-->

Keanekaragaman Hayati Di Indonesia Flora Dan Fauna

Keanekaragaman Hayati Di Indonesia Flora Dan Fauna Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman makhluk hidup pada semua tingkatan organisasi kehidupan. Perhatikan lingkungan di sekitarmu, kamu akan menemukan beraneka ragam makhluk hidup ciptaan Tuhan. Di tempat yang berbeda, kamu akan menemukan keanekaragaman makhluk hidup yang berbeda. Bahkan di antara makhluk hidup yang sejenis terdapat keanekaragaman. Keanekaragaman hayati yang ada di bumi memang sangat menakjubkan. Sekitar dua juta jenis makhluk hidup yang hidup saat ini baik monera, hewan, maupun tumbuhan telah diberi nama dan dideskripsikan dengan baik. Namun diperkirakan masih ada sekitar 10 juta hingga 30 juta jenis makhluk hidup yang belum dikenal dan dideskripsikan. Belum lagi jenis-jenis makhluk hidup yang dulu pernah menghuni bumi namun sekarang telah punah. Selain jenisnya yang begitu banyak, makhluk hidup itu juga beragam dalam ukuran, bentuk, dan cara hidupnya.
Keanekaragaman Hayati Di Indonesia Flora Dan Fauna
Keanekaragaman Hayati Di Indonesia Flora Dan Fauna

Meskipun makhluk hidup sangat beraneka ragam, kamu dapat menemukan persamaan ciri di antara mereka (keseragaman). Coba kamu amati halaman rumah atau sekolahmu. Di sana terdapat bermacam-macam tumbuhan dan hewan. Perhatikan tumbuhan yang ada, meskipun jenisnya bermacam-macam, kamu akan menemukan tumbuhan yang sama-sama berupa pohon, perdu, atau semak; sama-sama sebagai tanaman hias, tanaman peneduh, atau tanaman pelindung. Dari bermacam-macam hewan yang ada, kamu akan menemukan hewan yang sama-sama berkaki dua, empat, atau berkaki banyak; sama-sama memakan rumput, buah, serangga, atau hewan lain. Kamu boleh juga mengelompokkan hewan dan tumbuhan itu berdasarkan kriteria yang lain. Dari hasil pengamatan itu, kamu tentu dapat membedakan konsep keseragaman dan keberagaman makhluk hidup.

Baca juga

Apa perlunya mempelajari keseragaman dan keberagaman makhluk hidup? Karena jenis makhluk hidup sangat banyak, kamu akan lebih mudah mempelajarinya jika mereka dibagi dalam kelompok-kelompok. Pengelompokan ini disebut klasifikasi, yang didasarkan adanya persamaan dan perbedaan ciri di antara berbagai makhluk hidup.

A. Tingkat Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati meliputi keanekaragaman makhluk hidup pada semua tingkatan organisasi kehidupan. Jadi keanekaragaman hayati tidak hanya terjadi antarjenis, tetapi dalam satu jenis pun terdapat keanekaragaman atau bervariasi. Variasi ini diakibatkan oleh keanekaragaman gen. Selain itu keanekaragaman lingkungan menyebabkan jenis makhluk hidup yang ditemukan di suatu ekosistem berbeda dengan jenis makhluk hidup di ekosistem yang lain. Hal ini menyebabkan terjadinya keanekaragaman ekosistem.

1. Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen

Keanekaragaman hayati tingkat gen adalah keanekaragaman gen dalam satu spesies. Gen merupakan pembawa sifat suatu makhluk hidup, misalnya gen pada manusia menentukan bentuk rambut, hidung, mata, kulit, postur tubuh, dan sebagainya. Perubahan gen menyebabkan perubahan sifat sehingga perbedaan gen menyebabkan terjadinya variasi dalam satu spesies. Gen terletak pada ADN yang berada pada tempat-tempat tertentu di dalam kromosom dan kromosom terletak di dalam sel. Makhluk hidup dalam satu spesies mempunyai jumlah kromosom yang sama. Meskipun perangkat dasarnya sama, tetapi susunan gen dapat berbeda-beda bergantung pada masing-masing induknya. Susunan perangkat gen inilah yang menentukan ciri atau sifat suatu individu dalam satu spesies. Selain faktor genetik (disebut genotipe), ciri atau sifat yang muncul pada suatu makhluk hidup (disebut fenotipe) juga ditentukan oleh lingkungan. Jika salah satu atau keduanya berubah, maka akan menimbulkan perubahan sifat.

Contoh keanekaragaman hayati tingkat gen adalah keanekaragaman warna pada bunga tanaman mawar. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna-warni, dapat berwarna merah, putih, atau kuning. Pada tanaman jeruk, kamu dapat menemukan variasi pada bentuk buah, rasa, dan warnanya. Demikian juga pada ayam, kamu dapat membedakan bentuk dan ukuran tubuh, warna bulu, dan bentuk pial (jengger) antara ayam kampung, ayam cemani, ayam hutan, ayam leghorn, ayam bangkok, dan ayam kate.

Mengapa terjadi variasi genetik dalam satu spesies, padahal jumlah kromosomnya sama? Variasi gen dapat terjadi karena adanya perkawinan dan mutasi. Keturunan dari hasil perkawinan memiliki susunan perangkat gen yang merupakan kombinasi dari perangkat gen kedua induk/orang tuanya. Kombinasi ini akan menyebabkan keanekaragaman individu dalam satu spesies berupa varietas-varietas (varitas). Sedangkan mutasi adalah perubahan susunan materi genetik. Karena susunan materi genetik berubah maka terjadi perubahan ciri atau sifat yang menimbulkan keanekaragaman fenotipe.

2. Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis

Keanekaragaman hayati tingkat jenis merupakan keanekaragaman jenis dalam suatu ekosistem yang ditunjukkan oleh adanya beraneka ragam jenis makhluk hidup baik dari kelompok hewan, tumbuhan, jamur, dan mikroorganisme. Keanekaragaman jenis merupakan seluruh variasi pada makhluk hidup yang berbeda jenisnya dan dapat diamati dengan mudah. Tentu kamu dapat membedakan jenis kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang buncis, kacang kapri, dan kacang hijau. Atau membedakan kelompok hewan antara kucing, harimau, singa, dan citah. Untuk mengetahui keanekaragaman hayati tingkat jenis, salah satu caranya adalah dengan mengamati ciri-ciri fisiknya, misalnya bentuk dan ukuran tubuh, warna, kebiasaan hidup, dan lain-lain. Walaupun kacang-kacangan termasuk dalam satu familia Leguminosae dan hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, dan lingkungan hidupnya.

3. Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem

Semua makhluk hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan lingkungan tempat hidupnya. Setiap makhluk hidup tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang sesuai, sehingga pada lingkungan tertentu dapat dihuni berbagai macam makhluk hidup. Perbedaan komponen abiotik menyebabkan perbedaan makhluk hidup yang menghuninya. Karena ada banyak ekosistem di bumi maka timbul keanekaragaman hayati tingkat ekosistem, misalnya ekosistem padang rumput, hutan hujan tropis, pantai, sungai, dan air laut.

Lingkungan hidup terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup. Komponen abiotik meliputi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik misalnya iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Faktor kimia meliputi salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral. Komponen biotik maupun abiotik dalam suatu ekosistem sangat beragam, sehingga ekosistem yang terbentuk akan bervariasi pula. Di dalam ekosistem, terjadi hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan biotik maupun abiotik.

Salah satu penyebab keanekaragaman hayati tingkat ekosistem adalah perbedaan letak geografis. Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur, curah hujan, intensitas cahaya matahari, dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah. Di daerah dingin terdapat bioma tundra yang ditumbuhi sejenis lumut. Hewan yang dapat hidup antara lain rusa kutub dan beruang kutub. Di daerah beriklim sedang terdapat bioma taiga yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan konifer dan ditempati hewan seperti anjing hutan dan rusa kutub. Pada iklim tropis terdapat hutan hujan tropis yang memiliki flora dan fauna yang sangat beraneka ragam.

Keanekaragaman hayati berkembang dari keanekaragaman tingkat gen, jenis dan ekosistem. Keanekaragaman hayati harus dilestarikan karena di dalamnya terdapat berbagai jenis hewan/ tumbuhan asli dan khas yang bermanfaat untuk mengembang-kan varietas-varietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen yang mengalami gangguan sehingga timbul perubahan tatanan ekosistem.

Gangguan terhadap ekosistem dapat mengubah wujud ekosistem baik secara perlahan-lahan maupun secara cepat. Contoh gangguan ekosistem antara lain penebangan hutan secara liar dan perburuan hewan secara ilegal. Bencana alam seperti tanah longsor, tsunami, dan letusan gunung berapi juga dapat memusnahkan ekosistem dan keanekaragaman hayati di dalamnya.

B. Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Anda boleh berbangga karena Indonesia merupakan salah satu dari tiga Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Negara lain yang memiliki hal serupa adalah Brazil dan Zaire. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa dengan keadaan geografis yang beraneka ragam, sehingga keanekaragaman hayati di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Sekitar 30% spesies yang hidup di bumi berada di Indonesia. Indonesia memiliki jenis makhluk hidup dari berbagai tipe wilayah yaitu tipe Indomalaya, tipe Oriental, Australia, dan peralihannya. Beberapa di antaranya merupakan hewan dan tumbuhan langka dan endemik yang penyebaran terbatas. Tingginya keanekaragaman hayati terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, dan ekosistem sabana. Masing-masing ekosistem memiliki keanekaragaman hayati tersendiri.

1. Keanekaragaman Tumbuhan

Tumbuhan di Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Papua Nugini membentuk kawasan tumbuhan yang disebut Malesia (flora Malesiana). Terdapat sekitar 248.000 jenis tumbuhan di daerah flora Malesiana yang didominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae (pohon dengan biji bersayap) misalnya keruing, meranti, gaharu, dan kayu kapur. Pola penyebaran tumbuhan ditentukan oleh keadaan tanah, iklim, dan ketinggian. 

Berdasarkan komunitas tumbuhan yang tumbuh, di Indonesia terdapat empat kelompok utama ekosistem yaitu sebagai berikut.
  1. Ekosistem bahari/pantai, terdiri dari ekosistem laut dalam, pantai pasir dangkal, pantai berbatu, terumbu karang, pantai lumpur, hutan bakau, dan hutan air payau.
  2. Ekosistem darat alami, meliputi vegetasi dataran rendah, vegetasi pegunungan, dan vegetasi monsum (hutan monsum, savanna, dan padang rumput.
  3. Ekosistem suksesi, yaitu ekosistem suksesi primer dan ekosistem suksesi sekunder
  4. Ekosistem buatan, misalnya danau, hutan taman, hutan kota, dan agroekosistem seperti sawah, kolam, tambak, pekarangan, dan perkebunan.
Indonesia sangat kaya akan jenis-jenis tumbuhan. Semua suku utama tumbuhan yang hidup di Bumi dapat ditemukan di Indonesia. Indonesia memiliki sekitar 38.000 jenis tumbuhan, 3.000 jenis lumut, 4.000 jenis paku, dan 20.000 jenis tumbuhan biji (8% dari dunia) yang telah diselidiki. Dari sekian ribu jenis tumbuhan yang ada, diperkirakan hanya 10% yang telah dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan, tanaman hias, obat-obatan, bahan bangunan, bahan industri, dan sebagainya.

Ironisnya banyak jenis tanaman yang dibudidayakan di Indonesia didatangkan dari luar negeri, bukan hasil pemuliaan sumber daya hayati asli, misalnya kentang, singkong, wortel, kopi, karet, dan kelapa sawit. Hal ini bukan berarti keanekaragaman hayati di Indonesia tidak dapat dimanfaatkan, namun karena upaya pengembangannya belum optimal. Banyak sekali jenis tumbuhan yang belum diteliti yang diyakini berpotensi sebagai sumber obat, gizi, dan plasma nutfah. Tugasmu sebagai generasi muda adalah berupaya keras untuk mengembangkan penelitian itu demi kesejahteraan bangsa dan negara. Oleh karena itu kamu harus memperjuangkan agar setiap jenis tumbuhan dapat dilestarikan, meskipun saat ini belum diketahui manfaatnya.

Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan di Indonesia termasuk bioma hutan hujan tropis yang dicirikan oleh kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan memanjat). Hutan hujan primer dataran rendah di Kalimantan memiliki kekayaan jenis tumbuhan yang paling tinggi. Di daerah ini terdapat sekitar 10.000 tumbuhan biji, 34% diantaranya adalah tumbuhan endemik. Hutan di Sumatra dan Irian Jaya juga kaya akan jenis-jenis tumbuhan, sedangkan hutan di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Kepulauan Sunda relatif lebih miskin jenis tumbuhan.

Tumbuhan endemik adalah jenis-jenis yang sebarannya terbatas, hanya dapat ditemukan secara alami di daerah tertentu saja. Salah satu jenis tumbuhan endemik di Indonesia yang terkenal adalah berbagai bunga Rafflesia, misalnya Rafflesia arnoldii (endemik di Sumatra Barat, Bengkulu, dan Aceh), R. borneensis (Kalimantan), R. cilliata (Kalimantan Timur), R. horsfilldii (Jawa), R.patma (Nusa Kambangan dan Pangandaran), R. rochussenii (Jawa Barat), dan R. contleyi (Sumatra bagian timur). Selain tumbuhan endemik, ada banyak jenis tumbuhan di Indonesia dikategorikan langka, bahkan banyak di antaranya yang telah punah. Contoh tumbuhan langka adalah bedali, putat, kepuh, kluwak, bendo, mundu, sawo kecik, winong, bayur, gaharu, dan cendana. Kamu harus ikut menjaga agar tumbuhan langka itu tetap lestari di Indonesia dan tidak menjadi punah.

Bunga dan Satwa Nasional

Sejak tanggal 9 Januari 1993 pemerintah telah menetapkan tiga bunga dan tiga satwa nasional. Tiga bunga nasional dengan gelarnya masing-masing adalah sebagai berikut.
  1. Melati sebagai bunga bangsa.
  2. Anggrek bulan sebagai bunga pesona.
  3. Raffiesia arnoldii sebagai bunga langka.
Sedangkan tiga satwa nasional adalah sebagai berikut.
  1. Komodo sebagai satwa nasional darat.
  2. Ikan solera merah atau arwana sebagai satwa nasional air.
  3. Elang jawa sebagai satwa nasional udara.

2. Keanekaragaman Hewan

Indonesia juga terkenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hewan dan banyak di antaranya merupakan hewan endemik. Dari hasil survei IBSAP pada tahun 2003 diketahui bahwa di Indonesia terdapat 515 jenis mamalia (36% endemik, peringkat pertama dunia), 35 jenis primate (25% endemik), 511 jenis reptil, 1.531 jenis burung (sebagian jenis endemik), 270 jenis amfibi, dan 212 jenis kupu-kupu (44% endemik). Hewan yang endemik misalnya harimau jawa, jalak bali putih di Bali, badak bercula satu di Ujung Kulon (Jawa Barat), binturong, monyet, tarsius di Sulawesi Utara, kukang dan maleo hanya di Sulawesi, komodo di Pulau Komodo dan sekitarnya.

Jenis hewan langka di Indonesia juga sangat banyak, misalnya babirusa, harimau sumatra, harimau jawa, macan kumbang, harimau tutul, orangutan, badak sumatra, tapir, gajah, bekantan, komodo, banteng, elang jawa, trulek jawa, cendrawasih, kanguru pohon, maleo, kakatua raja, rangkong, kasuari, buaya muara, buaya irian, penyu hijau, dan ular sanca.

Keanekaragaman jenis hewan di Indonesia telah banyak diteliti oleh pihak asing sejak zaman penjajahan. Alferd Russel Wallace yang mengadakan penelitian pada tahun 1856 menemukan bahwa jenis hewan di wilayah Indonesia bagian barat berbeda dengan jenis hewan di wilayah Indonesia timur. Oleh karena itu Wallace membuat garis pemisah yang memanjang dari selat lombok, selat Makasar, dan Filipina Selatan yang disebut garis Wallace. Hewan di sebelah barat garis Wallace disebut bertipe oriental dan hewan di bagian timur bertipe australia. Hal ini berkaitan dengan sejarah pembentukan wilayah Indonesia, yaitu Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan dahulu merupakan satu daratan dengan Benua Asia yang disebut dangkalan Sunda, sedangkan Maluku dan Papua dahulu merupakan satu daratan dengan Benua Australia.

Weber yang mengadakan penelitian keanekaragaman hewan di Indonesia setelah Wallace, menemukan bahwa hewan-hewan di Sulawesi tidak sepenuhnya bertipe australia, karena ada jenis-jenis hewan yang mempunyai sifat seperti hewan oriental. Oleh karena itu Weber menganggap Sulawesi merupakan daerah peralihan antara hewan tipe oriental dan hewan tipe australia. Weber membuat garis pemisah yang memanjang di sebelah timur pulau Sulawesi yang disebut garis Weber.

Berdasarkan garis Wallace dan garis Weber, persebaran hewan-hewan di Indonesia meliputi daerah oriental di kawasan barat, daerah australia di kawasan timur, dan daerah peralihan.
  • Hewan di daerah oriental, meliputi berbagai hewan asia seperti primata (kera, monyet, bekantan, orangutan, tarsius, dan sebagainya), berbagai mamalia besar (gajah, banteng, orangutan, kera, tapir, badak, harimau, rusa, babi hutan), dan berbagai jenis burung berkicau (jalak, perkutut, kutilang, dan sebagainya).
  • Hewan di daerah australia, meliputi berbagai mamalia kecil, marsupalia atau mamalia berkantung (kangguru, oposum, wallabi, dan sebagainya), dan berbagai jenis burung yang warnanya mencolok (cendrawasih, kakatua, dan sebagainya)
  • Hewan di daerah peralihan, meliputi berbagai jenis hewan dari tipe asia dan australia, misalnya tarsius, anoa, babi, oposum, babirusa, burung hantu, dan burung maleo.

C. Manfaat Keanekaragaman Hayati

Semua kekayaan alam baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati, sedangkan faktor abiotik lainnya merupakan sumber daya alam nonhayati. Jadi sumber daya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya alam bersifat terbatas.

Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia dan kelangsungan kehidupan. Beberapa manfaat keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Ekonomi

Secara ekonomi keanekaragaman hayati merupakan sumber pendapatan masyarakat dan devisa negara. Misalnya untuk bahan baku industri, mebel dan peralatan rumah tangga, bahan obat, bahan makanan, rempah-rempah, tanaman hias, dan perkebunan. Bahan-bahan tersebut dapat diperdagangkan baik di dalam negeri maupun untuk ekspor sebagai bentuk kegiatan ekonomi.

2. Manfaat Biologis

Keanekaragaman hayati memiliki manfaat biologis sebagai penunjang kelangsungan kehidupan semua makhluk hidup. Tumbuhan menghasilkan gas oksigen pada proses fotosintesis yang digunakan oleh hewan dan manusia untuk bernapas. Tumbuhan merupakan produsen yang menghasilkan bahan organik seperti biji, buah, umbi, dan dedaunan sebagai bahan makanan makhluk hidup lain. Hewan dimanfaatkan sebagai bahan makanan, sandang, dan hiburan oleh manusia. Jasad renik berperan sebagai dekompser yaitu mengubah bahan organik menjadi bahan anorganik. Nilai biologis yang lain adalah sebagai sumber plasma nutfah untuk keperluan pemuliaan guna memperoleh jenis-jenis unggul.

3. Manfaat Ekologis

Keanekaragaman hayati merupakan komponen ekosistem yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan alam. Setiap komponen ekosistem saling berinteraksi secara harmonis, sehingga gangguan terhadap salah satu komponen dapat menyebabkan perubahan ekosistem. Indonesia mempunyai hutan hujan tropis yang memiliki nilai ekologis yang penting bagi bumi, antara lain sebagai paru-paru bumi, menjaga kestabilan iklim global, dan membantu menurunkan tingkat pencemaran udara, serta mengurangi efek rumah kaca.

4. Manfaat Sosial

Keanekaragaman hayati secara alami merupakan bagian sistem sosial dan budaya masyarakat setempat. Kegiatan mereka tidak dapat terlepas dari keanekaragaman hayati di lingkungannya. Kamu dapat mengamati pola hidup suku-suku di pedalaman, mereka yang lebih mengandalkan potensi alam dibandingkan dengan masyarakat kota. Keanekaragaman hayati juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai tempat rekreasi, olah raga, hiburan, dan pendidikan.

D. Pelestarian Sumber Daya Alam

Kamu tentu mengetahui begitu banyak manfaat sumber daya alam bagi kehidupan. Namun harus diingat bahwa pemanfaatan atau eksploitasi yang berlebihan dapat mengancam kelestariannya. Kenyataannya peningkatan jumlah penduduk bumi dan kemajuan ilmu dan teknologi mendorong eksploitasi sumber daya alam hayati yang semakin meningkat. Setiap tahun jutaan hektar hutan menghilang karena berubah fungsi untuk berbagai kegiatan manusia.

Tahukah kamu, luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya lebih dari 75 persen. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985 – 1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997 – 2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Angka ini terus meningkat ketika diberlakukan otonomi daerah, di mana hak pengelolaan hutan diserahkan kepada masing-masing daerah. Ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Kerusakan hutan telah mengakibatkan sebagian besar kawasan Indonesia menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana kekeringan, banjir, maupun tanah longsor. Selain itu, kerusakan hutan juga berarti kehilangan keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Hutan adalah sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hilangnya hutan akan menyebabkan hilangnya sumber makanan dan obat-obatan. Hutan hujan tropis diperkirakan mengandung 50% – 90% keanekaragaman hayati dunia, sehingga pembabatan hutan hujan tropis dapat menyebabkan hilangnya 15% spesies yang hidup di hutan tersebut.

Ancaman kelestarian sumber daya alam bukan hanya karena kerusakan hutan. Kamu harus tahu bahwa reklamasi pantai dan rawa, pengembangan industri yang tidak dilengkapi unit pengolahan limbah, perburuan liar, introduksi bibit tanaman dan hewan unggul, serta pemakaian bahan kimia seperti pupuk dan pestisida dalam intensifikasi pertanian secara berlebihan juga dapat menghancurkan keanekaragaman hayati. Apabila ke-giatan tersebut tidak segera diatasi, keseimbangan alam akan rusak dan manusia sendiri yang akan menderita kerugian.

Untuk itu, agar sumber daya alam dan keanekaragaman hayati tidak terancam kelestariannya, maka harus di-kembangkan sikap arif dan bijaksana dalam memanfaatkannya, yaitu selalu mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestarian dalam setiap eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Kerusakan sumber daya alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh bangsa dan negara.

Dalam mengeksploitasi sumber daya tumbuhan, khususnya hutan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
  • Tidak menerapkan sistem tebang habis terhadap semua pohon di hutan dengan semena-mena, melainkan secara terencana dengan sistem tebang pilih (penebangan selektif), hanya pohon yang sudah tua dengan ukuran tertentu yang boleh ditebang. Cara penebangan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak pohon-pohon muda di sekitarnya.
  • Melakukan penghijauan dan reboisasi (reforestasi), yaitu menghutankan kembali hutan yang sudah terlanjur rusak.
  • Menghutankan daerah yang bukan hutan untuk mengganti daerah hutan yang digunakan untuk keperluan lain.
  • Mencegah kebakaran hutan.
Untuk menjaga kelestarian hewan langka, maka penang-kapan dan perburuan harus mentaati peraturan yang berlaku, diantaranya sebagai berikut.
  • Para pemburu harus mempunyai lisensi (surat izin berburu).
  • Senjata untuk berburu harus ditentukan jenisnya.
  • Membayar pajak dan mematuhi undang-undang perburuan.
  • Tidak boleh berburu hewan-hewan langka.
  • Mematuhi waktu berburu karena ada hewan yang boleh ditangkap hanya pada bulan-bulan tertentu saja.
  • Harus menaati konvensi dengan baik. Konvensi ialah aturan-aturan yang tidak tertulis tetapi harus sudah diketahui oleh pemburu. Misalnya, tidak boleh menembak hewan yang bunting, dan tidak boleh membiarkan hewan buruannya lepas dalam keadaan terluka.
Usaha pemerintah untuk melestarikan keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut.
  • Memberikan penghargaan kepada pihak yang berjasa dalam pelestarian lingkungan, misalnya kalpataru dan adipura.
  • Memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati.
Mendirikan berbagai taman nasional dan ratusan cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, taman laut, dan kebun raya yang dikenal dengan PPA (Perlindungan dan Pengawetan Alam). Contohnya adalah sebagai berikut.
  1. Taman Nasional Gunung Leuser, terletak di Propinsi Sumatra Utara dan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan luas sekitar 9.500 km2 di ketinggian 3.400 m dpl. Memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yaitu dihuni lebih dari 4.000 spesies sehingga merupakan taman nasional terpenting di Asia Tenggara. Jenis hewan yang ada misalnya siamang, lutung, monyet, harimau sumatra, badan sumatra, burung madu, dan burung kuau raja.
  2. Taman Nasional Kerinci Seblat, terletak di Propinsi Jambi, Sumatra Barat, Sumatra Selatan dan Bengkulu (sebelah selatan Danau Toba) dengan luas 15.000 km2 sehingga menjadi taman nasional terbesar dan merupakan habitat alami bunga bangkai dan bunga rafflesia. Hewan yang menghuni misalnya gajah, badak, tapir, harimau, beruang madu, dan macan dahan.
  3. Taman Nasional Ujung Kulon, terletak di ujung barat Pulau Jawa dengan luas 786 km2, merupakan hutan dataran rendah, hutan bakau, dan hutan tepi pantai sebagai habitat berbagai hewan yang terancam punah seperti badak bercula satu, banteng, macan tutul, rusa, ajag, siamang jawa, penyu, dan berbagai jenis primata.
  4. Taman Nasional Komodo, terletak di Nusa Tenggara Timur dengan luas 750 km2, meliputi hutan musim sebagai habitat berbagai jenis hewan seperti komodo, ular, kadal endemik, rusa, babi hutan, burung kakatua, burung rahib, dan burung gosong.
  5. Taman Nasional Tanjung Putting, terletak di Pulau Kalimantan dengan luas 3.050 km2. Taman nasional ini terletak di dataran rendah sekitar pantai yang banyak ditumbuhi palem, pandan, epifit, dan tumbuhan pemakan serangga. Hewan yang menghuni diantaranya bekantan, ikan arwana, dan sinyuong, serta sebagai pusat rehabilitasi orang utan.
  6. Cagar Alam Lorentz di Irian Jaya, merupakan cagar alam terbesar dengan luas 21.000 km2 yang mempunyai semua tipe habitat besar yang ada di Irian Jaya seperti hutan bakau, hutan rawa, hutan pegunungan, vegetasi alpin dan subalpin.
  7. Cagar Alam Tangkoko Batuangus di Sulawesi dengan luas 1.351 km2 yang banyak ditumbuhi beringin dan pohon buah sehingga mendukung kehidupan berbagi jenis burung dan mamalia. Tipe habitat yang ada yaitu hutan dataran rendah, hutan pegunungan rendah, dan hutan lumut.
  8. Taman laut, misalnya taman laut Bunaken di Sulawesi Utara, Karimun Jawa di Jawa Tengah, Kepulauan Seribu di Jakarta, dan Teluk Cendrawasih di Irian Jaya.
  9. Kebun raya, misalnya kebun raya Bogor, kebun raya Cibodas, dan kebun raya Purwodadi.

E. Klasifikasi Keanekaragaman Hayati

Anda sudah mengetahui tentang keanekaragaman hayati, baik tingkat gen, tingkat jenis, maupun tingkat ekosistem. Untuk memudahkan mempelajarinya, makhluk hidup digolongkan menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kesamaan ciri tertentu. Pengelompokan ini disebut klasifikasi. Klasifikasi bertujuan untuk menyederhanakan objek (makhluk hidup) sehingga mudah dipelajari. Cabang biologi yang khusus mempelajarinya disebut taksonomi. Tujuan klasifikasi yang dilakukan oleh para ahli biologi antara lain sebagai berikut.
  • Mendeskripsikan ciri-ciri makhluk hidup yang mem-bedakan antarjenis sehingga mudah dikenal.
  • Mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan ciri-cirinya.
  • Mengetahui hubungan kekerabatan antar makhluk hidup.
  • Mengetahui tingkat evolusi makhluk hidup atas dasar kekerabatannya.

1. Sistem Klasifikasi

Klasifikasi sebenarnya adalah pengelompokan makhluk hidup berdasarkan keseragaman ciri atau sifat di antara keanekaragaman sifat yang ada pada di antara makhluk hidup tersebut. Misalnya ada kelompok hewan buas dan tidak buas, kelompok hewan pemakan rumput dan pemakan daging, tumbuhan obat-obatan, tumbuhan penghasil pangan, dan tanaman hias. Tentu kamu dapat melakukan pengelompokan makhluk hidup dengan cara seperti itu.

Banyak ahli yang mengembangkan cara pengelompokan makhluk hidup yang lebih baik, misalnya Aristoteles (384 – 322 SM) mengelompokkan makhluk hidup menjadi dua kelompok, yaitu tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dikelom-pokkan menjadi herba, semak, dan pohon. Sedangkan hewan digolongkan menjadi hewan berdarah dan tidak berdarah. John Ray (1627 – 1708) merintis pengelompokkan makhluk hidup menjadi kelompok-kelompok kecil dan memperkenalkan konsep tentang spesies. Carolus Linnaeus (1707 – 1778), mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan kesamaan struktur ke dalam takson-takson dan memperkenalkan sistem tata nama makhluk hidup yang dikenal dengan binomial nomenklatur.

Makhluk hidup dikelompokkan menjadi lima kingdom/ kerajaan yaitu Archaebacteria, Eubacteria, Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. Setiap kelompok yang terbentuk dari hasil klasifikasi makhluk hidup disebut takson. Pengelompokan ke dalam takson-takson didasarkan atas banyaknya persamaan dan perbedaan ciri morfologi, fisiologi, dan anatominya. Sekarang juga dikembangkan perunutan sekuens ADN untuk menentukan kekerabatan makhluk hidup. Makin banyak persamaan, dikatakan makin dekat hubungan kekerabatannya dan makin sedikit persamaannya, makin jauh kekerabatannya. Makhluk hidup yang memiliki banyak persamaan ciri, dapat saling kawin dan menghasilkan keturunan yang fertil (subur), dimasukkan ke dalam suatu kelompok (takson) yang disebut spesies atau jenis. Beberapa spesies atau jenis yang berkerabat dekat dapat dikelompokkan ke dalam takson famili atau suku. Famili yang berkerabat dekat membentuk ordo atau bangsa. Ordo-ordo yang berkerabat dekat dikelompokkan ke dalam satu kelas. Kelas-kelas yang berkerabat dikelompokkan ke dalam suatu filum untuk hewan, pada tumbuhan disebut divisi. Semua filum dan atau divisi yang berkerabat membentuk kingdom atau kerajaan. Dengan cara ini maka terbentuk tingkatan klasifikasi atau tingkatan takson. Semakin tinggi kedudukan suatu takson maka semakin sedikit persamaan ciri tetapi semakin banyak jumlah anggotanya. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan takson, semakin banyak persamaan ciri, tetapi jumlah anggotanya sedikit.

Untuk membantu memahami uraian di atas, perhatikan skema pada Gambar 6.14. Perhatikan juga contoh klasifikasi kucing dan rumput teki di samping.

Sistem klasifikasi makhluk hidup terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Saat ini dikenal tiga sistem klasifikasi makhluk hidup, yaitu sistem artifisial (buatan), sistem alami, dan sistem filogenetik.

Sistem artifisial atau buatan, menggunakan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sesuai dengan kehendak manusia atau sifat yang lain. Misalnya tumbuhan diklasifikasikan berdasarkan habitus atau perawakan menjadi pohon, perdu, semak, terna, dan memanjat. Tokoh sistem Artifisial antara lain Aristoteles dan Carolus Linnaeus.

Sistem alami , dirintis oleh Michael Adams dan Jean Baptiste de Lamarck yang menghendaki agar kelompok atau takson dibentuk secara alami yaitu menggunakan dasar persamaan dan perbedaan morfologi secara alami atau sewajarnya. Contoh, hewan berkaki dua, berkaki empat, tidak berkaki, hewan bersayap, hewan bersirip, hewan berbulu, bersisik, berambut, dan lain-lain. Sedangkan pada tumbuhan ada kelompok tumbuhan biji berkeping satu dan tumbuhan berkeping biji berkeping dua.

Sistem Filogenetik, muncul setelah dikemukakan teori evolusi oleh Charles Darwin pada tahun 1859 yang menyu-sun takson berdasarkan sifat morfologi, anatomi, fisiologinya, dan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara takson yang satu dengan yang lainnya serta mengacu pada hubungan evolusioner nenek moyang dan keturunannya. Perhatikan diagram pohon filogenetik hewan dan tumbuhan pada Gambar 6.15 yang menunjukkan urutan evolusi hewan dan pada tumbuhan.

Perkembangan sistem klasifikasi filogenetik adalah sebagai berikut.
  1. Sistem dua kingdom, diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus pada tahun 1735 yaitu kindom Vegetabilia dan Animalia.
  2. Sistem tiga kingdom, diusulkan oleh Haeckel pada tahun 1866 yaitu kingdom Protista, Plantae, dan Animalia.
  3. Sistem empat kingdom, dikemukakan oleh Herbert Copeland pada tahun 1956. Copeland menambahkan satu kindom Protoctista sehingga terdapat empat kingdom yaitu Monera, Protoctista, Plantae, dan Animalia.
  4. Sistem lima kingdom, dikemukakan oleh Robert Whittaker pada tahun 1969 yang membagi Protoctista menjadi dua kingdom yaitu Protista dan Fungi sehingga terdapat lima kingdom, meliputi Monera, Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. Sebelumnya pada tahun 1937 Chatton mengusulkan pembagian makhluk hidup menjadi dua kelompok utama yaitu Prokaryota dan Eukaryota yang didasarkan pada ada tidaknya membran inti sel.
  5. Sistem enam kingdom, diusulkan oleh Carl Woese pada tahun 1977. Woese membagi Monera menjadi dua kingdom yaitu Archaebacteria dan Eubacteria sehingga terdapat enam kingdom. Pada tahun 1990, Woese dan rekan-rekannya kembali mengusulkan sistem pengelompokan makhluk hidup menjadi tiga domain yaitu Bacteria, Archaea, dan Eukarya.

2. Tata Nama Makhluk Hidup

Persebaran suatu jenis makhluk hidup yang luas sering menyebabkan suatu makhluk hidup memiliki nama yang berbeda-beda. Misalnya orang Jawa Tengah menyebutnya mangga sebagai pelem, paoh bagi orang Jawa Timur, dan di Sumatra Barat disebut pauh. Agar nama jenis suatu makhluk hidup dapat dimengerti oleh semua orang, maka perlu diberi nama ilmiah dengan menggunakan nama latin, sesuai dengan Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan dan Hewan.

Nama ilmiah berguna sebagai alat komunikasi ilmiah di tingkat internasional. Walaupun kadang-kadang sulit dieja atau diingat, tetapi suatu organisme hanya memiliki satu nama yang benar dan diakui di mana saja. Carolus Linnaeus mengusulkan sistem tata nama yang diakui secara internasional yaitu sistem binomial nomenklatur (tata nama biner). Berikut ini ketentuan pemberian nama takson jenis, marga, dan suku.

Nama Jenis

Nama jenis untuk hewan maupun tumbuhan harus terdiri atas dua kata tunggal yang sudah dilatinkan. Misalnya, tanaman jagung nama spesiesnya (jenis) Zea mays. Burung merpati nama spesiesnya Columba livia. Kata pertama merupakan nama marga (genus), sedangkan kata kedua, merupakan petunjuk spesies atau petunjuk jenis. Pada penulisan nama marga, huruf pertama dimulai dengan huruf besar, sedangkan nama petunjuk jenis, seluruhnya menggunakan huruf kecil. Dalam penulisannya, nama spesies dicetak miring atau digarisbawahi agar dapat dibedakan dengan nama atau istilah lain.
Contoh:  -   Zea mays (jagung)
Columba livia (burung merpati)
Oryza sativa (padi)
Canis familiaris (anjing)

Nama Marga (Genus)

Nama marga tumbuhan maupun hewan terdiri atas suku kata yang merupakan kata benda berbentuk tunggal. Huruf pertama ditulis dengan huruf besar. Contoh, marga tum-buhan Solanum (terong-terongan) dan marga hewan Felis (kucing).

Nama Suku (Familia)

Nama-nama suku pada umumnya merupakan suku kata sifat yang dijadikan sebagai kata benda berbentuk jamak. Biasanya berasal dari nama marga makhluk hidup yang bersangkutan. Pada tumbuhan, nama suku ditambahkan akhiran aceae. Contoh, nama suku Solanaceae, berasal dari kata Solanum + aceae. Tetapi pada hewan ditambahkan dengan idea. Contoh, nama suku Felidae, berasal dari kata Felis + idea.
Sekian postingan dan materi yang kami bagikan mengenai Keanekaragaman Hayati Di Indonesia Flora Dan Fauna. Semoga bermanfaat dan kita sebagai warga dan bangsa Indonesia tetap menjaga Keanekaragaman Hayati tetap dilestariakn dan dijaga, agar generasi muda kelak menikmati pemandangan alam yang begitu sehat dan menyenangkan.

0 Response to "Keanekaragaman Hayati Di Indonesia Flora Dan Fauna"

Posting Komentar

-->