-->

Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Keterbukaan dan keadilan merupakan prasyarat bagi tercipta-nya persatuan bangsa. Pemerintahan yang demokratis dicirikan dengan adanya keterbukaan, yakni kemauan untuk memberitahukan hal-hal yang bersifat publik kepada masyarakat luas. Melalui keterbukaan, rakyat diajak berpartisipasi aktif dalam berbangsa dan bernegara. Keter-bukaan diperlukan untuk memberi jaminan keadilan yaitu bahwa seluruh kebijakan ditujukan untuk terciptanya rasa keadilan dan pemenuhan kebutuhan secara adil. Pemenuhan rasa keadilan dan kebutuhan secara adil dapat memperkuat rasa kebersamaan di masyarakat sehingga mendukung persatuan bangsa.

A. Keterbukaan Pemerintah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

1.  Pengertian Keterbukaan

Istilah keterbukaan atau transparansi berasal dari kata dasar terbuka atau transparan yang berarti suatu keadaan yang tidak tertutupi, tidak ditutupi, keadaan yang tidak ada rahasia sehingga semua orang memiliki hak untuk mengetahui. Istilah transparansi berasal dari kata bahasa Inggris transparent yang berarti jernih, tumbuh cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak ada kekeliruan, tidak ada kesangsian atau keragu-raguan.
Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Keterbukaan atau transparansi menunjuk pada tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berhubungan dengan informasi berita, pernyataan, dan kebijakan publik. Keterbukaan diartikan sebagai keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapatkan oleh masyarakat luas. Sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain.
Keterbukaan penyelenggaraan negara diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan, dan sudah sewajarnya mengetahui hal-hal yang akan diperuntukkan baginya. Masyarakat yang terbuka akan mudah menerima perubahan dan memungkinkan kemajuan. Mereka dapat belajar dari masyarakat lain, dan menerima hal-hal baru yang berguna bagi masyarakat. Sebaliknya suatu masyarakat yang tertutup akan sulit berkembang dan menyesuaikan diri dengan kemajuan.

Contoh keterbukaan sebagai warga negara adalah sebagai berikut.
  1. Menyatakan pendapat secara terbuka dan jujur.
  2. Mengemukakan tuntutan dan keinginannya tanpa rasa takut atau tertekan.
  3. Kesediaan memberi informasi publik kepada sesama warga negara.
  4. Selain pada warga negara, keterbukaan juga perlu ada pada penyelenggaraan negara. 
Contoh keterbukaaan sebagai penyelenggara negara adalah sebagai berikut.
  1. Pejabat negara bersedia bertatap muka dan berbicara dengan rakyat.
  2. Pejabat negara bersedia memberitahukan harta kekayaannya ke publik.
  3. Pejabat negara bersedia memberitahukan kebijakan publik yang dikeluarkan.
Berbagai negara demokratis berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Menurut United Nations Economic and Social Commissions for Asia and the Pacific (UNESCAP) terdapat delapan prinsip good governance, yaitu akuntabilitas (accountability), efek-tivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), kewajaran dan inkluvisitas (equity and inclusiveness), berorientasi pada konsensus (consensus oriented), kepedulian (responsiveness), keterbukaan (transparency), supremasi hukum (rule of law), dan partisipasi (participation).

Adapun menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) prinsip-prinsip good governance meliputi hal-hal berikut.

Visi strategis, yaitu bahwa para pemimpin dan masyarakat haruslah memiliki sikap-sikap berikut.
  1. Perspektif yang luas dan jauh ke depan mengenai tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia.
  2. Pemahaman atas kompleksitas kesejahteraan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
  3. Kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.
  4. Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan bertanggung jawab kepada masyarakat dan lembaga-lembaga yang berkepentingan.
  5. Efektivitas dan efisien, yaitu bahwa proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga mampu menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin untuk memperoleh hasil yang sesuai kebutuhan warga masyarakat.
  6. Kesetaraan, yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
  7. Berorientasi pada konsensus, yaitu bahwa pemimpin berusaha seoptimal mungkin menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh mengenai apa yang baik bagi kelompok-kelompok masyarakat.
  8. Peduli pada stakeholder, yaitu bahwa lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi.
  9. Keterbukaan, yaitu bahwa seluruh informasi mengenai proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa diskri-minasi.
  10. Tegaknya supremasi hukum, yaitu bahwa hukum yang termasuk di dalamnya hukum yang menyangkut HAM bersifat adil dan diberlakukan kepada setiap orang tanpa pandang bulu.
  11. Partisipasi masyarakat, yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan.
  12. Prinsip keterbukaan menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara terbuka atau transparan, yaitu bahwa berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus jelas, tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, tetapi segala sesuatunya baik perencanaan dan pertanggungjawabannya dapat diketahui oleh publik.
Ada tiga alasan mengenai pentingnya keterbukaan dengan penjelasannya sebagai berikut.
  1. Keterbukaan memungkinkan adanya akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Hal ini dapat menjadikan warga negara memiliki pemahaman yang jernih mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pada gilirannya warga negara mampu berpartisipasi aktif dalam memengaruhi agenda publik. Keterbukaan adalah prasyarat mutlak bagi adanya partisipasi yang konstruktif dan rasional.
  2. Dasar penyelenggaraan pemerintahan di negara demokratis adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Keberadaan pemerintah di negara demokratis dipahami sebagai pihak yang dipilih oleh rakyat untuk mencip-takan kesejahteraan rakyat. Berbagai aturan hukum di negara demokratis semaksimal mungkin diupayakan untuk keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk menjamin bahwa jalannya pemerintahan senantiasa berada di jalur yang benar, yakni untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
  3. Kekuasaan pada dasarnya cenderung diselewengkan. Pada umumnya penyelewengan kekuasaan terjadi dan semakin merajalela apabila tidak ada keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, negara-negara demokratis sangat menekankan pentingnya keterbukaan atau transparansi agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan dan tata pemerintahan yang tidak baik.
Menurut Robert A. Dahl demokrasi sangat memerlukan adanya keterbukaan, terutama akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Ada empat unsur utama pemerintahan demokrasi, yaitu :
  1. pemilihan umum yang bebas dan adil,
  2. pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab,
  3. jaminan hak-hak politik dan sipil, dan
  4. adanya suatu masyarakat demokrasi atau berkeadaban.
Keempat unsur utama demokrasi biasa disebut sebagai Piramida Demo-krasi Negara yang serius menjadikan diri sebagai negara demokrasi tidak cukup apabila hanya terdapat pemilu yang bebas dan adil, jaminan atas hak-hak sipil dan politik, adanya masyarakat yang demo-kratis, tetapi harus ada pula penye-lenggaraan pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu, keterbukaan merupakan keharusan agar terwujud pemerintahan yang baik.

2.  Ciri-Ciri Keterbukaan

Menurut David Beetham dan Kevin Bayle, ciri-ciri pemerintahan yang terbuka adalah sebagai berikut.
  • Pemerintahan menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakan-kebijakan yang akan dan sudah dibuatnya.
  • Terdapat peluang bagi publik dan pers untuk mendapatkan atau mengakses berbagai dokumen pemerintah
  • Rapat-rapat pemerintah terbuka bagi publik dan pers.
  • Terdapat konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah.
Ada tiga hal penting yang dapat disimpulkan dari ciri-ciri pemerintahan yang terbuka, yaitu sebagai berikut.
  1. Apabila pemerintahan diselenggarakan secara terbuka, publik akan memiliki informasi yang cukup untuk bisa menilai dan menentukan sikap secara rasional dan objektif terhadap kinerja pemerintah.
  2. Apabila pemerintahan diselenggarakan secara terbuka berbagai kebijakan pemerintah akan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesangsian atau kecurigaan publik.
  3. Pemerintahan yang terbuka merupakan pemerintahan yang menjamin adanya kebebasan informasi, dalam arti menjamin kebebasan warga negara untuk mendapatkan berbagai informasi faktual mengenai seluk-beluk agenda kerja dan kebijakan pemerintah.
Prinsip mengenai pemerintahan yang terbuka bukan berarti semua informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan dapat diakses oleh publik tanpa batas, tetapi ada kekecualian kebebasan informasi atau batas-batas keterbukaan. Artinya, bahwa ada informasi-informasi tertentu tentang penyelenggaraan pemerintahan yang boleh dirahasiakan oleh pemerintah dan tidak perlu dibagikan kepada publik. Jadi, publik tidak berhak untuk memiliki akses atas informasi tersebut. Kekecualian ter-sebut tidak boleh ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak, tetapi harus melalui jalan demokratis, yaitu diten-tukan oleh lembaga legislatif dalam bentuk perundang-undangan.

Ada lima macam informasi yang dapat dikatakan sebagai kekecualian kebebasan informasi, yaitu yang menyangkut soal-soal berikut.
  1. nasihat politis yang diberikan kepada para menteri.
  2. pertimbangan-pertimbangan kabinet.
  3. rahasia-rahasia perdagangan dari perusahaan-perusahaan swasta.
  4. arsip-arsip pribadi, kecuali arsip-arsip pribadi dari individu yang sangat dibutuhkan.
  5. informasi tertentu yang jika dipublikasikan akan merugikan pertahanan nasional, kelangsungan hidup sistem demokrasi itu sendiri, atau keselamatan individu warga masyarakat.
Penetapan dan pengaturan mengenai kekecualian terhadap kebebasan informasi dapat berbeda-beda antara negara demokratis yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sangat bergantung pada kematangan demokrasi di negara tersebut. Semakin matang demokrasi di suatu negara, akan semakin sedikit kekecualian-kekecualian yang diberlakukan terhadap kebebasan informasi.

Dalam Freedom of Information Act di Amerika Serikat, diatur sembilan kekecualian terhadap kebebasan informasi, yaitu
  1. informasi dan data geologis dan geofisik mengenai sumbernya;
  2. informasi lembaga keuangan;
  3. data yang berkenaan dengan penyidikan;
  4. informasi pribadi;
  5. memo internal pemerintah;
  6. informasi bisnis yang bersifat rahasia;
  7. informasi yang secara tegas dikecualikan oleh UU untuk dapat diakses publik;
  8. ketentuan internal lembaga;
  9. keamanan nasional dan politik luar negeri, yang meliputi rencana militer, persenjataan, dan data iptek yang menyangkut keamanan nasional, dan data CIA.
  10. Kesembilan kekecualian di atas bersifat diskresioner, tidak wajib dan diserahkan pada lembaga yang bersangkutan.
Menurut pakar hukum Harkristuti Harkrisnowo, bahwa
  1. Tidak semua informasi merupakan bahan yang bebas dipublikasikan.
  2. Pelanggaran terhadap pengecualian atas hak kebebasan informasi yang diberi sanksi pidana harus dirumuskan dengan teliti dan tegas.
  3. Penjabaran mengenai informasi bahan yang bebas harus dirumuskan dengan jelas.

Pembatasan atas kebebasan informasi menyangkut

  • kepentingan nasional atau keamanan negara (ekonomi, militer, keuangan)
  • kerahasiaan pribadi warga masyarakat.

1.  Pengertian dan Jenis-Jenis Keadilan

Istilah keadilan berasal dari kata adil yang berarti tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang, berpihak kepada yang benar, tidak memihak. Ada beragam definisi keadilan, antara lain adalah sebagai berikut.
  1. Menurut Aristoteles, keadilan merupakan tindakan yang terletak di antara memberikan terlalu banyak dan terlalu sedikit. Keadilan dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
  2. Menurut Frans Magnis Suseno, keadilan merupakan keadaan antarmanusia yang diperlakukan dengan sama yaitu sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.
  3. Menurut Thomas Hubbes, sesuatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.
  4. Menurut Notonegoro, suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
  1. Keadilan adalah hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antara manusia.
  2. Keadilan berisi sebuah keseimbangan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya.
  3. Perlakuan itu tidak pandang bulu atau pilih kasih, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Ada beberapa macam keadilan, antara lain adalah sebagai berikut.

Keadilan komutatif

Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masing-masing apa yang menjadi bagiannya. Yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang. Pada keadilan ini ditekankan agar prestasi sama nilainya dengan kontraprestasi. Contoh: tanpa memandang kedudukannya orang yang telah melakukan pelanggaran harus dihukum sesuai dengan pelanggaran yang dibuatnya. Adalah adil jika Budi membayar sejumlah uang kepada Tono sesuai dengan jumlah yang disepakati, karena Budi telah menerima buku yang telah ia pesan kepada Tono.

Keadilan distributif

Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masing-masing apa yang menjadi haknya. Yang menjadi subjek hak adalah individu dan yang menjadi subjek kewajiban adalah masyarakat. Pada keadilan ini yang ditekankan adalah asas proporsionalitas berdasarkan kecakapan, jasa, atau kebutuhan. Contoh: karyawan di suatu perusahaan memperoleh gaji yang berbeda-beda berdasarkan masa kerja, golongan kepangkatan, jenjang pendidikan, atau tingkat kesulitan kerja.

Keadilan legal

Keadilan legal adalah keadilan berdasarkan undang-undang. Objek dari keadilah legal adalah tata masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang. Tujuannya adalah untuk terwujudnya kebaikan bersama. Contohnya: Hal yang adil jika setiap pengendara menaati rambu-rambu lalu lintas.

Keadilan vindikatif

Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masing-masing hukuman atau denda sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya. Contoh: adalah adil apabila A dihukum penjara atas kejahatan yang dilakukannya.

Keadilan kreatif

Keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masing-masing bagiannya berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Keadilan ini memberi kebebasan kepada tiap orang untuk mengungkapkan kreativitasnya di berbagai bidang kehidupan. Contoh: Tidak adil jika seorang penyanyi dijebloskan ke penjara karena syairnya mengandung kritikan kepada pemerintah.

Keadilan protektif

Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi-pribadi. Menurut Montesquieu diperlukan tiga hal untuk mewujudkan keadilan protektif, yaitu tujuan sosial yang harus diwujudkan bersama, jaminan terhadap hak asasi manusia, dan konsistensi negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum.

Dari jenis-jenis keadilan di atas yang termasuk dalam keadilan dasar adalah keadilan distributif, keadilan komutatif, dan keadilah legal. Ketiga keadilan itu berkenaan dengan tiga struktur dasar hubungan yang ada dalam masyarakat, yakni:
  1. Hubungan antara pribadi dengan pribadi.
  2. Hubungan antara keseluruhan masyarakat dengan pribadi-pribadi.
  3. Hubungan antara pribadi-pribadi dengan keseluruhan masyarakat.
Keadilan itu berlaku umum, tidak kasuistik, sifatnya objektif dan lugas serta tidak bergantung pada keadaan pihak-pihak. Sifat keadilan yang lugas dapat menimbulkan ketidakadilan (summum ius, summa iniura yaitu penerapan hukum secara penuh, penuh ketidakadilan). Oleh karena itu, dalam mewujudkan keadilan dibutuhkan prinsip kepatutan untuk mengimbanginya. Prinsip kepatutan menuntut adanya pertimbangan atas keadaan pihak itu masing-masing dalam pengenaan keadilan. Prinsip kepatutan memberikan koreksi apakah dalam keadaan tertentu setiap pihak patut mempertahankan haknya.

Dalam sila kedua dan kelima Pancasila terdapat kata adil, yaitu pada kalimat ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ....” Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berakal budi, memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan keyakinan. Kemanusiaan dapat dirumuskan sebagai hakikat dari sifat-sifat manusia yang memiliki akal, budi, pikir, rasa, karsa dan keyakinan sebagai makluk yang mempunyai martabat dan derajat tinggi apabila dibandingkan dengan makhluk lainnya.

Adil adalah suatu keputusan dan tindakan yang didasarkan kepada ciri yang menurut hukum, tidak memihak, layak, wajar, dan benar secara benar. Beradab artinya berbudaya. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti hakikat sifat-sifat manusia yang memiliki akal, budi, pikir, rasa, karsa, dan keyakinan sebagai makhluk yang mempunyai martabat dan derajat tinggi, yang dalam keputusan dan tindakannya didasarkan kepada hukum, wajar, dan benar secara moral serta sesuai dengan tata sosial dan kesopanan yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam sila kelima pancasila, keadilan sosial adalah suatu keputusan dan tindakan yang didasarkan pada hukum, tidak memihak, layak, wajar, dan benar secara moral dalam segala bidang kehidupan dalam masyarakat. Seluruh rakyat Indonesia adalah seluruh manusia yang tunduk dan terikat pada negara dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia. Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung arti suatu keputusan, tindakan yang didasarkan kepada hukum, tidak memihak, layak, wajar dan benar secara moral dalam segala hal bidang kehidupan bagi kepentingan seluruh manusia yang tinggal di wilayah Indonesia.

2.  Keadilan Sosial

Keadilan sosial meliputi banyak segi dalam kehidupan masyarakat dan tidak hanya berkenaan dengan upaya mewujudkan keadilan, melainkan juga soal kepatutan dan pemenuhan kebutuhan hidup yang wajar.

Menuruf Frans Magnis Suseno, keadilan sosial artinya keadilan yang pelaksa-naannya bergantung pada struktur proses-proses ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis dalam masyarakat. Struktur sosial merupakan hal pokok dalam mewujudkan keadilan sosial. Oleh sebab itu, mewujudkan keadilan sosial pada dasarnya merupakan usaha untuk mengubah struktur sosial yang tidak adil agar menjadi lebih adil.

Indikasi ketidakadilan sosial dalam masyarakat adalah apabila ada seke-lompok masyarakat atau kelas sosial tertentu yang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi hak mereka. Negara wajib mewujudkan keadilan sosial. Hal ini dapat dilihat dari sila kelima Pancasila dan alinea keempat pembukaan UUD 1945. Nilai keadilan sosial dalam sila kelima pancasila mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah dan batiniah.

Pada kenyataannya sangat sulit mengharapkan negara untuk berinisiatif memberantas ketidakadilan dan mewujudkan keadilan sosial karena ketidakadilan pada umumnya disebabkan oleh perilaku para penguasa. Oleh sebab itu, upaya meniadakan ketidakadilan pada dasarnya bertentangan dengan kepentingan penguasa. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan yang berintikan kebebasan informasi yang memungkinkan masyarakat mengetahui struktur-struktur sosial yang tidak adil. Keterbukaan memudahkan upaya membangun kesadaran warga untuk berpartisipasi dalam membongkar ketidakadilan sosial dan menggantinya dengan setruktur sosial yang lebih adil.

Prinsip-prinsip keadilan dan keterbukaan perlu diketahui agar orang dapat berbuat adil dan terbuka. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Selalu menghormati hak-hak orang lain.
  2. Selalu berbuat sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
  3. Selalu memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berbeda dalam persoalan yang sama.
  4. Mampu memperlihatkan setiap yang benar sebagai kebenaran sesungguhnya dengan saling terbuka tanpa ditutup-tutupi.
  5. Mampu menjauhkan diri dan meluruskan kekeliruan dan kesalahan.

3.  Pentingnya Jaminan Keadilan

Keadilan merupakan salah satu ukuran suatu tatanan kehidupan berma-syarakat, berbangsa, dan bernegara. Cara untuk mewujudkan keadilan adalah memberikan jaminan terhadap tegaknya keadilan.

Menurut John Rowls, jaminan terhadap keadilan harus dimulai dengan memberlakukan dua prinsip dasar keadilan, yakni sebagai berikut.

Prinsip perbedaan dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan. Menurut prinsip ini perbedaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mereka yang kurang beruntung.

Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya.

Setiap orang memiliki hak yang sama atas seluruh sistem kebebasan yang ada dan yang sesuai dengan kebebasan itu. Misalnya adalah kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik, kebebasan berkeyakinan atau beragama, kebebasan menjadi diri sendiri, kebebasan berbicara dan hak untuk mempertahankan milik pribadi.

Dalam mewujudkan jaminan keadilan diperlukan adanya lembaga-lembaga tertentu yang berfungsi untuk memperjuangkan berlakunya kedua prinsip di atas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut Miriam Budiardjo ada lima lembaga yang dibutuhkan dalam mengupayakan jaminan keadilan, yaitu

Pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab

Dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, yang dipilih melalui pemilu yang bebas dan rahasia. Dewan ini mengadakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah secara kontinu, oposisi konstruktif, dan pengawasan.
  1. Organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik.
  2. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat
  3. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi manusia dan mempertahankan keadilan.
Kinerja lembaga-lembaga di atas perlu dipantau dan dikontrol oleh masyarakat untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga tersebut benar-benar berkomitmen dalam menegakkan keadilan. Komitmen-komitmen tersebut dapat dilihat dari dua tolok ukur berikut :
  1. Sejauh mana lembaga-lembaga itu memberikan perhatian secara konkrit terhadap adil tidaknya pranata-pranata dan praktik-praktik kelembagaan yang ada dalam masyarakat.
  2. Sejauh mana prinsip-prinsip keadilan membimbing lembaga-lembaga tersebut dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan dan aturan untuk mengoreksi ketidakadilan dalam struktur masyarakat.
Keterbukaan dan jaminan keadilan harus selalu dipupuk dan diperhatikan sehingga dapat menghasilkan suatu kebijakan publik dan peraturan umum yang mengatur masyarakat dengan baik. Dengan keterbukaan dan jaminan keadilan, masyarakat akan lebih mudah menyampaikan aspirasi dan pendapat yang membangun. Aspirasi masyarakat tersebut dapat disalurkan melalui lembaga perwakilan yang mengawasi realisasi dan aspirasi masyarakat tersebut.

Negara wajib mewujudkan keadilan sosial dan keterbukaan. Hal tersebut tercantum dalam Pancasila sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

C. Pentingnya Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Terbuka

1.  Pengertian Penyelenggara Pemerintahan

Penyelenggara negara dalam arti luas meliputi bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Adapun pengertian dalam arti sempit adalah pemerintah (eksekutif). Menurut UUD 1945 penyelenggara negara meliputi penyelenggara negara dalam berbagai bidang pemerintahan.

Penyelenggara negara menurut undang-undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyeleng-garaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, penyelenggara negara meliputi :

Pejabat negara pada lembaga negara 

a. Menteri

  • Gubernur
  • Hakim
  • Pejabat negara yang lain, misalnya duta besar, wakil gubernur, bupati/walikota
  • Pejabat lain yang memiliki fungsi strategi dalam kaitannya dengan penye-lenggaraan negara, misalnya Gubernur Bank Indonesia, Kapolri, rektor perguruan tinggi negeri.
Penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya berpijak pada asas-asas umum penyelenggaraan negara yang baik. Asas umum penyelenggaraan yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, norma kepatuhan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Asas-asas itu meliputi
  • Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
  • Asas kepastian hukum, yaitu asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
  • Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dengan memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
  • Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
  • Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
  • Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggara negara yang baik harus dapat menerapkan asas keterbukaan, yakni kesediaan penyelenggara negara untuk memberitahukan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggara negara kepada rakyatnya. Dengan keterbukaan itu, rakyat akan percaya dan mendukung penyelenggaraan negara.

2.  Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang Tidak Terbuka

Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang ini belum ada pemerintahan yang diselenggarakan secara terbuka dalam arti yang sebenarnya. Pemerintahan dijalankan secara tertutup dan penuh rahasia. Ada pembatasan yang sangat ketat dan sistematis terhadap akses berbagai informasi penting yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan, tidak jarang pembatasan itu disertai dengan represi dan kekerasan aparat pemerintah terhadap masyarakat.

Penyelenggara negara tertutup berarti, ketidaksediaan para pejabat negara untuk memberitahukan hal-hal publik kepada masyarakat luas. Informasi, keterangan, dan kebijakan tidak dipublikasikan kepada masya-rakat luas, tetapi hanya diketahui terbatas di lingkungan pejabat negara saja.

Akibat langsung dari penyeleng-garaan pemerintahan yang tidak terbuka adalah terjadinya korupsi politik, yakni penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

Korupsi politik di Indonesia telah terjadi di hampir semua tingkatan pemerintahan, yakni dari tingkat pemerintahan desa sampai dengan pemerintahan tingkat pusat. Karena ketertutupan penyelenggaraan pemerintahan telah berlangsung lama, korupsi politik telah menjadi sebuah jaringan yang beroperasi sangat rapi dari pusat sampai daerah. Korupsi politik telah membawa akibat lanjutan, yakni krisis di berbagai bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan.

Dalam bidang politik, lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak dapat berfungsi secara optimal. Lembaga eksekutif sangat sedikit menghasilkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum. Bahkan, tak jarang kebijakan hanya sebagai proyek untuk memperkaya diri para pejabat yang terlihat di dalamnya. Lembaga legislatif jarang menghasilkan perundang-undangan yang sungguh-sungguh konsisten dengan pesan konstitusi sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat. Hal ini terjadi karena proses pembahasan perundang-undangan diwarnai oleh kompromi-kompromi dengan imbalan uang. Lembaga yudikatif juga sering menghasilkan putusan-putusan yang kontroversial, yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena hukum dapat dibeli, siapa yang memiliki uang, dialah yang akan menang di pengadilan.

Dalam bidang ekonomi, semua kegiatan ekonomi khususnya yang bersing-gungan dengan birokrasi pemerintahan diwarnai dengan uang pelicin. Hal ini mengakibatkan bahwa kegiatan ekonomi menjadi berbelit-belit sehingga para investor pun enggan berinvestasi. Kegiatan ekonomi berjalan lambat dan pengangguran terjadi di mana-mana. Bidang sosial budaya dan agama diwarnai oleh pendewaan materi dan budaya konsumtif. Hidup semata-mata hanya untuk memperoleh kekayaan dan kenikmatan hidup tanpa memedulikan moral dan etika. Hidup keagamaan hanya bersifat formalistik. Di satu sisi orang rajin beribadah dan menyukai simbol-simbol keagamaan, tetapi bersama dengan itu orang tidak merasa bersalah ketika melakukan korupsi dan berbagai tindakan yang tidak mendeteksi secara dini, mencegah dan mengatasi berbagai gejolak sosial dan gangguan keamanan yang terjadi di dalam masyrakat.

Penyelenggaraan negara yang tertutup dapat merenggangkan hubungan antara pemerintah dan rakyat. Hal tersebut dapat menimbulkan krisis keper-cayaan karena rakyat makin tidak percaya pada pemerintah. Ketidakpercayaan ini menimbulkan kesulitan untuk menciptakan partisipasi dan dukungan rakyat dalam pembangunan sehingga dapat melemahkan persatuan dan proses kemajuan bangsa.

Ketertutupan mengakibatkan ketidakmampuan mencegah berbagai patologi sosial, ekonomi, politik, korupsi, dan nepotisme. Ketertutupan juga berakibat pada matinya peluang untuk mengembangkan daya kreatif dan kemampuan bersaing secara terbuka dan adil, penyalahgunaan kekuasaan secara luas dan ketidakmampuan rakyat melakukan pengawasan dan pengendalian secara efektif.

Akibat penyelenggaraan negara yang tidak transparan dapat terjadi hal-hal berikut.
  • Persatuan bangsa melemah.
  • Tidak terwujudnya negara demokrasi.
  • Tidak jujurnya pemerintah dan tidak bertanggung jawab.
  • Terhambatnya prakarsa dan partisipasi rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  • Renggangnya hubungan antara pemerintah dan rakyat.
  • Penurunan kepercayaan dan dukungan rakyat pada pemerintah.
  • Timbulnya prasangka dan kecurigaan rakyat terhadap pemerintah.
  • Rentan terhadap penyimpangan kebijakan sebab rakyat tidak tahu dan tidak dapat mengawasinya.
Kebijakan dan informasi bersifat publik hanya diketahui para pejabat atau orang-orang tertentu, sedangkan rakyat banyak tidak tahu.

Pemerintahan yang tidak transparan akan memunculkan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan yang bermuara pada terancamnya kelestarian kehidupan berbangsa.

3.  Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Terbuka

Keterbukaan dalam penyelenggaraan negara tidak dapat terwujud dengan sendirinya, melainkan dengan menyadarkan diri pada niat baik pemerintah. Akan tetapi, niat baik pemerintah dapat hilang bersama dengan berlalunya waktu. Menurut Lord Acton, kekuasaan cenderung disalahgunakan. Semakin besar kekuasaan, semakin besar pula kemungkinan untuk disalahgunakan. Menurut Larry Diamond, kecenderungan umum perilaku birokrasi pemerintah di negara mana pun adalah menutup-nutupi kegiatan-kegiatan dan informasi-informasi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam selubung kerahasiaan dan prosedur-prosedur yang buram.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka, dibutuhkan perundang-undangan mengenai kebebasan informasi. Perundang-undangan sekurang-kurangnya berisi ketentuan hukum yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
  • memberikan perincian yang sangat jelas mengenai pengecualian terhadap kebebasan informasi.
  • memungkinkan adanya sumber informasi alternatif yang bisa dimanfaatkan oleh parlemen, pemerintah, dan publik.
  • memberikan jaminan kepada mereka yang mengungkapkan adanya ketidakberesan dalam tubuh pemerintah.
  • mewajibkan agar rapat-rapat lembaga-lembaga publik dilakukan secara terbuka.
  • menjamin hak publik untuk memiliki akses terhadap berbagai dokumen pemerintah.
  • mewajibkan pemerintah untuk bersikap terbuka.

D. Bersikap Positif terhadap Upaya Mewujudkan Keter-bukaan dan Jaminan Keadilan

Sikap Apresiatif terhadap Keterbukaan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Apresiasi merupakan upaya untuk memahami, menilai, dan menghargai sesuatu, dalam hal ini adalah keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adanya apresiasi menentukan berkembang atau surutnya keterbukaan. Apabila daya apresiasi masyarakat rendah, dapat dipastikan iklim keter-bukaan tidak akan berkembang bahkan semakin surut. Namun, jika apresiasi masyarakat cukup tinggi, ada harapan bahwa keterbukaan dapat berkembang ke arah yang lebih baik.

Sikap apresiatif terhadap keterbukaan dapat ditunjukkan melalui upaya-upaya konkret sebagai berikut.
  • Menghargai tindakan pemerintah dan berbagai pihak yang konsisten terhadap pelaksanaan prinsip keterbukaan.
  • Berusaha mengetahui dan memahami berbagai hal mendasar yang berkaitan dengan prinsip keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  • Turut serta secara aktif mencermati berbagai kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  • Melalui informasi yang dimiliki, berusaha menilai perkembangan kondisi keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  • Melalui berbagai saluran yang ada, berusaha mengajukan kritik terhadap tindakan yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan memberikan solusi alternatif dalam mewujudkan adanya jaminan terhadap keterbukaan.
  • Menumbuhkan dan menerapkan budaya keterbukaan yang dapat dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun dalam lingkungan masya-rakat.
  • Membentuk perkumpulan yang sifatnya lintas suku, dan lintas agama.
  • Melakukan dialog, pertemuan dengan orang-orang yang berbeda suku bangsa.
  • Mengadakan kegiatan yang diikuti oleh seluruh anggota suku bangsa, seperti pekan seni dan olahraga.
  • Menikmati kesenian, hasil budaya dan pentas kebudayaan suku bangsa lain.

2.  Perilaku Positif dalam Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan

Adanya perilaku positif dan partisipasi masyarakat dapat menentukan mengua atau melemahnya jaminan keadilan. Apabila masyarakat tidak bersedia untuk berperilaku positif dan berpartisipasi, dapat dipastikan iklim jaminan keadilan tidak akan berkembang ke arah yang lebih baik. Sebaliknya, apabila masyarakat bersedia berperilaku positif dan mau berpartisipasi, ada harapan bahwa jaminan keadilan akan semakin menguat dan berkembang ke arah yang lebih baik. Upaya meningkatkan jaminan keadilan dapat diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang hukuman politik, sosial budaya, ekonomi, dan pendidikan.

Bidang hukum, misalnya

  • menerapkan asas praduga tidak bersalah,
  • memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mendapatkan perlindungan hukum, dan
  • memberikan hukuman sesuai dengan perbuatannya.

Bidang politik, misalnya

  • menghargai hak-hak kaum minoritas,
  • memperlakukan partai politik atau organisasi lain secara sama, dan
  • memberi hak setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan menge-mukakan pendapat

Bidang sosial budaya, misalnya

menyantuni fakir miskin dan anak telantar,
  • tidak diskriminatif terhadap orang yang berbeda status sosialnya, dan
  • memberikan kesempatan yang sama pada kebudayaan daerah untuk berkembang.

Bidang ekonomi, misalnya

  • memberikan subsidi pada penduduk dan daerah yang tidak mampu,
  • mertakan hasil pembangunan kepada daerah sesuai dengan besarnya sumbangan daerah tersebut, dan
  • memberikan upah sesuai dengan prestasi dan kemampuan.

Bidang pendidikan, misalnya

  • membangun gedung sekolah di daerah terpencil,
  • memberikan beasiswa kepada anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan
  • menerima siswa baru berdasarkan hasil tes seleksi penerimaan siswa baru.
Sudah seharusnya masyarakat bersedia berperilaku positif dan berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan keadilan melalui upaya-upaya konkrit berikut.
  • Membiasakan diri bertindak adil.
  • Mengkritik tindakan yang tidak adil dan memberikan solusi alternatif dalam mewujudkan jaminan keadilan yang lebih baik.
  • Menghargai tindakan berbagai pihak yang memperkuat jaminan keadilan.
  • Memantau kinerja berbagai lembaga yang bertugas memberikan jaminan keadilan.
  • Mencermati fakta ketidakadilan dalam masyarakat dan kebijakan yang berkaitan dengan jaminan keadilan.
  • Mengetahui dan memahami hal-hal mendasar yang berkaitan dengan jaminan keadilan.
Sebagai warga bangsa dan negara, sudah sepatutnya warga mendukung setiap usaha dalam menegakkan keadilan. Melalui upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat terbentuk pengawasan publik yang telah efektif terhadap kinerja lembaga-lembaga yang berfungsi memberikan jaminan keadilan serta dapat menum-buhkembangkan kesadaran dan kebiasaan masyarakat untuk bertindak adil.

Jaminan keadilan harus ditopang oleh meningkatnya kinerja lembaga-lembaga keadilan dalam masyarakat sehingga dapat membuat jaminan keadilan itu semakin kukuh.
Jaminan Keadilan Melalui Sistem Peradilan Pidana Terpadu

Upaya mengubah sistem peradilan pidana dengan meletakkan pengalaman perempuan ketika bersentuhan dengan sistem hukum akan lebih mudah dicapai kalau perspektif dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) atau Criminal Justice System sudah dipahami oleh aparat penegak hukum. SPPT diharapkan menjadi alat tangguh untuk melindungi kelompok rentan, termasuk perempuan korban kekerasan, dan menghentikan ketidakadilan yang disahkan atas nama hukum. Persoalan besarnya, seperti dikemukakan Wakil Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Deliana Sayuti Ismudjoko, perspektif itu tidak mudah diterima apalagi dipahami oleh sebagian aparat penegak hukum.

“Banyak perempuan korban kekerasan yang ketika membutuhkan perlindungan malah mendapat tekanan dan penindasan. Ada korban yang ketika kasusnya sampai ke tangan yang berwajib, posisinya malah berbalik menjadi terdakwa,” ungkap mantan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta itu dalam seminar mengenai SPPT, pekan lalu di Jakarta. Liva Malahanum, pembela hukum para korban kekerasan dalam rumah tangga, dalam sesi tanya jawab memaparkan sikap aparat yang melecehkan korban, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Perlakuan itu diterima korban yang dalam situasi tertekan, malu, pesimis orang tak percaya apa yang diceritakannya, tak ingin mengingat apa yang sudah dialaminya, dan trauma. Deliana memaparkan, meskipun ada Gender Vocal Point di kejaksaan dan ada sekitar 300-an Ruang Pemeriksaan Khusus (RPK) di kepolisian resor, tidak semua aparat memiliki pemahaman yang cukup sensitif mengenai kekerasan terhadap perempuan. Murnila, S.H. dari RPK kepolisian mengakui adanya hambatan internal di dalam lembaganya. Hal yang sama juga diakui Eko Siwi Iriyani, S.H. dari kejaksaan yang mengatakan bahwa perspektif jaksa dalam masalah itu belum sama. “Polisi, jaksa, dan hakim seharusnya mempunyai persepsi dan standar yang sama mengenai peraturan yang terkait dengan kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan atau UU PKDRT,” ujar Deliana.

Layanan untuk korban

Jaminan hukum yang ditawarkan UU PKDRT, seperti ditulis Deputi Bidang Perlindungan Perempuan, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (KPP), Dr. Ir. Irma Alamsyah Djaya Putra, M.Sc.— diwakili oleh Retno Adji Prasetiaju, S.H., Kepala Bidang Advokasi dan Fasilitasi Tindak Kekerasan terhadap Perempuan KPP—berpengaruh pada layanan terhadap perempuan korban kekerasan untuk mendapatkan layanan publik, serta keberanian lebih untuk membuka sesuatu yang selama ini dipandang sebagai “aib” keluarga, guna menyelesaikan kasus kekerasan yang dialaminya.

Ketika menjawab pertanyaan peserta, Deliana menjelaskan perbedaan antara UU Nomor 1 Tahun 1946 mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan perubahannya dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) dengan UU PKDRT. “Dalam KUHP maupun KUHAP orang baru bisa dinyatakan bersalah kalau ada tiga saksi,” tutur Deliana. Apabila peristiwanya terkait dengan peristiwa politik, seperti terorisme, Deliana bisa memahami. Akan tetapi, bagaimana dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga? “Dalam UU PKDRT dengan satu saksi, yaitu saksi korban dan alat bukti yang sah, yaitu visum, pelaku bisa dinyatakan bersalah. Tetapi, kalau aparat penegak hukum maunya pakai KUHP bagaimana?” tanya Deliana. KUHP juga tidak mengatur soal pendampingan. Itulah, seperti dia tegaskan, pentingnya sosialisasi SPPT agar aparat penegak hukum mempunyai pemahaman dan perspektif yang sama dalam soal kekerasan terhadap perempuan. Untuk itu, menurut Retno, Kantor Menneg PP beberapa tahun terakhir ini melakukannya bersama-sama dengan organisasi perempuan, Derap Warapsari, Covention Watch, dan Pusat Kajian Wanita Universitas Indonesia. Akan tetapi, sosialisasi itu masih jauh dari cukup.

SPPT tidak dimaksudkan menjadi undang-undang. Meskipun begitu, menurut Sri Wiyati Eddyono dari Komnas Perempuan, SPPT merupakan konsep atau gagasan yang dapat diimplementasikan kepada siapa saja. Konsep itu merupakan konsep bersama yang menggunakan perspektif korban. Penjelasan ini melengkapi pandangan staf pengajar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rudy Satriyo Mukantardjo, yang memaparkan makna reposisi peranan korban dari yang tak punya hak dalam ikut menentukan hasil akhir jalannya sistem peradilan, menjadi mempunyai hak, bahkan sangat menentukan. Jalan SPPT yang berkeadilan jender dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti dikemukakan Deliana, masih membutuhkan waktu panjang. Namun, Murnila masih optimistis. Yang penting, koordinasi, keterbukaan, kontak, dan sosialisasi harus lebih sering dilakukan. Eko Siwi berharap agar masyarakat juga proaktif menuntut jaksa, baik melalui surat maupun kontak personal.

Lihat juga
Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
Demikianlah materi membahas tentang Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Semoga bermanfaat dan kedepannya kita semakin menjadi bangsa dan negara yang senantiasa terbuka serta berbuat adil tanpa memandang golongan tertentu. Agar dapat menuju Indonesia yang makmur, damai, tenteram dan jauh dari permusuhan.

0 Response to "Keterbukaan Dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara"

Posting Komentar

-->