-->

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) - Berbagai bencana akhir-akhir ini menimpa dari banjir, longsor, gempa hingga tsunami seolah mengantre menunjukkan kekuatannya. Korban pun banyak berjatuhan. Melihat kenyataan ini seperti menjadi hal yang layak apabila negeri kita disebut negeri bencana. Setujukah anda? Sudah semestinya kita berusaha menghadapi musibah yang mungkin terjadi serta tanggap dengan segala kemungkinan yang terjadi baik itu gempa, banjir, tsunami maupun longsor. 

Sebagai langkah awal, anda bisa mengenali potensi bencana di lingkunganmu. Bisa jadi korban tidak akan banyak berjatuhan jika masyarakat benar-benar mengenali bahwa daerahnya berpotensi terhadap terjadinya suatu bencana. Lebih lanjut kamu bisa menyajikan potensi tersebut pada peta dan menyusunnya menjadi informasi kerawanan bencana sedemikian rupa, sehingga tidak hanya bermanfaat bagimu tetapi juga bagi masyarakat di lingkunganmu. Sistem informasi ini dapat kamu susun melalui berbagai data dari berbagai sumber, antara lain dari interpretasi data hasil teknologi penginderaan jauh menjadi sebuah peta. Maka dari itu, ntuk mengolah data tersebut kamu dapat menggunakan prinsip kerja sistem informasi geografis (SIG).

Dunia pemetaan spasial berkembang dengan pesat. Begitu pula dengan tuntutan penggunaan. Saat ini peta tidak hanya menyajikan informasi spasial begitu saja, tetapi dituntut agar dapat digunakan untuk pengelolaan sumber daya perencanaan pembangunan. Bahkan hingga investigasi ilmiah lainnya. SIG berperan dalam hal ini, karena SIG mampu mengelola, membangun, menyimpan, dan menampilkan kembali data yang memiliki referensi geografis. Kemampuan ini membuatnya banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang.

Teknologi informasi berkembang amat pesat. Keingintahuan manusia sangat mendorong perkembangan tersebut. Rasa ingin tahu manusia tidak hanya terbatas pada lingkungan sekitar. Manusia juga ingin mengetahui objek dan fenomena di permukaan Bumi yang tidak sepenuhnya dapat kamu lihat karena keterbatasan indra penglihatan.

Seperti contohnya peristiwa tsunami di Aceh pada bulan Desember 2004. Bagi kamu yang tidak tinggal di Aceh tentunya ingin mengetahui bagaimana hal itu terjadi. Kamu tentu ingin mengetahui wilayah mana saja yang terkena gelombang tsunami dan seberapa parah kerusakan yang terjadi. Pada saat seperti ini kamu akan menyadari betapa pentingnya teknologi informasi up to date yang mampu menggambar-kan lokasi tertentu di permukaan Bumi, fenomena apa yang terjadi, bagaimana fenomena itu terjadi, dan pertanyaan lain berhubungan dengan keruangan. Kenyataan seperti ini mendorong manusia untuk menciptakan suatu sistem yang mampu mengolah hasil rekaman kenampakan Bumi dengan lebih teliti dan memadukannya dengan data-data lain yang telah tersedia. Maka, terciptalah teknologi yang tidak hanya mampu menggambarkan hasil rekaman Bumi dengan peta, tetapi juga mampu memadukan hasil rekaman tersebut dengan suatu data hingga menghasilkan informasi baru. Nah, teknologi ini disebut SIG.

A. Memahami SIG

Mungkin istilah SIG masih terasa asing bagimu. Tetapi, mungkin tanpa kamu sadari kamu telah menerapkan konsep dasar SIG dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan kamu telah menikmati produk-produk teknologi informasi tersebut. Pada saat menggambarkan peta maupun membuat suatu peta tematik, kamu telah menerapkan sebagian dari konsep dan tahapan dalam SIG secara sederhana. Lalu, bagaimana sebenarnya konsep dasar dan tahapan kerja dalam SIG?

1. Konsep Dasar SIG

Masalah lokasi merupakan hal penting dalam geografi. Misalnya anda diberikan pertanyaan, ”Di mana kamu parkir?” Mungkin pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sering kita dengar. Meskipun kelihatan sepele, pertanyaan ini merupakan salah satu contoh bentuk pengenalan lokasi yang mendasar dalam geografi. Untuk menjawabnya tentu saja kamu harus benar-benar mempunyai data-data sekeliling tempat kamu parkir.

Baca juga
Pola Keruangan Desa Dan Kota
Begitu juga saat kita terlibat percakapan mengenai suatu peristiwa yang sedang hangat. Kita akan mengutip informasi yang diambil dari memori otak kita maupun informasi tambahan dari luar yang diolah oleh otak menjadi informasi spasial. Hal ini membutuhkan penggabungan dari sejumlah informasi tentang suatu masalah. Jadi, pertanyaan-pertanyaan seperti: Di mana Anda parkir tadi? Apakah dekat dengan tanda tertentu? Apakah dekat atau menghadap gedung? Apakah dekat atau jauh dengan pintu masuk gedung? Untuk menjawab pertanyaan ini melibatkan pencarian pada peta imajinasi atau mental map, berdasarkan apa yang telah terekam pada otak kita.

Dalam penggambaran peta imajinasi ini, media yang tepat untuk penyampaiannya adalah peta dengan informasi-informasi yang bersifat keruangan. Inilah yang menjadi jantung dari ilmu dan teknologi SIG. Dari contoh tadi, apa yang kamu lihat di sekitar lingkungan parkir merupakan masukan data. Rekaman data tersimpan pada otak yang dalam SIG digunakan komputer. Oleh komputer berbagai data masukan diolah, dianalisis, diklasifikasi sehingga menghasilkan informasi-informasi yang lebih detail. Informasi tersebut bisa disajikan dalam bentuk peta beserta grafik, tabel, dan sebagainya.

Pembahasan mengenai SIG erat kaitannya dengan konsep pemetaan. Peta merupakan gambaran hasil observasi dan pengukuran. Informasi keruangan keadaan muka Bumi yang digambarkan dalam peta dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Data yang di-masukkan ke dalam peta dapat berupa data titik, garis, bidang, atau area. Penggambaran data ke dalam peta dapat kamu lakukan secara manual. Namun, penyajian kondisi muka Bumi dengan cara manual akan mengalami berbagai hambatan ketika dilakukan perbaikan informasi maupun penggabungan dengan informasi dari sumber lainnya. 

Pada kondisi seperti ini pemakaian teknologi sistem informasi akan sangat menguntungkan. Mengapa? Ketika kamu membuat peta secara manual, untuk menghasilkan peta daerah yang sama dengan tema lain kamu harus menggambarkannya kembali. Kamu pun harus memadukan peta lama dengan data lain. Nah, kemampuan yang demikian dimiliki oleh SIG. Dengan SIG, kamu bisa menyimpan data dalam komputer dan meng-ambil kembali data yang diinginkan. Bahkan, kamu dapat mengubah dan menampilkan kembali data keruangan dengan informasi baru.

Agar anda lebih jelas, perhatikan gambar di samping. Gambar di samping merupakan pencerminan sistem informasi secara garis besar. Di dalam SIG tercermin adanya pemasukan data keruangan dalam bentuk pemro-sesan data numerik (angka). Proses pemasukan data ini mendasarkan pada kerja mesin dalam hal ini komputer yang mempunyai spesifikasi tertentu. Data sebagai masukan harus bersifat numerik yang berarti data masukan, apa pun bentuknya harus diubah menjadi angka atau digital. Data lainnya adalah data atribut. Setelah data masuk dan disimpan dalam komputer, data dapat dipanggil serta diolah kembali untuk menghasilkan berbagai informasi sesuai masukan sumber data lain.
Komponen SIG

Pengolahan data ini dilakukan dengan perangkat lunak (software) dalam SIG. Dengan software ini berbagai data geospasial dianalisis, dimanipulasi, serta dikelola sehingga dapat dihasilkan informasi baru yang dapat ditampilkan sesuai kebutuhan baik dalam bentuk peta maupun data-data atributnya. Nah, dengan gambaran ini tentunya kamu bisa menangkap konsep dasar dalam SIG. Bagaimana kesimpulanmu?


Beberapa ahli geografi telah menyampaikan definisi SIG. Beberapa definisi tersebut dapat anda baca di geo info berikut ini.

Definisi Sistem Informasi Geografis

1. Menurut Marble et.al, 1983

Sistem informasi geografis adalah sistem penanganan data keruangan.

2. Menurut Barrough, 1986

Sistem informasi geografis adalah alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan, pengubahan, dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan di permukaan Bumi.

3. Menurut Berry, 1986

Sistem informasi geografis adalah sistem informasi, referensi internal, otomatisasi, dan keruangan.

4. Menurut Calkin dan Tomlinson, 1984

Sistem informasi geografis adalah sistem komputer suatu data yang penting.

5. Definisi Lain

  • Sistem informasi geografis adalah teknologi informasi yang menganalisis, menyimpan, menayangkan baik data keruangan, maupun nonkeruangan.
  • Sistem informasi geografis adalah suatu tata cara yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data bereferensi geografis secara manual atau komputerisasi.

6. Menurut Prof. Shunji Nurai

Sistem informasi geografis adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan serta pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

7. Menurut Aronaff, 1989

Sistem informasi geografis adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengolah (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi, analisis data, serta memberi uraian.

Secara garis besar berbagai definisi mengenai SIG pada geo info adalah sama. Bahwa sistem informasi menyangkut berbagai data geografis, perangkat keras (hardware), dan software pendukung, serta data hasil olahan. Hal-hal tersebut tercakup dalam komponen-komponen SIG. Sistem informasi geografis sebenarnya bukan hanya sekadar sistem tetapi merupakan suatu teknologi. Secara terminologi SIG atau Geographic Information System (GIS) mempunyai beberapa nama. Nama lain dari SIG adalah Sistem Informasi Geo-Dasar (Geo-Base Information System), Sistem Informasi Sumber Daya Alam (Natural Resource Information System), Sistem Informasi Keruangan (Spatial Information System), dan Sistem Informasi Lahan (Land Information System). Nama-nama lain SIG, umumnya berkaitan erat dengan bidang keahlian para pembuat perangkat lunaknya.

Meskipun berbeda dalam penamaan sistem pengolahan ini, tetapi semuanya terdiri atas komponen-komponen yang sama. Secara garis besar komponen-komponen tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Masukan Data

Subsistem masukan data merupakan fasilitas dalam SIG yang digunakan untuk memasukkan dan mengubah bentuk data asli ke bentuk yang dapat diterima serta dapat dipakai dalam komputer.

Tidak semua data bisa dimasukkan dalam sistem ini. Hanya data-data geospasial (keruangan) yang bisa diolah dalam SIG. Sumber-sumber data geospasial antara lain peta hardcopy, peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik, grafik, serta dokumen lain yang berhubungan. Data geospasial dibedakan menjadi data grafis (data geometris) dan data atribut (data tematik). Nah, perbedaan kedua jenis data tersebut dapat kamu lihat pada gambar di bawah. 
Konsep data geospasial

Data grafis mempunyai dua bentuk, yaitu data vektor dan raster. Keduanya mewakili geometri, topologi, ukuran, bentuk, posisi, dan arah objek di permukaan Bumi. Perbedaannya, data vektor mem punyai arah dan jarak, sedangkan data raster berbentuk kotak-kotak piksel. Contoh data vektor, antara lain data hasil digitasi, sedangkan contoh data raster antara lain citra digital, foto udara digital maupun data hasil scan.

Data grafis mempunyai tiga elemen yaitu titik (node), garis (arc), dan luasan (poligon) baik dalam bentuk raster maupun vektor.

Data atribut merupakan identitas yang dimiliki oleh data grafis baik itu berbentuk titik, garis, maupun poligon. Seperti pada bagan di samping, data poligon nomor 01 merupakan batas persil tanah milik Pak Hasan, nomor rumah 21 diberikan identitas atau ID berupa angka 1, begitu pula jalan nomor 1011 mempunyai atribut lebar 8 meter dan termasuk jalan kelas 3.

Seperti telah dijelaskan di depan, di dalam SIG data masukan diubah dalam bentuk data numerik (angka) untuk mempermudah pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Subsistem masukan data merupakan pekerjaan yang banyak menyita waktu. Hampir menghabiskan 60% hingga 70% dari keseluruhan proses dalam SIG. Subsistem ini merupakan subsistem yang rumit. Dalam subsistem ini, ketepatan, ketelitian, serta keakuratan data masukan harus terjamin. Langkah pemasukan data yang sebagian besar dilakukan oleh operator (manusia) sebagai brainware juga merupakan langkah penting. Hal ini karena metode pemasukan data dan standar data perlu diketahui sebelum pemasukan serta penggunaan data agar hasilnya benar dan dapat dimanfaatkan.

b. Pengelolaan Data

Subsistem ini digunakan untuk penimbunan data, perbaikan data, pengelompokan data dan menarik kembali dari arsip data dasar. Sebagai contoh, kita telah melakukan pemasukan data ke dalam komputer baik dengan cara digitasi maupun pemrosesan citra (image procesing). Nah, dalam subsistem ini dilakukan perbaikan data dasar dengan cara menambah, mengurangi, maupun koreksi data.

c. Manipulasi dan Analisis Data

Subsistem ini berfungsi untuk membedakan data yang akan diproses atau dianalisis dalam SIG. Data dikelompokkan berdasarkan elemennya, apakah itu data titik, garis atau poligon. Pemberian identitas (ID) pada data serta pemberian skor/nilai berdasarkan klasifikasi dilakukan pada subsistem ini. Selain itu, subsistem ini dapat digunakan untuk mengubah format data, seperti format data raster diubah ke format data vektor. Hambatan juga sering muncul pada subsistem ini, sehingga sampai saat ini masih diupayakan mendapatkan perangkat software dengan cara kerja yang lebih cepat.

d. Keluaran Data (Data Output)

Subsistem ini merupakan penyajian sebagian atau semua data hasil dan manipulasi serta analisis data. Informasi dasar maupun hasil analisis data geografis secara kualitatif dan kuantitatif ditayangkan pada subsistem ini. Keluaran data dapat berupa peta, tabel, maupun arsip digital atau arsip elektronik (electronic file). Data hasil ini dapat digunakan para pengguna untuk melakukan identifikasi informasi yang diperlukan sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan atau perencanaan.

Setelah membaca dan memahami bagaimana konsep dasar SIG, mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa SIG menjadi begitu penting dalam analisis keruangan? Ya, karena SIG mempunyai kemampuan untuk dimanfaatkan dalam penanganan data keruangan yang merupakan informasi geografis.

Bentuk data dalam SIG pada umumnya merupakan data digi-tal. Data yang disimpan dalam bentuk digital mempunyai dinamika yang lebih besar daripada data dalam bentuk garis atau area dalam peta. Mengapa? Pada data digital tersebut bisa diberikan identitas (ID) yang berlainan dalam bentuk data yang sama. Contoh data garis yang berupa jalan. Pada data jalan bisa diberikan atribut jalan seperti nama jalan, lebar jalan, kelas jalan, dan sebagainya. Dengan demikian ketika kita ingin mengambil data jalan, data atributnya pun bisa kita ketahui. Dari data atributnya, kita juga bisa meng-analisis bagaimana kondisi kapasitas jalan dengan memadukannya bersama data lain. Jumlah data yang banyak dan pengambilan kembali pada komputer dengan lebih cepat merupakan ciri data digital. Kemampuan manipulasi informasi geografi dan mengaitkan dengan atribut gejala serta memadukannya dengan data lain dengan kecepatan tinggi merupakan karakteristik SIG. Kemampuan inilah yang membuat SIG banyak digunakan para ahli analisis keruangan untuk penelitian, perencanaan, serta pengambilan keputusan dalam pembangunan. Meskipun begitu, sebagai calon geograf yang andal akan sangat bermanfaat jika kamu memahami bagaimana tahapan kerja di dalam SIG sejak dini. Nah, oleh karena itu ikutilah pembahasan berikut.

2. Tahapan Kerja dalam SIG

Mempelajari bagaimana tahapan dalam SIG menarik kita untuk kembali ke pembahasan mengenai komponen SIG. Secara garis besar, tahapan dalam SIG tercermin dalam rangkaian komponen-komponen SIG. Setiap komponen tersebut mempunyai subfungsi masing-masing. Perhatikan bagan berikut.
Bagan tahapan kerja dalam SIG

Berdasarkan bagan di atas, kamu bisa melihat apa saja tahapan kerja dalam SIG. Mari kita bahas satu per satu.

a. Proses Masukan Data

Proses awal dalam tahapan kerja SIG adalah masukan data yang terdiri atas akuisisi data dan proses awal.

1) Proses Akuisisi

Proses akuisisi merupakan proses pemasukan dan perekaman data yang kemudian diproses dalam komputer. Langkah awal ini dilakukan dengan digitasi menggunakan perangkat keras (hardware) seperti meja digitizer, scanner, serta komputer.
Perangkat keras atau hardware pada tahap pemasukan data
Selain hardware, proses pemasukan data ini juga membutuhkan software. Salah satu software SIG yang telah banyak digunakan oleh beberapa instansi di Indonesia adalah PC ARC Info. Dengan menggunakan perpaduan antara hardware dan software proses pemasukan data bisa dilakukan. Langkah awal yang diambil adalah digitasi. Digitasi merupakan proses konversi data spasial dari data hardcopy atau kertas cetak ke format digital.

Perhatikan gambar perangkat digitasi di bawah ini. Digitasi dilakukan dengan terlebih dahulu menempelkan peta yang akan didigitasi pada meja digitasi. Proses digitasi dilakukan dengan cara menggerakkan alat pendigit (seperti mouse pada komputer) sesuai dengan gambar/peta.
Perangkat digitasi

2) Editing

Di saat kita melakukan digitasi, hasil penggambaran akan tampak pada monitor komputer. Melalui monitor komputer, kita akan mengetahui jika terjadi kesalahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan editing pada data yang sudah masuk. Editing merupakan suatu proses perbaikan hasil digitasi. Kesalahan yang sering terjadi pada waktu digitasi adalah overshoot dan undershoot.
Contoh kesalahan-kesalahan dalam digitasi

3) Pembangunan Topologi Data

Hasil konversi data analog ke format digital melalui digitasi tidak secara otomatis diperoleh topologi atau struktur data. Hasil digitasi sebelum mempunyai struktur topologi disebut data mentah dan belum dapat diproses untuk analisis. Mengapa? Karena data mentah tersebut belum bisa dibedakan apakah data tersebut berupa data titik, garis, atau area. Itulah tujuan pembangunan topologi data.

Di dalam Software Arc Info, ada dua pilihan menu yang dapat digunakan untuk pembuatan topologi suatu coverage, yaitu clean dan build. Kedua menu tersebut dapat membentuk topologi suatu coverage, tetapi dalam penerapannya masing-masing mempunyai kekhususan. Clean adalah menu untuk membentuk struktur data topologi dan sekaligus dengan fasilitas koreksi terhadap kesalahan-kesalahan sederhana seperti undershoot dan overshoot. Sedangkan build berfungsi membuat topologi tanpa melakukan perubahan terhadap data grafis. Jadi, menu build tidak menambah maupun mengubah informasi hasil digitasi. Build diterapkan untuk data titik, garis maupun data poligon yang telah dikoreksi. Lalu, bagaimana prinsip pembentukan topologi data? Pembangunan topologi data dilakukan dengan memilih coverage hasil digitasi dan melakukan build dengan perintah build poly untuk membangun topologi data poligon. Sedangkan untuk mem-bangun topologi data garis digunakan perintah build line. Mungkin kamu bingung dengan beberapa istilah di atas. Ya, karena kamu belum akrab dengan software-software tersebut. Untuk mengakrabkan atau sekadar berkenalan dengan perangkat-perangkat dalam SIG ada baiknya kamu mengun-jungi instansi-instansi yang telah menggunakan teknologi ini. Instansi-instansi tersebut seperti Fakultas Geografi UGM Yogyakarta atau Bappeda di wilayah tempat tinggalmu.

4) Pemberian Atribut

Apabila topologi data telah terbentuk, langkah selanjutnya adalah memberikan identitas (ID) atau label pada data-data tersebut. Pada Software Arc Info, langkah pemberian identitas sering disebut dengan annotation. Nah, perhatikan gambar berikut ini yang merupakan contoh prinsip pemberian identitas pada suatu data.

Setiap poligon pada data tersebut diberikan identitas dengan menggunakan angka (numerik). Tiap angka ini mem-punyai arti yang berbeda-beda. Contohnya pada peta kemi-ringan lereng, ID angka 1 berarti poligon tersebut mempunyai data atribut datar, dan sebagainya. Salah satu keunggulan pengolahan data geografi dengan menggunakan SIG yaitu ke-mampuan untuk menghasilkan informasi yang tidak kita masukkan, seperti informasi luas poligon. Secara otomatis informasi luas poligon dan jumlah poligon baik yang mempunyai identitas (ID) sama maupun tidak akan dihasilkan oleh komputer. Informasi ini tersaji dalam bentuk tabel, sehingga setelah proses anotasi, informasi pada tabel bertambah dengan atribut atau identitas setiap poligon. Nah, contoh data dalam bentuk tabel dapat kamu lihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1 Tabel Atribut Kemiringan Lereng

Area
Perimeter
Lereng
Lereng-id
Nama
10
12
1
2
miring
16
17
2
1
datar
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .





Dengan data hasil anotasi ini, data siap diolah dan dianalisis lebih lanjut. Karena data hasil digitasi merupakan data geospasial yang mempunyai georeference, maka data hasil digitasi perlu disesuaikan dengan koordinat letak di permukaan Bumi.
Pemberian identitas (ID) pada data poligon

5) Transformasi Koordinat 

Proses penyesuaian koordinat geografi pada hasil digitasi bisa dilakukan sebelum atau sesudah editing. Proses ini di-kenal dengan transform. Transform adalah menu atau fasilitas untuk melakukan transformasi koordinat satu coverage dari satu sistem koordinat ke sistem koordinat baku. Fasilitas ini penting karena pada waktu melakukan masukan data dengan meja digitizer, koordinat yang digunakan adalah koordinat meja digitizer. Jadi, fasilitas transfrom digunakan untuk mengubah koordinat meja digitasi suatu coverage menjadi koordinat lapangan yang diperoleh dari membaca peta rujukan ataupun survei lapangan. 
Proses transformasi koordinat
Nah, setelah proses ini kita dapat melakukan konversi for-mat data baik dari vektor ke raster maupun sebaliknya. Pemberian atribut data yang mempunyai persebaran secara keruangan dapat dilakukan lagi sesuai keinginan pengguna data. Itulah proses-proses yang dilakukan dalam subsistem masukan data. 

b. Pengelolaan Data 

Subsistem selanjutnya adalah pengelolaan data. Dalam subsistem ini dilakukan pengolahan data dasar. Proses-proses yang dilakukan dalam subsistem ini antara lain pengarsipan data dan pemodelan. 

1) Pengarsipan 

Pengarsipan dilakukan untuk penyimpanan data-data yang nantinya akan dilakukan untuk analisis. Hal ini juga berguna pada saat pemanggilan data kembali. Pengarsipan ini tidak hanya pada data dasar hasil digitasi, tetapi juga pada data dasar lain. Sebagai contoh, kita mempunyai data dasar hasil digitasi berupa peta tanah. Data dasar lain dari peta tanah tersebut antara lain berupa sifat-sifat tanah seperti tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, dan sebagainya. Nah, pada kondisi demikian diperlukan arsip berindeks yang disesuaikan dengan sifat atau asosiasi yang dimiliki oleh data dasar yang bersangkutan. Prinsip pengarsipan dapat kamu lihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Arsip Berindeks

Indeks


Arsip



Nama Parameter/Unsur
Nomor Catatan
Nama File



Tanah
1
tanah 1 (struktur)

2
tanah 2 (kedalaman efektif)
Air
3
air 1
(suhu)

4
air 2
(kecerahan)




2) Pemodelan 

Setelah pengarsipan, langkah selanjutnya adalah pemodelan. Pemodelan merupakan inti dari bagaimana kita memperlakukan data untuk analisis sesuai dengan keinginan pengguna. Pada pemodelan kita membuat konsep bagaimana membuat atau melakukan analisis terhadap suatu data untuk memperoleh informasi baru. Pemodelan ini mencerminkan pola pikir kita dalam melakukan analisis data. Pola pikir ini sering digambarkan dalam diagram alir. Agar kamu lebih jelas bagaimana pemodelan dalam SIG, perhatikan diagram alir model penentuan daerah rawan bahaya lahar gunung berapi. 
Diagram alir model penentuan daerah rawan bahaya lahar gunung berapi
Model atau pemodelan dapat disebut juga sebagai suatu metode. Seperti contoh di depan yang merupakan metode untuk menentukan daerah rawan bahaya lahar gunung berapi menggunakan teknologi SIG. Berbagai komponen dalam SIG terlihat jelas dalam diagram tersebut mulai dari data-data dasar sampai dengan informasi baru yang berupa Peta Daerah Rawan Bahaya Lahar dan Informasi Risiko Bahaya Lahar. Data dasar yang diperlukan berupa peta bentuk lahan, peta lereng, peta curah hujan, peta sungai, peta kubah, dan peta administrasi.

c. Manipulasi dan Analisis Data

Melalui proses pemasukan data, peta-peta dasar tersebut diubah menjadi data digital. Setelah dilakukan editing, peta siap digunakan untuk analisis. Nah, salah satu contoh analisis yang bisa dilakukan oleh SIG adalah buffer.

1) Buffering

Dalam subsistem manipulasi dan analisis data, contoh-contoh proses yang dilakukan antara lain berupa buffer. Buffer bisa dilakukan dengan menggunakan Software Arc Info. Tetapi akhir-akhir ini banyak berkembang software yang bisa digunakan dalam SIG, antara lain Software Arc View. Dengan menggunakan software ini, proses buffer bisa dilakukan lebih cepat. Fungsi buffer adalah membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah ditentukan pada data garis atau titik maupun poligon. Sebagai contoh, kita akan melakukan buffer terhadap jarak sungai 50 meter, menggunakan fasilitas buffer yang kita pilih, kemudian komputer akan mengolah sesuai perintah kita. Prinsip proses buffer dapat kamu lihat pada gambar berikut.
Prinsip proses buffer
Dalam proses buffer, software yang digunakan mempunyai kemampuan untuk mengukur jarak. Oleh karena itu, pada subsistem manipulasi dan analisis data juga dapat dilakukan operasi pengukuran seperti pengukuran jarak.

2) Skoring

Selain pengukuran jarak, skoring atau pemberian nilai terhadap sifat dari parameter yang digunakan dalam analisis juga dilakukan pada subsistem ini. Agar kamu lebih memahaminya, perhatikanlah contoh pemberian skor terhadap parameter yang digunakan untuk penentuan daerah rawan bahaya lahar gunung api.

Tabel 5.3 Skoring Parameter Bentuk Lahan

ID
Deskripsi
Skor



1
Kepundan
5
2
Kubah lava
5
3
Kerucut vulkan
4
4
Kerucut parasiter
2
5
Lereng atas vulkan
4
6
Lereng tengah vulkan
3
7
Lereng bawah vulkan
2
8
Lereng kaki vulkan
1
9
Lembah aliran lahar
5
10
Dataran aluvial
1
11
Perbukitan denudasional (luar)
1



ID
Kelas

Kriteria Kemiringan Lereng (%)

Skor








1
Datar

0–3

1

2
Agak landai

3–7

1

3
Landai

8–14

1

4
Sedang

14–21

2

5
Curam

21–56

3

6
Sangat curam

56–140

4

7
Terjal

> 140

5











Tabel 5.5 Skoring Parameter Curah Hujan









ID
Kelas
Kriteria Intensitas Curah Hujan (mm/tahun)
Skor







1
Sangat rendah
< 2.000
1
2
Rendah

2.000–2.500
2
3
Sedang

2.500–3.000
3
4
Tinggi

3.000–3.500
4
5
Sangat tinggi
> 3.500
5





Sumber: Diktat Pelatihan SIG


Tabel 5.6 Skoring Parameter Jarak terhadap Sungai







ID
Kelas

Kriteria Jarak terhadap Sungai (m)

Skor







1
Sangat dekat

< 50

5
2
Dekat

50–250

4
3
Sedang

250–500

3
4
Jauh

500–750

2
5
Sangat jauh

> 750

1







Tabel 5.7 Skoring Parameter Jarak terhadap Kubah

ID
Kelas
Kriteria Jarak terhadap Kubah (m)
Skor




1
Sangat dekat
< 2.500
5
2
Dekat
2.500–5.000
4
3
Sedang
5.000–7.500
3
4
Jauh
7.500–10.000
2
5
Sangat jauh
> 10.000
1




Skoring ini dilakukan untuk memberikan nilai pengaruh suatu sifat dari parameter terhadap suatu perkiraan kejadian. Seperti contohnya pada tabel skoring curah hujan. Curah hujan yang sangat tinggi diberikan skor yang paling tinggi. Mengapa? Hal ini karena curah hujan yang tinggi memberikan pengaruh yang cukup tinggi terhadap bahaya gunung api. Aliran air akan membawa lahar dingin, sehingga jarak yang sangat dekat dengan sungai pun diberikan skor yang tinggi. Pemberian skor ini sangat tergantung pada tema analisis. Bisa saja curah hujan yang tinggi diberikan skor yang rendah, karena memang curah hujan yang tinggi tidak terlalu berpengaruh terhadap suatu analisis kejadian. Selain pemberian skor terhadap sifat-sifat pada tiap parameter, juga sering dilakukan pembobotan. Hal ini dilakukan apabila di-anggap ada faktor yang berperan lebih daripada faktor atau parameter yang lain. Contoh pembobotan dapat kamu lihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.8 Pembobotan Parameter

No.
Parameter
Bobot



1.
Bentuk lahan
4
2.
Lereng
2
3.
Hujan
3
4.
Jarak terhadap sungai.
5
5.
Jarak terhadap kubah.
3



Perhatikan tabel pembobotan di atas. Bobot tertinggi diberikan pada parameter jarak terhadap sungai, kemudian parameter bentuk lahan diberikan nilai yang juga tinggi. Mengapa kedua parameter ini mempunyai bobot tinggi? Penentuan bobot ini menggunakan pertimbangan logis sesuai dengan keilmuannya.

Lalu, menurutmu bagaimana logikanya sehingga kedua parameter (jarak terhadap sungai dan bentuk lahan) diberikan bobot yang tinggi? Apabila kamu perhatikan lahar berasal dari gunung berapi yang keluar melalui kepundan. Tentu saja wilayah bentuk lahan di sekitar kepundan menjadi sangat rawan terhadap bahaya lahar. Begitu pula dengan keberadaan sungai. Lahar dingin kerap kali terbawa aliran sungai, sehingga wilayah yang dekat dengan sungai diberikan skor yang tinggi. Hal ini pulalah yang menjadi alasan mengapa parameter jarak terhadap sungai diberikan bobot yang tinggi.

3) Overlay

Selain itu, analisis dan manipulasi data dengan overlay/ tumpang susun juga sering dilakukan pada subsistem ini. Operasi overlay pada saat ini sering dilakukan dengan menggunakan Software Arc Info maupun Arc View. Hal ini dilakukan setelah pemberian skor (skoring) dan pembobotan. Tumpang susun atau overlay suatu data grafis adalah menggabungkan dua atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan (unit pemetaan). Jadi, dalam proses tumpang susun akan diperoleh satuan pemetaan baru (unit baru).

Untuk melakukan tumpang susun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syaratnya, data-data yang akan dioverlay harus mempunyai sistem koordinat yang sama. Sistem koordinat tersebut dapat berupa hasil transformasi nilai koordinat meja digitizer ataupun nilai koordinat lapangan. Tetapi sebaiknya menggunakan koordinat lapangan, sebab dengan menggunakan koordinat lapangan akan diperoleh informasi masing-masing unit dalam luasan yang baku. Nah, ada beberapa metode untuk melakukan overlay data grafis yang dapat dilakukan pada perangkat lunak SIG. Metode-metode tersebut adalah identity, intersection, union, dan up date. Metode-metode tersebut akan kita bahas satu per satu.

Identity adalah tumpang susun dua data grafis dengan menggunakan data grafis pertama sebagai acuan batas luarnya. Jadi, apabila batas luar antara dua data grafis yang akan di overlay tidak sama, maka batas luar yang akan digunakan adalah batas luar data grafis pertama.
Prinsip overlay dengan metode identity

Metode yang lainnya adalah metode union. Union adalah tumpang susun yang berupa penggabungan antara dua data grafis atau lebih. Jadi, apabila batas luar antara dua data grafis yang akan dilakukan tumpang susun tidak sama, maka batas luar yang baru adalah gabungan antara batas luar data grafis pertama dan kedua (batas gabungan paling luar).
Prinsip overlay dengan metode union
Intersection juga merupakan metode yang dapat digunakan untuk overlay. Intersection adalah metode tumpang susun antara dua data grafis, tetapi apabila batas luar dua data grafis tersebut tidak sama, maka yang dilakukan pemrosesan hanya pada daerah yang bertampalan.
Prinsip overlay dengan metode intersection
Metode up date juga merupakan salah satu fasilitas untuk menumpangsusunkan dengan menghapuskan informasi grafis pada coverage input (in cover) dan diganti dengan informasi dari informasi coverage up date (up date cover).
Prinsip overlay dengan metode update

Nah, coverage baru hasil overlay ini, pada dasarnya merupakan informasi baru yang diperoleh sesuai dengan hasil klasifikasi. Klasifikasi ini dapat dibuat dengan pengolahan data dan hasil perhitungan skor. Perhatikanlah tabel klasifikasi tingkat kerawanan bencana lahar sebagai berikut.

Tabel 5.9 Klasifikasi/Kriteria Tingkat Kerawanan Bencana Lahar


No.
Tingkat Kerawanan
Skor Total
Keterangan






1.
Tidak rawan
0–17
Sangat kecil kemungkinan terkena




aliran lahar.

2.
Agak rawan
17–34
Kecil kemungkinan terkena aliran la-




har.

3.
Cukup rawan
34–51
Kemungkinan dapat terkena aliran la-




har.

4.
Rawan
51–68
Kemungkinan besar terkena aliran la-




har.

5.
Sangat rawan
68–85
Kemungkinan sangat besar terkena




aliran lahar.









Nilai skor total pada tabel di atas dibuat berdasarkan pengalian antara skor dengan faktor pembobot. Bagaimana caranya? Langkah pertama yang kita ambil adalah menghitung skor total tertinggi dan skor total terendah. Setelah itu kita tentukan pengkelasannya atau klasifikasi. Untuk beberapa tema analisis ada yang telah tersedia klasifikasi bakunya. Agar kamu lebih jelas, ikutilah perhitungan berikut ini.

Skor total tertinggi

(skor tertinggi bentuk lahan × nilai pembobot) + (skor tertinggi lereng × nilai pembobot) + (skor tertinggi curah hujan × nilai pembobot) + (skor tertinggi jarak terhadap sungai × nilai pembobot) + (skor tertinggi jarak terhadap kubah × nilai pembobot)

= (5 × 4) + (5 × 2) + (5 × 3) + (5 × 5) + (5 × 3)

= 85 (nilai tertinggi)

Skor total terendah 

= (skor terendah bentuk lahan × nilai pembobot) + (skor terendah lereng × nilai pembobot) + (skor terendah curah hujan × nilai pembobot) + (skor terendah jarak terhadap sungai × nilai pembobot) + (skor terendah jarak terhadap kubah × nilai pembobot)

= (1 × 4) + (1 × 2) + (1 × 3) + (1× 5) + (1 × 3)

= 17 (nilai terendah)

Karena klasifikasi telah ditentukan terdiri atas 5 kelas, maka tiap tingkatan mempunyai kelas interval sebesar 17 (85:5). Kita pun bebas untuk membuat jumlah kelas, tetapi harus dengan logika yang benar.

Dengan meng-overlay peta didapatkan juga overlay data dalam bentuk tabel. Dari data tabel hasil overlay dapat diketahui karakteristik yang dimiliki oleh tiap unit pemetaan. Sebelum overlay, satu peta hanya mempunyai unit-unit poligon yang menggambarkan karakteristik satu tema peta, contohnya peta lereng. Setelah overlay peta bentuk lahan, peta lereng, peta curah hujan, peta jarak terhadap sungai, dan peta jarak terhadap kubah didapatkan unit pemetaan yang lebih kompleks karena mengandung kelima parameter tersebut.

Ketika selesai proses overlay, hasil peta tampak lebih kompleks dan ruwet sehingga perlu penyederhanaan. Dissolve merupakan salah satu langkah yang digunakan untuk penye-derhanaan satuan pemetaan (unit pemetaan) berdasarkan nilai atributnya. Jadi, apabila ada dua atau lebih satuan pemetaan yang bersebelahan dan mempunyai nilai atribut yang sama, maka batas satuan pemetaan tersebut dihilangkan. Proses ini sering dilakukan dengan menggunakan Software Arc View. Perhatikan gambar berikut ini dan kamu akan tahu bagaimana prinsip dissolve.
Prinsip dissolve
Pada waktu melakukan tumpang susun antara dua data grafis atau lebih, sering dijumpai adanya kesalahan yang disebabkan oleh garis yang tidak dapat bertampalan satu sama lainnya. Kesalahan tersebut sebenarnya berpangkal dari kesalahan pada waktu konversi data analog (digitasi). Kesalahan karena adanya garis yang tidak tepat bertampalan dan membentuk poligon baru disebut poligon sliver. Untuk menghilangkan adanya kesalahan tersebut dapat memanfaatkan menu eliminate. Menu eliminate berfungsi untuk mengurangi jumlah poligon pada suatu coverage dengan cara menggabungkan dengan poligon tetangganya.
Prinsip proses eliminate

Nah, setelah proses eliminate, jika memang tidak ada lagi poligon yang harus dieliminate, suatu coverage siap untuk diolah menjadi tampilan akhir pada subsistem keluaran data. Subsistem ini diawali dengan menentukan skala tampilan akhir dari suatu coverage peta.

c. Keluaran Data

Suatu skala peta sering ditentukan berdasarkan kebutuhan pengguna peta dan media cetak peta. Proses penentuan skala ini bisa dilakukan dengan menggunakan Software Arc View maupun Arc Info. Tetapi, para ahli SIG saat ini memilih menggunakan Soft-ware Arc View untuk layout peta. Dengan menggunakan software ini, skala peta dapat ditentukan secara otomatis maupun secara manual. Salah satu syarat peta dapat ditentukan skalanya dalam software ini adalah peta harus mempunyai koordinat meter atau sesuai dengan kenyataan di muka Bumi. Langkah-langkah bagaimana menentukan koordinat pada Software Arc View dapat kamu lihat pada gambar berikut.

1) Penentuan ukuran kertas untuk media cetak peta
Menu penentuan ukuran layout pada Arc View GIS 3.2

2) Pengaturan ukuran sesuai dengan rencana layout.

Menu pengaturan kertas layout pada Arc View GIS 3.2

3) Penentuan nama peta yang di-layout serta ukuran spasi untuk kedetailan layout.
Penamaan peta hasil layout pada Arc View GIS 3.2
4) Memanggil dan mengatur layer atau tema peta yang akan menjadi komponen pada peta tematik.
Pemanggilan layer-layer peta pada Arc View GIS 3.2
5) Membuat komposisi peta dengan fasilitas menu layout.

Menu layout untuk membuat komposisi peta

Melalui proses ini, peta siap dicetakdan digunakan oleh pengguna data. Pada subsistem penggunaan data inilah orang awam dapat benar-benar merasakan betapa bermanfaatnya sebuah produk dari SIG. Seperti peta di samping.

Peta di di bawah ini merupakan salah satu contoh produk dari SIG. Berbagai data dikumpulkan untuk membuat peta tersebut. Mulai dari data wilayah administrasi, data zona subduksi, lempeng tektonik hingga data persebaran kekuatangempa di berbagai tempat di wilayah tersebut. Banyak manfaat yang bisa diambil dari adanya peta hasil olahan SIG. Antara lain kita bisa mengetahui batas lempeng tektonik dan zona subduksi yang menyebabkan suatu daerah rawan terhadap gempa tektonik. Bahkan, persebaran kekuatan gempa di berbagai tempat bisa diketahui. Jika informasi pada peta ini disosialisasikan ke masyarakat awam, pasti akan membantu menanamkan sikap waspada kepada mereka terhadap bahaya gempa bumi yang mengancam.
Peta zona kekuatan gempa di Papua

Tidak hanya itu, persebaran kekuatan gempa di berbagai tempat bisa kita ketahui sehingga dampak kerusakan pun bisa diprediksi. Selain itu, SIG bisa menjadi alat yang sangat penting dalam pengambil keputusan guna pembangunan berkelanjutan. Mengapa bisa dikatakan begitu? Karena SIG mampu memberikan informasi pada pengambilan keputusan untuk analisis dan penerapan database keruangan. Contohnya dengan peta zona rawan gempa bumi yang telah disajikan. Peta tersebut membantu pemerintah dalam mengalokasikan dana anggaran perbaikan kerusakan akibat gempa maupun pengalokasian dana bantuan bencana gempa.

Wah, ternyata banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari penerapan SIG. Mengapa? Karena tingkat ketelitian sistem informasi dalam SIG sangat diutamakan. Faktor inilah yang menjadi pendorong semakin berkembangnya teknologi SIG yang dari waktu ke waktu terus mengalami perbaikan. Bagaimana perkembangan teknologi SIG? Dahulu SIG diawali dengan cara konvensional. Lalu, bagaimana SIG secara konvensional? Nah, hal itulah yang akan kita pelajari pada subbab berikut.

B. SIG Konvensional

Saat ini kita harus mulai menyadari betapa pentingnya peta dalam kehidupan kita. Banyak hal yang bisa diselesaikan dengan mengambil sumber data pada peta. Data-data sejarah geografis pun sering dapat dilihat melalui peta. Bahkan, sengketa perebutan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia-Malaysia pun menyangkut peta dan sengketa Blok Ambalat yang sempat memanas.

Nah, dalam konteks batas dua negara, ternyata persoalannya tidak hanya menyangkut tanda batas secara fisik yang harus ada dan dipasang di lapangan. Masalah yang jauh lebih penting adalah diperlukannya upaya bagaimana merepresentasikan batas negara tersebut di atas media informasi yang dapat berbentuk peta dalam format hardcopy atau dalam format softcopy ataupun digital yang lebih fleksibel dalam penggunaannya. Dalam proses pemetaan ini, SIG baik konvensional maupun digital sangat dibutuhkan.

Di depan, kamu telah mempelajari SIG secara modern. Dari apa yang telah kamu pelajari itu, kamu dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoperasikan SIG secara modern dibutuhkan hardware dan software yang cukup mahal. Apakah ada cara lain untuk meng-operasikan SIG dengan sarana yang lebih murah? Jawabannya ada yaitu pengoperasian SIG secara konvensional.

Sebelum SIG berkembang seperti sekarang ini, SIG berawal dari sebuah gagasan menampilkan beberapa informasi di peta. Gagasan tersebut dilakukan dengan overlay dua peta, kemudian semakin banyak peta yang akan dipadukan. Dalam proses ini mulai ditemukan kesulitan apabila terlalu banyak peta yang dipadukan. Nah, pemikiran ini mendasari terkembangnya SIG modern. Software SIG yang ada sekarang juga melalui tahap perkembangan kecanggihan.


Perbedaan yang mendasar antara SIG modern atau SIG digital dengan SIG konvensional terdapat pada alat. SIG modern atau digital selalu menggunakan seperangkat alat komputer dalam analisisnya, sedangkan analisis dalam SIG konvensional dilakukan dengan cara manual, seperti proses buffering pada gambar. Tidak hanya proses buffering, semua proses dalam SIG konvensional dilakukan secara manual dan semimanual atau perpaduan antara digital dengan analisis manual. Agar lebih jelas, perhatikan gambar berikut.
Perbandingan dalam manajemen informasi geospasial


1. Pemasukan Data

Masih ingatkah kamu, pekerjaan apa saja yang terdapat pada proses pemasukan data dalam SIG? Ya benar, pekerjaan-pekerjaan tersebut antara lain digitasi, editing, pembangunan topologi, transformasi proyeksi, konversi format data, pemberian atribut, dan sebagainya. Bagaimanakah SIG konvensional melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam proses pemasukan data? Apakah sama dengan SIG digital? Jika kita menerapkan SIG yang benar-benar konvensional, semua pekerjaan tersebut kita lakukan secara manual dan hal ini merupakan bagian dari kartografi. Proses digitasi, editing, dan sebagainya kita lakukan secara langsung dengan menggambarkannya pada sebuah media kertas.

Berbeda jika kita menerapkan SIG dengan cara memadukan antara digital dan konvensional. Semua pekerjaan dalam pemasukan data sama dengan SIG modern, yaitu digitasi, editing, pembangunan topologi, dan sebagainya. Perbedaannya terletak pada proses analisisnya yang tetap saja dilakukan secara manual. Contoh nyatanya seperti pada saat kita melakukan analisis data berupa buffering atau overlay. Jika peta-peta dasar yang telah berbentuk digital hendak kita buffer maupun overlay, kita harus mencetak peta-peta tersebut menggunakan printer. Kemudian baru kita buffer dan overlay secara manual.

2. Pengelolaan Data

Pengelolaan data dalam SIG konvensional sama dengan SIG yang lebih modern. Pekerjaan-pekerjaan dalam subsistem pengelolaan data meliputi operasi penyimpanan, pengaktifan, dan penyimpanan kembali serta pencetakan semua data yang diperoleh dari masukan data. Dalam subsistem ini yang membedakan antara SIG yang konvensional dan SIG yang lebih modern sering dibedakan dengan perkembangan sistem komputerisasi. Karena dengan berkembangnya sistem komputerisasi, berkembang pula sistem manajemen basis data yang efisien. Berkembangnya berbagai perangkat lunak atau software dalam SIG yang mempunyai kemampuan lebih, bisa saja menjadikan SIG yang dahulu modern menjadi konvensional.

Sebagai contoh, suatu proses digitasi pada peta bentuk lahan akan menghasilkan peta digital bentuk lahan dan tabel penyerta yang berisi nomor urut satuan pemetaan yang pada data raster, diwakili dengan nilai piksel; nama satuan pemetaan; luas setiap satuan pemetaan; keliling atau parameter setiap satuan pemetaan. Nah, pada perangkat lunak SIG yang lebih canggih proses penamaan satuan pemetaan, perhitungan luas total satuan pemetaan, dan sebagainya dapat dilakukan secara langsung serta lebih mudah. Berbeda dengan perangkat lunak yang lebih kuno, pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa saja dilakukan, hanya saja harus menggunakan formula yang lebih rumit.

3. Manipulasi dan Analisis Data

Subsistem inilah yang membedakan SIG konvensional dengan SIG modern. Esensi dari SIG adalah analisis secara digital. Meskipun terkonsep dengan SIG konvensional, tetapi beberapa ahli kartografi menganggap bahwa SIG konvensional merupakan perkembangan dari ilmu Kartografi. Tentunya kamu telah mengetahui, pekerjaan-pekerjaan apa saja yang termasuk dalam subsistem ini. Coba sebutkan.

Tumpang susun (overlay) peta merupakan proses yang paling banyak dilakukan dalam pemanfaatan SIG. Ketika fasilitas komputer dan perangkat lunak SIG belum tersedia, para surveyor pemetaan, perencanaan dan praktisi lain yang banyak memanfaatkan peta dalam pekerjaannya menghadapi kendala untuk menumpangsusunkan peta yang berjumlah lebih dari 4 lembar. Misalkan masing-masing peta disajikan pada suatu lembar transparan seperti plastik atau kertas kalkir, maka penumpangsusunan empat peta sekaligus dengan tujuan menyajikan satuan-satuan pemetaan baru, memberikan gambaran yang rumit dan sulit untuk dirunut kembali. Inilah inti dari SIG konvensional. SIG yang lebih modern menyediakan fasilitas overlay (tumpang susun) secara cepat untuk menghasilkan satuan pemetaan baru sesuai dengan kriteria yang dibuat. Prinsip overlay dapat anda cermati pada gambar berikut.

Nah, gambar di bawah ini merupakan gambaran prinsip overlay yang menghasilkan satuan pemetaan baru. Bisa kamu bayangkan apabila banyak peta di-overlay secara Hasil overlay manual, betapa rumitnya bukan? Jika kamu melakukan overlay secara manual hanya peta baru yang akan kita hasil- kan. Berbeda jika kita melakukan overlay dengan digital, selain peta kita akan memperoleh data atribut yang disajikan dalam bentuk tabel. Hasil overlay secara manual ini kemudian didigitasi sehingga menjadi peta digital. Meskipun dalam format digital, tetapi peta tersebut tidak bisa dikatakan produk dari SIG modern karena analisisnya masih dilakukan secara manual. SIG yang benar-benar modern menyerahkan semua analisisnya terhadap komputer meskipun manusia tetap berperan sebagai brainware yang mengendalikan seluruh sistem pada seperangkat komputer.
Prinsip overlay (tumpang susun) pada SIG konvensional

4. Keluaran Data

Keluaran utama dalam SIG baik yang modern maupun digital adalah informasi spasial baru. Informasi ini perlu disajikan dalam bentuk cetakan (hardcopy) supaya dapat dimanfaatkan dalam kegiatan operasional. Perangkat lunak pada SIG yang lebih modern mempunyai kemampuan yang lebih canggih dan lebih mudah dipahami oleh pengguna, terutama dalam proses layout. Sedangkan SIG yang semi konvensional menyediakan fasilitas layout tetapi dengan proses yang relatif lebih rumit. Dalam SIG yang sangat konvensional, proses layout dilakukan secara manual seperti halnya kita melakukan layout biasa. Tentunya kamu bisa membayangkan bagaimana perbedaan SIG modern dan SIG konvensional dalam proses ini.

Nah, setelah mempelajari SIG modern dan SIG konvensional, kamu dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan SIG dan peranan keduanya dalam berbagai kondisi. Jika kita menemui hambatan berupa tidak adanya perangkat lunak SIG yang lebih canggih, sistem konvensional pun masih bisa kita terapkan meskipun dengan berbagai kekurangan. Tabel berikut memperlihatkan kelebihan SIG modern dan kekurangan pekerjaan manual (SIG konvensional).

Tabel 5.10 Perbandingan SIG dan Pekerjaan Manual (SIG Konvensional)


SIG Modern
SIG Konvensional



Penyimpanan
Database digital baku dan terpadu.
Skala dan standar berbeda.
Pemanggilan data
Pencarian dengan komputer.
Cek manual
Pemutakhiran
Sistematis
Mahal dan memakan waktu.
Analisis overlay
Sangat cepat
Memakan waktu dan tenaga.
Analisis spasial
Mudah
Rumit
Penayangan
Murah dan cepat
Mahal



Peta Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan

Sekarang anda telah mengetahui betapa pentingnya SIG dalam suatu perencanaan dan pengambilan keputusan bagi pembangunan di suatu wilayah. Nah, kali ini kamu akan diajak untuk membuat peta arahan fungsi pemanfaatan lahan di wilayah DAS Kabuyutan. Proyek ini merupakan contoh penerapan prinsip SIG, meskipun hanya kamu lakukan secara manual. Nah, hal-hal yang perlu kamu siapkan dan lakukan sebagai berikut.

1. Alat dan Bahan

a. Peta-peta di bawah ini.


b. Tabel klasifikasi dan skor faktor kemiringan lereng, jenis tanah menurut kepekaan erosi, dan intensitas hujan harian rata-rata.

Klasifikasi dan Skor Faktor Kemiringan Lereng

Kelas
Kemiringan Lereng (dalam %)
Keterangan
Skor




I
0,00–8,00
datar
20
II
8,01–15,00
landai
40
III
15,01–25,00
miring
60
IV
25,01–45,00
curam
80
V
45,01 atau lebih
sangat curam
100




Klasifikasi dan Skor Intensitas Hujan Harian Rata-Rata

Kelas
Intensitas (mm/hr)
Keterangan
Skor




I
s/d 13,60
sangat rendah
10
II
13,61–20,70
rendah
20
III
20,71–27,70
sedang
30
IV
27,71–34,80
tinggi
40
V
34,01 atau lebih
sangat tinggi
50





Klasifikasi dan Skor Jenis Tanah Menurut Kepekaan terhadap Erosi


Kelas
Jenis Tanah
Keterangan
Skor







I
Aluvial, glei, planosol, hidromorf kelabu
tidak peka
15

II
Latosol
kurang peka
30

III
Brown forest soil, non-calcicbrown, mediteran
agak peka
45

IV
Andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolic
peka
60

V
Regosol, litosol, organosol, renzina
sangat peka
75










c.  Tabel klasifikasi fungsi lahan.










Fungsi Lahan/Peruntukan Lahan

Skor Total






Kawasan lindung


t 175

Kawasan fungsi penyangga.

125–174

Kawasan budi daya tanaman tahunan.


d 124






d. Alat tulis

e. Kertas kalkir atau plastik transparan.

f. Pensil warna

2. Langkah Kerja :

Perhatikan bagan di bawah ini agar kamu memahami alur pemikiran pada proyek ini.


b. Mulailah dengan menggambar ketiga peta tersebut pada kertas kalkir atau plastik transparan dengan cara menjiplak sama persis dengan peta tersebut. Tiap peta digambar pada lembar yang berbeda dan dengan ukuran yang sama.

c. Buatlah masing-masing peta tersebut dengan ukuran kertas HVS kuarto. Kamu dapat memperbesar peta dengan fotokopi atau dengan metode grid.

d. Setelah peta selesai, berikan identitas berupa kelas tiap faktor. Jangan lupa untuk memberikan legenda sekaligus skor pada tiap kelas. Legenda dapat kamu buat dalam bentuk tabel seperti pada tabel klasifikasi dan skor masing-masing parameter.

e. Lakukan tumpang susun ketiga peta tersebut secara bertahap. Pertama, tumpang susunkan peta kemiringan lereng dengan peta curah hujan. Berikan nama pada satuan pemetaan hasil overlay dengan mendahulukan terlebih dahulu kelas kemiringan lereng, baru kemudian nilai curah hujan.

Contoh : 
I SR = lereng kelas I, curah hujan sangat rendah.
II R = lereng kelas II, curah hujan rendah.
III S  = lereng kelas III, curah hujan sedang.
IV T  = lereng kelas IV, curah hujan tinggi.
f. Tumpang susunkan lagi peta hasil tumpang susun pertama dengan peta jenis tanah. Kemudian, namailah satuan pemetaan baru tersebut dengan nomor jenis tanah. Misalnya :
I SR2 = kelas kemiringan lereng I, curah hujan sangat rendah, dan jenis tanah aluvial hidromorf.
g. Berilah nomor pada setiap satuan pemetaan, kemudian lakukan analisis untuk menemukan arahan fungsi lahan pada peta hasil overlay semua peta. Penentuan arahan fungsi lahan tersebut dilakukan dengan menjumlah semua skor parameter, yaitu skor kemiringan lereng, skor curah hujan, dan skor tanah. Analisismu dapat menggunakan bantuan tabel seperti berikut ini.

Nomor
Karakteristik

Skor

Skor
Arahan Fungsi Lahan
Satuan
Lahan



Total

Kelas Kemi-
Kelas Curah
Kelas Jenis

Pemetaan




ringan Lereng
Hujan
Tanah













1
I SR1
20
10
15
45
Kawasan budi daya tanaman


(kelas I)
(sangat rendah)
(aluvial)

tahunan.







2
I SRIV
20
10
60
90
Kawasan budi daya tanaman


(kelas I)
(sangat rendah)
(grumusol)

tahunan.







. . .
. . .
. . .
. . .
. . .
. . .
. . .








h. Setelah hasil analisis selesai, lakukanlah dissolve (penggabungan) poligon-poligon dengan arahan fungsi lahan yang sama, menjadi satu poligon. Contoh seperti di bawah ini.

i. Lakukanlah layout peta arahan fungsi lahan tersebut dengan menarik. Warnailah peta tersebut dengan pensil warna. Warnai tiap arahan fungsi lahan yang sama dengan warna yang sama pula.

j. Buatlah komposisi peta tersebut sebaik dan seindah mungkin. Kemudian adakan pameran hasil proyek ini. Biarkan seluruh warga sekolahmu memberikan penilaian terhadap hasil karyamu. Apa pun penilaiannya, kamu patut bangga karena telah mampu membuat arahan peruntukan lahan dengan prinsip SIG. Kamu hebat.

Kriteria dan tata cara penetapan fungsi pemanfaatan lahan untuk setiap satuan lahan sebagai berikut.

a. Kawasan Fungsi Lindung

Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan dan sifat fisiknya mempunyai fungsi lindung untuk kelestarian sumber daya alam, air, flora, dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air, dan alur sungai, serta kawasan lindung lainnya.

Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila besarnya skor total kemampuan lahannya sama dengan atau lebih besar 175, atau memenuhi salah satu/beberapa syarat sebagai berikut.
  1. Mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 45%.
  2. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, orga-nosol, dan renzina) dengan kemiringan lereng lebih dari 15%.
  3. Merupakan jalur pengaman aliran/sungai, yaitu sekurang-kurang-nya 100 meter di kiri dan kanan aliran air/sungai.
  4. Merupakan pelindung mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air.
  5. Mempunyai ketinggian (elevasi) 2.000 meter di atas permukaan laut atau lebih.
  6. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan lindung.

a. Kawasan Fungsi Penyangga

Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi lindung dan berfungsi budi daya, letaknya di antara kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi budi daya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman keras), kebun campur, dan lain-lainnya yang sejenis.

Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila besarnya skor total kemampuan lahannya antara 125–174 dan atau memenuhi kriteria umum sebagai berikut.
  1. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budi daya secara ekonomis.
  2. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
  3. Tidak merugikan segi-segi ekologi/lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga.

c. Kawasan Fungsi Budi Daya Tanaman Tahunan

Kawasan budi daya tanaman tahunan adalah kawasan budi daya yang diusahakan dengan tanaman tahunan seperti hutan produksi tetap, perkebunan (tanaman keras), tanaman buah-buahan, dan sebagainya.

Suatu satuan lahan ditetapkan mempunyai fungsi budi daya tanaman tahunan apabila besarnya skor total kemampuan lahannya 124 atau kurang, serta cocok atau seharusnya dikembangkan untuk usaha tani tanaman tahunan (kayu-kayuan, tanaman perkebunan, dan tanaman industri). Selain kawasan tersebut harus memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga di atas.

d. Kawasan Fungsi Budi Daya Tanaman Semusim dan Permukiman 

Kawasan fungsi budi daya tanaman semusim dan permukiman adalah kawasan yang mempunyai fungsi budi daya serta diusahakan dengan tanaman semusim dan permukiman terutama tanaman pangan. Untuk memilahkan kawasan fungsi budi daya tanaman semusim ditentukan oleh kesesuaian fisik terhadap komoditas yang dikembangkan. Adapun untuk kawasan permukiman, selain memenuhi kriteria tersebut, secara mikro lahannya mempunyai kemiringan tidak lebih dari 8%.

SIG merupakan alat atau sarana analisis spasial yang sangat bermanfaat untuk menurunkan informasi baru berdasarkan kumpulan berbagai informasi tematik. Sebagai bukti dapat kamu lihat pada proyek yang telah kamu lakukan. Untuk membuat arahan fungsi lahan, kamu dapat menggabungkan dan menganalisis berbagai informasi tematik seperti kemiringan lereng, curah hujan, serta jenis tanah. Informasi tematik tersebut bisa diperoleh dari analisis peta dan data lapangan. Peta kemiringan lereng diperoleh dari analisis garis kontur pada peta. Peta jenis tanah bisa diperoleh berdasarkan survei lapangan. Nah, itu semua merupakan sumber data pada SIG. Tidak hanya itu, bahkan hasil pengolahan berbagai citra penginderaan jauh sering digunakan sebagai sumber data dalam penginderaan jauh. Atau sebaliknya, saat pengolahan citra penginderaan jauh untuk mencapai tujuan tertentu memang harus diintegrasikan dengan SIG. Pada subbab berikut akan disajikan berbagai contoh penerapan SIG terutama mengenai integrasi penginderaan jauh dengan SIG. Cermati dan pahami betul, kelak hal ini akan sangat bermanfaat bagimu.

C. Penerapan SIG dalam Kajian Geografi

Contoh SIG sederhana telah kamu lakukan melalui kegiatan di depan. Mungkin timbul pertanyaan dalam hatimu, mengapa SIG sangat penting dalam geografi? Sejak SMP, kamu telah mempelajari ilmu geografi, tentunya kamu telah mengetahui objek apa saja yang menjadi kajian dalam geografi. Jika kamu cermati benar-benar, semua kajian geografi mempunyai geo-reference (bereferensi dengan permukaan Bumi) atau terdistribusi pada permukaan Bumi. Sedangkan SIG merupakan sistem informasi yang mampu mengolah data yang mempunyai referensi geografis. Berbagai data geografi antara lain dapat diperoleh melalui pengolahan citra penginderaan jauh. Oleh karena itu, data penginderaan jauh sering diintegrasikan dengan SIG.

1. Integrasi SIG dengan Penginderaan Jauh

Istilah integrasi di sini sebenarnya mempunyai makna yang berbeda dengan kombinasi atau penggabungan. Integrasi yang berarti penyatuan memberikan dampak adanya kesatuan dan konsistensi dalam pengolahan data mulai dari awal sampai akhir yang mempertimbangkan masalah perbedaan antardata dari segi bentuk, struktur asli data, serta sifat-sifatnya. Integrasi penginderaan jauh dengan SIG sudah lama menjadi masalah dengan adanya perbedaan tersebut. Produk penginderaan jauh berupa hasil interpretasi visual, kerincian geometri relatif lebih rendah, namun mempunyai keunggulan dalam penentuan batas satuan pemetaan lahan yang lebih baik.

Di sisi lain, produk pengolahan citra digital satelit biasanya memiliki kekurangan karena resolusi spasial yang relatif rendah, tetapi mempunyai keuntungan karena perincian geometri yang lebih tinggi. Nah, apabila keduanya dipadukan dapat saling melengkapi. Informasi mengenai aspek relief, medan ataupun bentuk lahan dapat disadap dari foto udara dengan lebih tepat, sedangkan pembuatan model spasial melalui pendekatan spektral dapat dilakukan dengan pengolahan citra penginderaan jauh. Perpaduan ini dapat dilakukan apabila kedua sumber data telah mempunyai kesamaan dalam format dan struktur data, serta diperlakukan oleh pengolah yang sama yaitu SIG. Nah, bentuk-bentuk integrasi penginderaan jauh dan SIG dapat dikelompokkan dalam tiga golongan utama yang akan diuraikan sebagai berikut.

a. Penyajian Model Spasial atau Hasil Interpretasi

Mungkin kamu pernah mengalami masalah ini, bagaimana membuat peta dari hasil interpretasi foto udara? Bagaimana memberikan koordinat letak geografi pada hasil interpretasi tersebut? Memang, penggambaran hasil interpretasi ke atas peta dasar sering mengalami hambatan, karena terbatasnya ketersediaan dan kemampuan alat pemindah hasil interpretasi. Alat-alat pemindah hasil interpretasi yang banyak digunakan adalah sketch master, zoom transferscope, dan stereoplotter. Stereoplotter merupakan alat yang sangat mahal dan sulit dijangkau oleh instansi-instansi kecil. Tingkat ketelitiannya pun tidak sebanding dengan kesulitan penggunaan dan mahalnya nilai investasi. Penggunaan map-o-graph atau electric pantograph yang kurang teliti namun mudah digunakan, terkadang digantikan dengan mesin fotokopi yang mampu memfotokopi dengan berbagai tingkat pembesaran maupun pengecilan. Nah, untuk mengatasi masalah tersebut dimanfaatkan integrasi penginderaan jauh dan SIG dengan fasilitas pengolahan citra. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah melakukan interpretasi foto udara hanya pada daerah efektifnya saja.
Daerah efektif interpretasi
Selanjutnya, bagian foto udara yang diinterpretasi (berikut dengan hasil interpretasi) ini dilarik (discan) dengan menggunakan scanner. Lembar-lembar hasil interpretasi yang telah discan tersebut dimozaik dengan memanfaatkan koreksi geometri pada software SIG, dan dengan mengacu pada peta dasar. Secara otomatis mozaik yang telah dibuat juga memuat gambaran hasil interpretasinya. Dengan mencetak mozaik tersebut, maka hasil interpretasi dapat dirunut pada peta dasar dengan ketelitian tinggi.

b. Klasifikasi Multispektral

Pernahkah anda menjumpai peta penggunaan lahan? Peta tersebut merupakan peta yang dinamis, informasi pada peta tersebut harus selalu di-update agar memberikan informasi yang benar-benar sesuai dengan kenyataan di permukaan Bumi. Lalu, bagaimana membuat dan melakukan update terhadap objek penggunaan lahan? Integrasi antara penginderaan jauh dan SIG berperan penting dalam hal ini. Langkah yang diambil untuk membuat peta penggunaan lahan adalah melakukan klasifikasi visual pada foto udara. Memang lebih mudah mengenali bentuk penggunaan lahan pada foto udara, tetapi citra satelit penginderaan jauh mempunyai keunggulan berupa resolusi temporal. Pada citra penginderaan jauh, penggunaan lahan dikenali melalui karakteristik piksel. Hal ini lebih rumit dilakukan. Oleh karena itu, penggunaan peta bantu dalam klasifikasi citra untuk pemetaan penggunaan lahan merupakan hal yang penting. Bahkan, bisa dikatakan merupakan keharusan. Dalam hal inilah SIG berperan.

Peta bantu yang dapat digunakan antara lain peta satuan medan, peta bentuk lahan, atau peta tanah. Peta-peta tersebut didigitasi dan kemudian dikonversi ke dalam struktur data raster supaya sesuai dengan penutup lahan hasil klasifikasi multispektral. Prosedur lain yang sangat penting supaya kedua data multisumber dapat diintegrasikan adalah perlunya koreksi geometri citra.

c. Pembuatan Model Spasial yang Lebih Rumit

Pembuatan model spasial yang lebih rumit juga memanfaatkan peta-peta bantu, namun proses penggabungannya lebih kompleks dan bukan hanya tumpang susun saja. Salah satu contoh sederhana pada saat tumpang susun antara dua peta, contohnya peta lereng dan peta penggunaan lahan. Nah, setelah tumpang susun, masalah muncul apabila ternyata terdapat perbedaan yang tipis antara batas kelas lereng dengan batas penggunaan lahan, sehingga menim-bulkan ”satuan pemetaan” baru yang kecil-kecil. Perbedaan ini muncul karena kedua macam peta diproduksi oleh pihak yang berbeda, dan atau melalui cara yang berbeda, misalnya interpretasi foto udara dan interpretasi peta topografi. Untuk mengatasinya, biasanya SIG digunakan untuk mengambil keputusan poligon-poligon tersebut ikut ke dalam salah satu poligon terdekat.

Mungkin kamu bingung dengan istilah-istilah di depan. Tidak usah bingung karena pada materi berikut ini akan disajikan contoh nyata terapan-terapan integrasi SIG dan penginderaan jauh.

2. Contoh-Contoh Penerapan SIG

Seperti telah anda ketahui, banyak sekali peranan SIG dalam pengambilan keputusan terutama dalam perencanaan pembangunan. Bahkan bisa dikatakan SIG tidak hanya penting bagi pakar geografi, namun juga pakar perencana pembangunan dan penata ruang. Penataan keruangan dengan SIG tidak hanya melihat segi fisik lahan, namun akan melibatkan segi sosial, ekonomi, dan kependudukan. Misalnya studi perkembangan kota. Menggunakan SIG bisa dipadukan antara kondisi fisik lahan dengan kondisi sosial dan kependudukan yang dimiliki wilayah tersebut. Sehingga bisa diperoleh kesimpulan hubungan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kota. Beberapa contoh manfaat penerapan SIG dapat kamu cermati dalam contoh-contoh berikut.

a. Evaluasi dan Penentuan Jalur Transmisi Listrik Alternatif 

Perhatikan diagram berikut.
Diagram alir penelitian jalur transmisi listrik

Integrasi penginderaan jauh dan SIG dapat dimanfaatkan untuk evaluasi maupun pertimbangan perencanaan. Nah, salah satu contohnya dapat kamu pahami melalui diagram alir penelitian jalur transmisi listrik. Beberapa aspek kehidupan tentu saja akan memengaruhi keberadaan suatu jaringan transmisi listrik, antara lain aspek fisik lahan serta aspek ekonomi. Perencanaan pemba-ngunan jalur transmisi listrik dilakukan dengan memper-timbangkan kesesuaian lahan secara fisik serta faktor ekonomi.

Faktor ekonomi yang dipertimbangkan dalam penentuan jalur transmisi listrik, yaitu aksesibilitas dan jarak terpendek antara dua gardu induk (stasiun pembangkit listrik). Faktor kondisi fisik lahan yang dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan jaringan transmisi listrik, yaitu kerentanan terhadap gerak massa batuan, erosi, daya dukung tanah, lereng, dan relief. Informasi karakteristik fisik lahan seperti yang telah disebutkan menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi jalur transmisi listrik karena faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap pembangunan dan perawatan atau pemilihan jalur transmisi listrik yang telah ada.

Informasi fisik lahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan foto udara pankromatik hitam putih. Informasi yang dapat disadap secara langsung dari foto udara berupa informasi bentuk lahan yang dibantu dengan peta geologi. Dari satuan pemetaan berupa peta bentuk lahan, ditunjang dengan informasi pada peta tanah, digunakan untuk memperoleh informasi tentang kerentanan terhadap gerak massa batuan atau longsor, tingkat erosi, serta daya dukung tanah. Secara garis besar nilai dari faktor kerentanan gerak massa batuan, erosi, lereng dan relief, serta daya dukung tanah dapat memberikan gambaran tentang karakteristik medan yang memengaruhi kestabilan lereng dan kekuatannya untuk fondasi, sehingga faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan dalam pemilihan jalur transmisi. Informasi lereng dan relief diperoleh dari pengolahan peta topografi.

Faktor lereng dan relief juga memberikan gambaran tingkat kesulitan dalam pencapaian daerah lokasi di mana jalur akan didirikan, sehingga memberikan pengaruh terhadap kesulitan dalam pembangunannya serta perawatannya. Informasi lereng dan relief diperoleh dari pengolahan data kontur pada peta topografi.

Selain faktor fisik lahan, dalam penentuan jalur transmisi listrik dipertimbangkan juga faktor ekonomi, yaitu faktor aksesibilitas dan juga jarak terdekat dari gardu induk. Informasi aksesibilitas diperoleh dari foto udara dengan interpretasi kenampakan jalan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut seperti truk yang kemudian dilakukan pengolahan terhadap peta jaringan jalan yang telah dihasilkan. Faktor aksesibilitas dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kemudahan dalam pengangkutan material dan peralatan saat pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan serta pengawasan pada saat telah beroperasi.

Data penggunaan lahan diperoleh dari interpretasi foto udara. Faktor penggunaan lahan dipertimbangkan terutama ditinjau dari segi keamanan di mana jalur yang ada akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitar. Demi faktor keamanan, lokasi jalur transmisi listrik cenderung menghindari permukiman dan menghindari situs-situs kuno demi menjaga kelestariannya.

Penentuan jalur transmisi listrik dapat dilakukan dengan mengintegrasikan kedua aspek yang dipertimbangkan, yaitu aspek fisik lahan dan aspek ekonomi. Aspek fisik lahan yang terdiri atas peta lereng dan relief, peta bentuk lahan dengan atributnya berupa kerentanan lahan, disusun menjadi peta satuan lahan. Dari satuan lahan yang terbentuk dilakukan analisis dengan menggunakan teknologi SIG, sehingga dapat mempermudah dalam proses pengolahan serta dalam analisis hasil keluaran data secara spasial. Dari pengolahan peta satuan lahan dihasilkan peta kesesuaian lahan untuk jalur transmisi listrik yang juga merupakan evaluasi terhadap jalur transmisi yang sudah ada. Pada peta kesesuaian lahan telah berbentuk area yang sesuai untuk jalur transmisi listrik yang selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengolah informasi berupa poligon kesesuaian menjadi informasi garis yang tidak lain untuk menghasilkan jalur alternatif jaringan transmisi listrik.
Pendirian jalur transmisi listrik memerlukan informasi lahan

Analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat aksesibilitas, kelurusan pola kelas kesesuaian lahan yang tinggi. Dari hasil pola kelurusan tersebut ditarik garis, pada garis tersebut akan diletakkan menara transmisi dengan mempertimbangkan kelas kesesuaian lahan yang cukup tinggi, karena menara akan ditanam pada lahan.

Pertimbangan lain yaitu jarak terdekat dari gardu induk, jarak maksimum antarmenara, sudut maksimum perubahan arah saluran, dan ruang bebas SUTT dengan penekanan bebas dari permukiman/bangunan lain tanpa mempertimbangkan vegetasi, karena vegetasi diatasi dengan penebangan hingga ketinggian tertentu pada pemeliharaan harian. Hasil analisis ini berupa kenampakan garis yang menggambarkan jalur menara transmisi. Dari kenampakan garis yang telah dipilih dilakukan digitasi, sehingga kenampakan tersebut menjadi kenampakan garis yang menggambarkan jalur. Dari pengolahan ini akan dihasilkan beberapa jalur alternatif. Jalur transmisi listrik akan ditampilkan juga dalam profil (penampang melintang).

b. Pemanfaatan SIG untuk Menghitung Besarnya Kehilangan Tanah 

Pernah mendengar istilah kehilangan tanah? Istilah ini digunakan untuk menyatakan besarnya tanah yang hilang sebagai dampak erosi. Ternyata kajian fisik lahan dengan penekanan untuk menghitung besarnya kehilangan tanah bisa dilakukan menggunakan SIG. Parameter yang digunakan dalam kajian ini melibatkan parameter yang digunakan untuk menganalisis kerawanan wilayah terhadap erosi. Ingin tahu bagaimana cara menghitung besarnya kehilangan tanah? Perhatikan diagram alir berikut.
Contoh perhitungan besarnya kehilangan tanah dengan formula USLE melalui bantuan SIG
Pembuatan peta kehilangan tanah memerlukan beberapa informasi tematik, yaitu data hujan, peta tanah skala tinjau, peta topografi, dan citra SPOT digital multispektral.

Citra SPOT digital multispektral digunakan untuk mem-peroleh peta penutup lahan. Tentu saja hal ini dilakukan dengan pengolahan citra tersebut terlebih dahulu. Pengolahan tersebut mulai dari koreksi geometri dan radiometri untuk mendapatkan citra yang terkoreksi. Menggunakan citra ini dilakukan klasifikasi multispektral dan pengambilan sampel untuk menghasilkan peta penutup lahan. Kemudian peta penutup lahan ini diintegrasikan dengan data lapangan. Dengan menggunakan SIG, keduanya diintegrasikan untuk memperoleh peta penggunaan lahan, rotasi tanaman, dan faktor konservasi. Kemudian peta ini disebut faktor CP.

Selain itu, peta topografi juga digunakan dalam penelitian ini. SIG berperan dalam proses digitasi dan konversi data vektor ke raster. Peta topografi juga digunakan untuk koreksi geometri citra, agar letak kenampakan sesuai dengan kenyataannya di permukaan Bumi. Dari pengelolaan peta topografi digunakan untuk membuat DEM (model tiga dimensi). Dari DEM diturunkan menjadi informasi panjang dan kemiringan lereng yang disebut faktor LS.

Peta tanah skala tinjau digunakan untuk membuat peta satuan medan. Peta satuan medan ini digunakan untuk pemilihan lokasi pengambilan sampel. Lokasi pengambilan sampel dipilih pada beberapa tempat yang memiliki karakteristik lahan yang berbeda. Data yang dikumpulkan berupa tanah, karakteristik lahan, serta rotasi tanaman dan praktik konservasi. Dari hasil pengumpulan data di lapangan, selanjutnya dilakukan analisis tanah di laboratorium untuk memperoleh nilai erodibilitas tanah. Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap erosi. Hasil analisis laboratorium kemudian dipadukan dengan peta satuan medan untuk menghasilkan peta erodibilitas tanah yang disebut faktor K.

Data hujan diperlukan untuk menghasilkan peta erosivitas hujan. Erosivitas hujan merupakan nilai kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi. Nilai erosivitas ini sebagai faktor R. Nah, setelah faktor R, K, LS, CP diperoleh, maka melalui formula USLE didapatkan nilai kehilangan tanah pada setiap satuan pemetaan yang berasal dari perkalian erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng serta faktor penggunaan lahan, rotasi, dan praktik konservasi.

Semua contoh yang telah diuraikan akan kamu pelajari dengan lebih mendalam apabila kelak kamu mengambil kuliah di fakultas geografi. Masih banyak contoh penerapan SIG di berbagai bidang. Contoh-contoh tersebut dapat kamu peroleh melalui internet dengan mengunjungi situs instansi-instansi yang banyak menggunakan SIG. Situs-situs tersebut antara lain www.lapan.go.id dan www.bakosurtanal.go.id. Pengetahuanmu ini suatu saat akan sangat bermanfaat bagimu.

Sampai disinilah psotingan yang admin bagikan mengenai Sistem Informasi Geografis (SIG). Semoga bermanfaat dan anda pun tidak akan pernah rugi sama sekali, untuk meluangkan waktu anda untuk membaca artikel di atas. Sekian dan terima kasih, atas perhatiannya.

0 Response to "Sistem Informasi Geografis (SIG)"

Posting Komentar

-->