. KKN telah menjerumuskan bangsa ke dalam krisis multidimensi berkepanjangan.

Pemerintahan Suharto yang otoriter berakhir setelah gerakan mahasiswa berhasil menekannya untuk mengundurkan diri sebagai presiden. Pernyataan pengunduran diri itu terjadi pada tanggal 21 Mei 1998. Adapun hal yang menjadi sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah sebagai berikut.
  • Terjadi krisis politik dan keruntuhan legitimasi politik. Rakyat mulai kecewa dan tidak lagi mempercayai pemerintahan Orde Baru dan mengharapkan adanya pemerintahan yang baru.
  • Tidak bersatu lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru. Banyak menteri yang tidak lagi mendukung pemerintahan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak bersedia lagi menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
  • Ekonomi nasional hancur yang ditandai oleh adanya krisis mata uang dan krisis ekonomi yang tidak mampu ditanggulangi.
  • Muncul desakan semangat demokratis dari para pendukung demokrasi.

3.  Demokrasi di Masa Kini

Mundurnya Suharto ditandai dengan naiknya B.J. Habibie sebagai presiden. B.J. Habibie menjadi presiden RI yang ke-3 menggantikan Presiden Suharto yang mengundurkan diri. Pergantian tersebut didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya.

Presiden B.J. Habibie menyatakan bahwa pemerintahannya adalah peme-rintahan transisional. Disebut masa transisi karena merupakan masa perpindahan pemerintahan yang selanjutnya akan dibentuk pemerintahan baru yang demokratis dan berdasarkan kehendak rakyat.

Antara tahun 1998 sampai tahun 1999 dianggap tahun yang penuh gejolak dan diwarnai oleh kerusuhan di beberapa daerah, antara lain konflik di Ambon dan Maluku, kerusuhan di Aceh, dan kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur.

Pada tanggal 21 Oktober 1999, diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI. Calonnya ialah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan dilakukan dengan voting. Hasilnya diperoleh Megawati memperoleh suara terbanyak. Dengan demikian, wakil presiden RI periode 1999–2004 ialah Megawati yang dilantik pada 21 Oktober 1999. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati dengan wakilnya Hamzah Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan yang dipimpin olehnya.

Pada tahun 2004 untuk pertama kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/ kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua. Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2004–2009.

D. Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Demokrasi

Para ahli politik berpendapat bahwa pemilu merupakan salah satu kriteria penting untuk mengukur kadar demokratisasi sistem politik di suatu negara. Pemilu menjadi tolok ukur untuk menilai demokratis tidaknya suatu negara. Menurut Eep Saefullah Fatah, ada dua tipe pemilu.

Pemilu berfungsi sebagai formalitas politik, artinya pemilu hanya dijadikan alat legalisasi pemerintahan nondemokratis. Kemenangan kontestan meru-pakan hasil rekayasa kelompok kekuatan bukan pilihan bebas politik rakyat. Pemenang pemilu telah diketahui sebelum pelaksanaannya sendiri sehingga sistem politik demikian sulit dikategorikan sebagai demokratis.

Pemilu berfungsi sebagai alat demokrasi.

Di negara demokratis pemilu sebagai alat demokrasi dijalankan secara adil, jujur, bersih, bebas, dan kompetitif. Pemilu menjadi ajang pilihan rakyat dalam menentukan pemilihannya.
Rusli Karim membedakan tiga corak pemilu, yaitu sebagai berikut.

Pemilu kompetitif dalam suatu sistem demokratis. Ciri-cirinya adalah
  • rekrutmen elit politik,
  • kesiapan bagi perubahan kekuasaan,
  • legitimasi politik pemerintahan koalisi partai,
  • representasi pendapat dan kepentingan para pemilih,
  • peningkatan kesadaran politik rakyat melalui kejelasan problem dan alternatif politik,
  • pendorong kompetisi bagi kekuasaan politik,
  • pembentukan suatu oposisi yang mampu menjalankan kontrol,
  • pemertautan lembaga politik dengan pilihan pemilih.
Pemilu semikompetitif dalam suatu sistem otoritarian. Ciri-cirinya adalah
  • manifestasi dan integrasi parsial partai politik,
  • perolehan reputasi di luar negeri,
  • penyesuaian kekuasaan yang dirancang untuk menstabilkan sistem,
  • upaya pelegitimasian bagi kekuasaan yang ada.
Pemilu non kompetitif dalam sistem totalitarian. Ciri-cirinya adalah:
penjelasan kriteria kebijakan pemerintahan,
  • perolehan persatuan moral dan politik rakyat,
  • pendokumentasian adanya dukungan bagi pemerintah,
  • mobilisasi seluruh kekutan sosial.
Adanya pemilu belum tentu menjadikan negara itu sebagai negara demokratis, tetapi hanya pemilu yang demokratislah yang mampu membentuk negara demokrasi. Agar negara dianggap demokratis, pemilu harus dijalankan dengan cara yang demokratis, yaitu pemilu dengan corak yang kompetitif.

 a. Fungsi Pemilihan Umum

Pemilu diselenggarakan dalam rangka mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem pemerintahan demokrasi. Karena rakyat tidak mungkin memerintah negara secara langsung, diperlukan cara untuk memilih wakil yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu sebagai sarana demokrasi politik memiliki empat fungsi, yakni sebagai berikut.

Prosedur rakyat dalam memilih dan mengawasi pemerintahan

Melalui pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif. Wakil-wakil itu akan menjalankan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya. Pemilu merupakan proses pemungutan suara secara demokratis untuk seleksi anggota perwakilan dan juga organ pemerintahan. Fungsi ini disebut sebagai fungsi perwakilan politik.

Legitimasi politik

Pemerintahan yang terbentuk melalui pemilu memang menjadi pilihan rakyat sehingga memiliki keabsahan. Pemerintahan yang absah akan merumuskan program dan kebijakan yang akan ditaati oleh rakyat. Rakyat akan tunduk dan taat sebagai konsekuensi atas pilihan dan partisipasi politik yang telah dilakukan. Dalam sistem demokrasi, kehendak rakyat merupakan dasar bagi keabsahan pemerintahan.

Mekanisme pergantian elit politik

Dengan pemilu, rakyat dalam kurun waktu tertentu dapat mengganti elit politik dengan yang lainnya berdasarkan pilihannya. Putusan tersebut bergantung pada penilaian rakyat terhadap kinerja para elit politik di masa lalu. Jika para elit politik yang telah dipilih di masa lalu dianggap tidak mampu memenuhi harapan rakyat, orang itu cenderung tidak akan dipilih kembali kemudian menggantinya dengan elite politik yang baru.

Pendidikan politik

Fungsi pendidikan politik melalui pemilu merupakan pendidikan yang bersifat langsung, terbuka, dan massal karena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi. Melalui fungsi pendidikan politik inilah pemilu berperan sebagai sarana pengembangan budaya politik demokratis. Oleh sebab itu, pemilu harus dilaksanakan secara demokratis pula.

b. Prinsip Demokrasi dalam Pelaksanaan Pemilu

Dalam pemilu demokratis mutlak diperlukan prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi dapat terwadahi dalam pemilu demokratis, sedangkan pemilu demokratis akan mengembangkan dan melanggengkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Eep Saifullah Fatah, syarat-syarat pemilu yang demokratis, antara lain adalah sebagai berikut.
  • Adanya kekuasaan membentuk tempat penampungan bagi aspirasi rakyat,
  • Adanya pengakuan hak pilih yang universal,
  • Netralitas birokrasi,
  • Penghitungan suara yang jujur,
  • Rekrutmen yang terbuka bagi para calon,
  • Adanya kebebasan pemilih untuk menentukan calon,
  • Adanya komite atau panitia pemilihan yang independen, dan
  • Adanya kekuasaan bagi kontestan dalam berkampanye.
Menurut Austin Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu yang demokratis.

Hak pilih umum.

Pemilu disebut demokratis apabila semua warga negara dewasa dapat menikmati hak pilih pasif ataupun aktif. Meskipun diadakan pembatasan, hal tersebut harus ditentukan secara demokratis, yaitu melalui undang-undang.

Kesetaraan bobot suara.

Ada jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya, tidak boleh ada sekelompok warga negara, apa pun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Kuota bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum.
  • Tersedianya pemilihan yang signifikan.
  • Hakikat memilih diasumsikan sebagai adanya lebih dari satu pilihan.
  • Kebebasan nominasi.
Pilihan-pilihan memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga menyi-ratkan pentingnya kebebasan berorganisasi. Kebebasan berorganisasi secara implisit merupakan prinsip kebebasan untuk menominasikan calon wakil rakyat. Dengan cara itulah pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.

Persamaan hak kampanye.

Program kerja dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui oleh pemilih. Oleh karena itu, kampanye menjadi penting dalam proses pemilu. Melalui proses tersebut massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan program kerja para kontestan pemilu.

Kebebasan dalam memberikan suara.

Pemberi suara harus terbebas dari berbagai hambatan fisik dan mental dalam menentukan pilihannya. Harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak mana pun, terutama dari penguasa.

Kejujuran dalam penghitungan suara.

Kecurangan dalam penghitungan suara dapat menggagalkan upaya penjelmaan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat menopang perwujudan prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.

Penyelenggaraan secara periodik.

Pemilu tidak diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu dimaksudkan sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.

Pemilu di Indonesia

  • Sampai saat ini pemilu di Indonesia telah berlangsung sepuluh kali, yakni
  • pemilu masa Orde Lama, yakni pemilu 1955.
  • pemilu masa Orde Baru, yakni pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
  • pemilu masa Reformasi, yakni pemilu 1999, 2004, dan 2009.
Ketentuan konstitusional mengenai pemilihan umum diatur dalam UUD 1945 amendemen ketiga pasal 22E sebagai berikut.
  1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
  2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil Presiden, DPRD.
  3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
  4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
  5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
  6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
  7. Pemilihan umum perlu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
  8. Langsung berarti rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
  9. Umum berarti setiap warga negara yang memenuhi persyaratan berhak ikut serta dalam pemilu tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
  10. Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun.
  11. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
  12. Jujur berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  13. Adil berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Pemilu yang paling demokratis baru dialami bangsa Indonesia melalui pemilu 1955. Puluhan partai dan calon perseorangan menjadi kontestan sehingga rakyat benar-benar berpeluang memilih sesuai dengan aspirasi masing-masing. Namun, setelah itu, iklim politik menjadi begitu ketat selama masa demokrasi terpimpin. Selama masa Orde Baru telah dilakukan enam kali pemilu. Hanya ada tiga lembaga pemerintahan yang pengisiannya dilakukan melalui pemilu, yaitu MPR/ DPR, DPRD, dan Kepala Desa. Akan tetapi, ada jabatan-jabatan pemerintah lain yang diisi melalui proses pemilihan tidak langsung oleh rakyat. Yang dimaksudkan itu adalah pemilihan bupati. Pemilihan bupati itu dilakukan oleh MPR.

Pemilihan menganut sistem proporsional sehingga diharapkan seluruh suara rakyat diperhitungkan dalam pengisian anggota parlemen. Jika ada kontestan yang tidak memperoleh suara sama sekali, kontestan tetap dijamin memperoleh 5 kursi di parlemen. Pemilu bukanlah institusi politik yang berdiri sendiri. Keberadaan dan kualitas pemilu sangat terkenal dengan sistem perlindungan hak-hak politik rakyat yang tercermin dalam sistem kepartaian sebagai hulunya dan struktur kelembagaan parlemen sebagai muaranya.

Salah satu prinsip yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru dalam mengatur sistem kepartaian adalah prinsip massa mengambang. Kenyataannya prinsip itu diwujudkan dalam upaya untuk menjauhkan rakyat dari kegiatan politik kecuali pada saat-saat pemilu.

Selama masa Orde Baru tercatat adanya pemilu yang relatif demokratis, yaitu dalam bentuk pemilihan kepala desa. Penghitungan dan pelaporan hasil dilakukan secara terbuka di depan warga pemilih sehingga memperkecil peluang manipulasi suara. Kemenangan ditentukan dengan suara terbanyak dengan jumlah pemilih yang telah memenuhi quorum.

Bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu yang relatif memenuhi syarat-syarat pemilu demokratis pada pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009. Apabila pemilu terlaksana dengan baik (LUBER JURDIL) ada harapan kita akan menuju ke pemerintahan/kehidupan yang lebih demokratis.

ICW, Denny J.A., dan Slank Dapat Civil Society Award 2009

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW), Denny J.A. (Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia), dan grup musik Slank mendapat anugerah Civil Society 2009 dari Majalah Forum Keadilan, karena mereka dinilai berjasa dalam membangun kultur baru demokrasi di Indonesia. Penghargaan berupa tropi dan piagam itu diserahkan Pemred Majalah Forum Keadilan, Priyono W. Sumbogo, kepada Koordinator, ICW Danang Widoyoko, untuk kategori hukum, Denny J.A. untuk kategori politik, dan kategori sosial budaya untuk personil grup musik Slank, yaitu Binbim, Kaka, Abde, Ivan, dan Ridho.

Menurut Priyono, pemberian award dari Majalah Forum kepada tiga tokoh dan lembaga tersebut dalam rangka membangun tradisi sebagai bentuk apresiasi kepada elemen masyarakat yang sudah terbukti ikut berjuang membangun kultur baru demokrasi. “Dengan kata lain, ini merupakan salah satu bentuk penghargaan kami kepada mereka yang sudah ikut andil dalam membangun kultur baru demokrasi di negeri ini. Yang pasti alasan pemilihan ketiga tokoh tersebut, dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademis maupun jurnalistik,” katanya.

Priyono menegaskan bahwa alasan memilih tiga tokoh tersebut, antara lain karena ketiganya sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam membangun tradisi baru demokrasi tersebut. Ia menyebut ICW, misalnya, karena mereka dinilai sebagai salah satu elemen masyarakat yang cukup intens dan konsisten mengampanyekan perang melawan korupsi dengan gerakannya yang konkret baik melalui temuan praktik korupsi yang langsung dilaporkan kepada instansi terkait maupun pengawasannya yang tak pernah berhenti terhadap berbagai bentuk celah korupsi.

Priyono juga menyebut Denny J.A. sebagai sosok yang dinilainya berani untuk membawa tradisi baru dalam kancah demokrasi Indonesia dengan segala bentuk inovasi dan “kontroversinya”, tetapi juga dinilai memiliki kapasitas akademis dan intelektual yang cerdas, cemerlang, dan mumpuni sehingga menjadi pusat pemberitaan media massa. Denny J.A. termasuk orang yang berjasa membawa tradisi baru mengawinkan ilmu pengetahuan dengan dunia politik praktis di tanah air, seperti terbukti dalam hasil survei dan opini publik, hitung cepat terhadap pileg, pilpres dan pilkada yang hasilnya tidak berbeda jauh dengan hasil penghitungan KPU.

Pilihan kepada Slank , kata Priyono, karena grup musik itu memberikan karakter mental yang bukan cuma berani dan bernyanyi, tetapi juga memiliki konsistensi untuk terus bersikap lantang tentang perdamaian, demokrasi dan korupsi. “Kami menilai Slank memiliki mental yang tidak goyah terhadap bujuk rayu yang berbau materi dan kedudukan, terbukti mereka tidak bersedia dicalonkan menjadi caleg DPR di Senayan,” katanya dalam acara yang diselingi oleh parodi Republik Impian yang menampilkan bintang Jarwo Kuwat, Mega Wangi, Pak Habudi, Yaser Ave, dan Jaim.

Ketiga penerima award tersebut baik Danang Widoyoko dari ICW, Denny J.A. dari LSI, maupun Kaka dari Slank menyatakan senada bahwa penghargaan merupakan hasil kerja sama dengan seluruh komponen masyarakat, termasuk LSM, media massa, dan kelompok masyarakat madani.

E. Perilaku yang Mendukung Tegaknya Prinsip-Prinsip Demokrasi

Suatu negara disebut negara demokrasi jika negara tersebut menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi dapat berjalan jika didukung oleh warga negara yang demokratis. Budaya demokrasi harus menjadi gaya hidup bagi setiap warga bangsa karena dengan cara itulah demokrasi berdasarkan Pancasila dalam bidang politik, ekonomi ataupun sosial benar-benar dapat dijalankan. Jadi, warga negara harus berperilaku yang demokratis agar dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi di negaranya. Perilaku demokratis adalah perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Nilai demokrasi merupakan sesuatu yang baik, yang diyakini bermanfaat bagi terciptanya negara demokrasi. Contoh nilai demokrasi, antara lain adalah terbuka, tanggung jawab, adil, menghargai, mengakui perbedaan, anti kekerasan, damai, dan kerja sama. Berdasarkan nilai-nilai demokrasi, perilaku yang mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi adalah sebagai berikut.
  • Menerima dan melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
  • Menghargai orang lain yang berbeda pendapat dan tidak memusuhinya.
  • Berusaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau masalah secara damai bukan dengan kekerasan.
  • Menerima kekalahan secara dewasa apabila telah diputuskan secara demokratis.
  • Memberi pendapat, kritik, ide, masukan bagi tegaknya demokrasi.
  • Bertanggung jawab atas apa yang dikemukakan dan dilakukan secara bebas.
  • Menangani tindak kriminal sesuai dengan jalur hukum bukan dengan main hakim sendiri.

a. Penerapan Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekitar

Demokrasi tidak datang dengan sendirinya dan budaya demokrasi tidak muncul begitu saja, melainkan harus diajarkan dan ditanamkan sejak dini, mulai dari lingkungan kecil, seperti keluarga sampai lingkungan besar, seperti negara bahkan dalam hubungan internasional.

Contoh penerapan demokrasi di lingkungan keluarga, antara lain adalah sebagai berikut.
  • menghargai pendapat orang tua dan saudara,
  • bertanggung jawab atas perbuatannya,
  • musyawarah untuk pembagian kerja,
  • bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan masalah yang ada,
  • bersedia untuk menerima kehadiran saudara-saudaranya sendiri, dan
  • terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi.
Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan masyarakat, antara lain adalah sebagai berikut.
  • mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya,
  • menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya, 
  • menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kesepakatan,
  • bersedia hidup bersama dengan semua warga negara tanpa membeda-bedakan,
  • tidak merasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain,
  • menaati peraturan lingkungan dan hukum yang berlaku, dan
  • melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama.
Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan sekolah, antara lain adalah sebagai berikut.
  • menaati peraturan disiplin sekolah,
  • menerima dengan ikhlas hasil kesepakatan,
  • menghargai pendapat teman lain meskipun pendapat itu berbeda dengan kita,
  • bersedia untuk bergaul dengan teman sekolah tanpa diskriminasi,
  • melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama,
  • menerima teman yang berbeda latar belakang suku, budaya, ras, dan agama, dan
  • mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menye-lesaikan masalah.
Peran serta siswa dalam menerapkan budaya demokrasi dapat dilakukan dengan kegiatan pemilihan umum melalui kegiatan di sekolah, antara lain pemilihan ketua kelas, pemilihan ketua OSIS, pemilihan tugas piket, pembagian ketua kelompok diskusi, dan pemilihan ketua panitia olahraga/kesenian.

Pengendalian diri juga merupakan unsur penting dari budaya demokrasi. Pengendalian diri tidak hanya berlaku dalam kehidupan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh sikap pengendalian diri dalam keluarga adalah sebagai berikut.
  • mengatur kegiatan rumah tangga dengan tertib,
  • menghindari perkataan yang menyakitkan hati orang tua/anggota keluarga, dan
  • selalu mengingat kebutuhan anggota keluarga yang lain.
Contoh sikap pengendalian diri di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut.
  • tidak membuat gaduh ketika pelajaran berlangsung,
  • menghindari perkataan yang menyakiti hati guru atau teman, dan
  • menggunakan waktu istirahat untuk kegiatan yang positif.
Contoh sikap pengendalian diri di lingkungan tempat tinggal kita adalah sebagai berikut.
  • menghindari penggunaan kata-kata yang menyakiti hati orang lain,
  • bergaul dengan tetangga dan masyarakat sekitar sesuai dengan norma lingkungan, dan
  • tidak membuat keonaran di kampung.

Penerapan Budaya Demokrasi di Kehidupan Bernegara

Dalam kehidupan bernegara, penerapan budaya demokrasi dapat dilakukan oleh para pemegang pemerintahan atau pemimpin politik. Apabila tingkah laku pemerintah sesuai dengan budaya demokrasi, pemerintahan ataupun lembaga-lembaga negara dapat berjalan secara demokratis pula. Sebaliknya, apabila tingkah laku para pemimpin jauh dari budaya demokrasi, pemerintahan atau lembaga-lembaga negara meskipun sudah dibuat demokratis, tidak dapat berjalan dengan baik.

Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara adalah sebagai berikut.
  • berani bertanggung jawab terhadap sikap dan perbuatan yang dilakukan,
  • tidak memberi contoh perilaku kekerasan kepada warga,
  • tidak saling menghujat, memfitnah, mengatakan buruk kepada sesama pemimpin,
  • sikap terbuka dan tidak berbohong kepada publik,
  • sikap mengedepankan kedamaian pada masyarakat,
  • perilaku taat pada hukum dan peraturan perundang-undangan,
  • mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan,
  • memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik,
  • bersedia para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya, dan
  • bersedia menerima kekalahan secara dewasa dan ikhlas.
  • Pemimpin yang berbudaya demokrasi akan sangat mendukung pemerintahan demokrasi dan akan memberikan contoh yang dapat memupuk budaya demokrasi di kalangan rakyat.
Lihat juga
Budaya Politik Di Indonesia
Demikianlah pemaparan postingan artikel mengenai Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani. Semoga bermanfaat dan kedepannya kita sebagai bangsa Indonesia, benar-benar menjadi masyarakat madani yang sesungguhnya. Aamiin

0 Response to "Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani"

Posting Komentar

-->