-->

Keamanan Pangan

 

Keracunan makanan dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya juru masak tidak memperhatikan keamanan pangan. Sebagai calon juru masak profesional, kalian hendaknya mempelajari prosedur kebersihan dan sanitasi di tempat kerja serta menerapkan prosedur keamanan pangan. Pada bab ini kalian akan mempelajari materi tersebut. Praktikkan setiap prosedur kebersihan, sanitasi, dan keamanan pangan dengan baik. Terapkan prosedur tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

A. Clean, Health, Safety, and Environment (CHSE)

Penerapan sanitasi dan higiene pada industri kuliner tidak terlepas dari program Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan (Clean, Health, Safety, and Environment) yang dicanangkan oleh pemerintah. Dikutip dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2020), Program Sertifikasi CHSE merupakan proses pemberian sertifikat berkaitan dengan penerapan CHSE kepada usaha pariwisata, usaha/fasilitas lain terkait, lingkungan masyarakat, dan destinasi pariwisata.

Sertifikasi ini memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai jaminan terhadap wisatawan dan masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan oleh usaha pariwisata/terkait sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, wisatawan merasa lebih aman dan nyaman selama berwisata.

Dalam program CHSE, penerapan higiene dan sanitasi merupakan keharusan. Apa yang dimaksud dengan higiene dan sanitasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, higiene adalah ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan; praktik atau prinsip kebersihan. Sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.

Keuntungan menerapkan standar higiene yang tinggi sebagai berikut.

  • Meningkatkan bisnis yang sudah dibangun.
  • Meningkatkan kepercayaan pelanggan.
  • Moral dan loyalitas karyawan lebih meningkat.
  • Standar dan kualitas makanan yang diproduksi meningkat.
  • Mencegah penyakit bawaan yang disebabkan oleh makanan yang kurang bersih. 
  • Keuntungan perusahaan lebih besar.
  • Pemborosan dari segi alat, bahan, waktu, dan tenaga dapat dikurangi.

 Sumber: Charted Institute of Enviromental Health (2000)

Menurut Charted Institute of Environmental Health (2000), dampak jika tidak menerapkan standar higiene yang tinggi sebagai berikut.

  1. Reputasi menurun, moral karyawan menurun, serta keuntungan/laba berkurang sehingga usaha terancam tutup.
  2. Pengeluaran dana lebih besar karena harus membangun reputasi dan merekrut karyawan kembali.
  3. Banyak bahan makanan dan makanan yang tidak layak makan, terbuang karena rusak ataupun basi sehingga menimbulkan kerugian.
  4. Harus membayar kompensasi moral dan material jika pelanggan mengalami sakit karena mengonsumsi produk yang dibuat. 

B. Pengertian Keamanan Pangan

Sebelum masuk pada materi keamanan pangan, bacalah contoh kasus di bawah ini dengan cermat!

Sejumlah Warga Mengalami Mual dan Muntah Akibat Keracunan Makanan Acara Pernikahan
 
Acara pernikahan semestinya meninggalkan kenangan yang menyenangkan dan menggembirakan. Namun, hal ini tidak terjadi pada acara pernikahan seorang warga di Desa Sukamaju. Akibat menyantap hidangan makanan dari sebuah katering dalam acara pernikahan tersebut, sejumlah warga di Desa Sukamaju mengalami keracunan massal pada Minggu, 26 Juni 2022.

Para korban keracunan makanan dalam acara tersebut ada yang mengalami gejala pusing, mual, muntah, atau diare. Korban segera dilarikan ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan.

Penerapan Clean, Health, Safety, and Environment (CHSE) di industri kuliner erat kaitannya dengan keamanan pangan. Keamanan pangan merupakan prosedur untuk menjaga pangan agar selamat serta aman dikonsumsi karena tidak terdapat benda yang mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang aman juga tidak bertentangan dengan keyakinan dan budaya masyarakat setempat.
 
Dalam pengolahan makanan dan minuman, risiko keamanan pangan perlu diperhatikan sehingga kasus keracunan makanan atau infeksi akibat makanan dapat dihindari. Keracunan makanan dapat terjadi ketika mikroorganisme berbahaya tumbuh dan menghasilkan toksin atau racun pada makanan. Saat dikonsumsi, racun akan menyebabkan tubuh bereaksi dengan cepat sehingga muncul gejala-gejala keracunan makanan.

Keracunan makanan berbeda dengan infeksi akibat makanan. Pada infeksi akibat makanan, mikroba berbahaya dalam keadaan hidup tertelan, masuk ke area pencernaan manusia, dan berkembang biak. Tanda-tanda infeksi makanan akan muncul lebih lambat dibandingkan dengan tanda keracunan makanan.

Dalam melaksanakan prosedur keamanan pangan, seorang juru masak perlu memiliki pengetahuan tentang sanitasi, higiene, serta bahaya dan risiko yang berkaitan dengan keselamatan makanan. Sanitasi diartikan sebagai usaha untuk menciptakan suatu keadaan yang baik dan sehat untuk manusia, sedangkan higiene merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari kuman penyakit. Di dapur, penerapan sanitasi dan higiene dapat melindungi makanan dari kontaminasi mematikan dan mencegah bakteri atau mikroorganisme berbahaya sehingga tidak berkembang biak.

Bahaya dan risiko keamanan pangan dapat terjadi saat pengolahan dan penyajian makanan. Bahaya dalam keamanan pangan diartikan sebagai suatu bahan atau zat yang benar-benar ada dan merugikan orang yang mengonsumsinya. Adapun risiko keamanan pangan dapat diartikan sebagai sesuatu yang mungkin terjadi dan akan menyebabkan kerugian atau potensi kerugian/cedera saat terjadi bahaya. Seorang juru masak hendaknya mampu mengidentifikasi bahaya dan risiko keamanan pangan. Dengan demikian, juru masak dapat melakukan pencegahan bahaya dan risiko tersebut melalui penerapan prosedur sanitasi dan higiene.

C. Jenis Bahaya dan Risiko Keamanan Pangan

Secara garis besar bahaya dan risiko keamanan pangan disebabkan oleh tiga faktor penyebab, yaitu faktor biologis, fisik, dan kimia yang dideskripsikan sebagai berikut.
 
1. Bahaya Biologis
 
Bahaya biologis disebabkan oleh makhluk hidup dan mikroorganisme yang terdapat pada makanan atau minuman. Mikroorganisme dapat mengancam kesehatan orang yang mengonsumsi makanan tersebut. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia memiliki risiko keamanan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contoh bahaya biologis pada bahan pangan sebagai berikut.

2. Bahaya Fisik 

Bahaya fisik merupakan jenis bahaya yang disebabkan oleh benda-benda yang terdapat pada makanan dan membahayakan pelanggan. Apabila benda tersebut terdapat pada makanan dapat melukai tenggorokan. Contoh paling sering ditemui antara lain isi stapler yang tidak sengaja masuk ke makanan, kerikil, dan potongan tulang.

3. Bahaya Kimia 

Bahaya kimia disebabkan oleh beberapa faktor berikut. 

a. Zat Kimia yang Secara Alami terdapat pada Makanan dan Merugikan Manusia 

Beberapa jenis bahan makanan secara alami mengandung bahan kimia berbahaya bagi manusia. Oleh karena itu, perlu pengolahan yang tepat agar bahan kimia berbahaya tersebut tidak terkonsumsi.

b. Bahan Tambahan Pangan dengan Kadar Berlebihan

Penggunaan bahan tambahan pangan pada makanan perlu mengikuti aturan pemerintah. Dalam hal ini pihak yang berwenang mengatur adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pada kemasan bahan tambahan makanan yang sudah mendapatkan izin BPOM, dipastikan telah tercantum tata cara penggunaannya beserta takarannya. Seorang juru masak harus mengikuti aturan tersebut agar keamanan makanan yang diolah tetap terjaga. Penggunaan secara berlebihan dari bahan tambahan makanan dapat menimbulkan risiko bahaya.

c. Bahan Kimia yang Seharusnya Tidak Boleh Ditambahkan dalam Makanan

Beberapa orang yang tidak peduli dengan keamanan pangan terkadang menambahkan bahan kimia yang tidak seharusnya dikonsumsi oleh manusia dengan sembarangan. Penggunaan bahan kimia dalam makanan perlu dihindari karena dapat membahayakan kesehatan konsumen. Contoh bahan kimia tersebut disajikan dalam tabel berikut.

d. Pestisida yang Masih Menempel pada Makanan dan Logam Berat 

Pestisida merupakan zat yang sering digunakan petani untuk mengendalikan hama. Akan tetapi, dalam kadar tertentu pestisida dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, pencucian bahan makanan sangat penting dilakukan. Pencucian bahan makanan salah satunya berfungsi untuk menghilangkan sisa pestisida yang masih menempel.

Selain pestisida, bahan makanan terkadang tercemar logam berat, seperti timbal, merkuri, arsen, dan kadmium. Logam berat tersebut dapat masuk ke bahan makanan melalui tanah, ternak yang pakannya tercemar, limbah industri yang mencemari laut dan sungai, serta kemasan makanan.

D. Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang merupakan perpindahan bakteri dan mikroorganisme lain yang berbahaya dari satu makanan ke makanan lain. Kontaminasi silang dapat terjadi saat penyiapan bahan makanan, proses pengolahan yang tidak tepat, proses penyimpanan, dan saat pendistribusian. Contoh kontaminasi silang adalah telur mentah yang disimpan dalam satu tempat bersama dengan daging ikan yang tidak dibungkus. Pencampuran tersebut dapat menyebabkan perpindahan bakteri salmonela dari telur ke ikan. 

Untuk mencegah kontaminasi silang, beberapa tindakan yang perlu dilakukan sebagai berikut.

1. Tidak menyimpan bahan yang berbeda jenis di tempat atau wadah yang sama.

2. Menggunakan satu talenan khusus untuk bahan makanan hewani yang mentah dan tidak digunakan untuk bahan makanan lain. Di dapur kuliner, penggunaan talenan dibedakan menurut warnanya yang dapat dilihat pada gambar 55

3. Jika di dapur hanya tersedia satu talenan, maka cuci sampai bersih dan lakukan prosedur sanitasi sebelum digunakan untuk bahan yang berbeda. Sebagai contoh, setelah digunakan untuk memotong ikan mentah, talenan dicuci dengan sabun dan disiram air panas sampai aroma amis ikan hilang. Setelah itu talenan dapat dipakai untuk memotong sayuran hijau. Contoh lain dengan membedakan talenan dan pisau yang digunakan untuk makanan mentah dengan makanan matang.

4. Jika hanya menggunakan satu pisau untuk jenis makanan yang berbeda, pisau hendaknya selalu dicuci dengan bersih sebelum digunakan untuk memotong bahan makanan lain. 5. Selalu mencuci tangan sebelum menangani bahan makanan dengan jenis berbeda.

E. Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Illness)

Pernahkah kalian mendengar istilah penyakit bawaan makanan (foodborne illness)? Penyakit ini timbul akibat penanganan bahan makanan dengan cara yang tidak tepat dan adanya kontaminan.

1. Penanganan Makanan yang Tidak Benar

Penanganan makanan yang tidak benar dapat menyebabkan foodborne illness. Adapun contoh penanganan bahan makanan yang tidak tepat sebagai berikut.

a. Penyimpanan bahan dengan pendinginan yang tidak tepat.
b. Persiapan bahan makanan pada awal waktu. Sebagai contoh, menyiapkan daging ayam yang disimpan pada suhu yang tidak tepat dan akan digunakan tiga hari kemudian.
c. Orang yang terinfeksi penyakit kemudian menangani bahan makanan.
d. Makanan yang dipanaskan berulang-ulang.
e. Penyimpanan pada suhu panas yang tidak tepat.
f. Penggunaan makanan atau bahan mentah yang terkontaminasi.
g. Membeli bahan baku dari sumber yang tidak aman.
h. Menggunakan sisa makanan untuk diolah menjadi makanan baru.
i. Kontaminasi silang.
j. Proses memasak dilakukan tidak sesuai prosedur.

2. Kontaminan 

Kontaminan merupakan sesuatu yang merugikan atau membahayakan hidup manusia atau makhluk hidup lain. Kontaminan ini biasanya terkandung pada air, udara, tanah, dan makanan. Kontaminan yang menyebabkan foodborne illness sebagai berikut.

  • Biologis, seperti bakteri patogen atau mikroba berbahaya lain. Contoh mikroba patogen yaitu bakteri Clostridium Botulinum yang menyebabkan penyakit Botulisme dan Salmonella Typhi yang menyebabkan sakit tifus.
  • Fisik, berupa benda-benda yang seharusnya tidak dimakan dan tidak ada dalam makanan. Contoh kontaminan fisik yaitu tulang, pecahan kerikil, dan helaian rambut.
  • Bahan kimia berbahaya atau bahan kimia yang digunakan secara berlebihan seperti mercuri (logam berat) dan pestisida. 

Penyakit bawaan makanan (foodborne illness) dapat dicegah dengan cara menghambat, menghentikan, atau menghilangkan mikroorganisme berbahaya dengan mengendalikan faktor-faktor yang berpengaruh. Menurut The BC Cook Articulation Committee (2015), ada enam poin pencegahan penyakit bawaan makanan yang disingkat dengan istilah FATTOM untuk memudahkan mengingat. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut. 

a. Food (Makanan) 

Bakteri dan mikroorganisme berbahaya membutuhkan makanan atau media untuk bertahan hidup. Beberapa bakteri membutuhkan protein untuk berkembang biak. Oleh karena itu, kalian hendaknya menjaga makanan sumber protein dalam keadaan tertutup dan disimpan pada suhu yang tepat. 

b. Acid (Asam) 

Keadaan asam menyebabkan bakteri patogen tidak dapat tumbuh. Oleh karena itu, kalian dapat menggunakan bahan-bahan yang bersifat asam untuk mencegah pertumbuhan bakteri tersebut. 

c. Temperature (Suhu) 

Bakteri patogen biasanya tumbuh cepat pada suhu yang hangat, yaitu antara 4°C sampai 60°C. Suhu ini sering dikenal dengan istilah zona bahaya (danger zone). Simpan makanan pada suhu di bawah atau di atas danger zone agar makanan lebih aman.

d. Time (Waktu)

Waktu dibutuhkan bakteri untuk berkembang biak. Oleh karena itu, kalian perlu memperhatikan lama bahan makanan atau makanan ketika disimpan pada suhu tertentu. Jangan sampai makanan disimpan dalam waktu lama pada suhu yang memudahkan bakteri berkembang biak. 

e. Oxygen (Oksigen) 

Bakteri jenis aerob memerlukan oksigen untuk tumbuh. Oleh karena itu, makanan dapat disimpan atau dikemas di tempat tanpa oksigen untuk mencegah bakteri jenis aerob tumbuh. Salah satu cara mengemas makanan tanpa udara sehingga makanan lebih awet dilakukan melalui vacuum packaging (kemasan vakum). 

f. Moisture (Kelembapan)

Bakteri dapat berkembang biak dengan pesat pada ruangan dengan kelembapan tertentu. Kalian dapat mengatur kelembapan ruangan pengolahan makanan agar pertumbuhan bakteri terhambat. Bahan makanan yang lembap akan mempercepat perkembangbiakan bakteri. Oleh karena itu, pastikan bahan makanan yang lembap disimpan pada tempat yang memiliki suhu di luar danger zone.

F. Prosedur Identifikasi serta Pencegahan Bahaya dan Risiko Keamanan Pangan

Ketika melakukan identifikasi bahaya dan risiko keamanan pangan, kalian hendaknya mengetahui tanda-tanda kerusakan pangan terlebih dahulu. Setiap jenis bahan makanan memiliki ciri berbeda ketika rusak. Beberapa tanda kerusakan pangan sebagai berikut.

Bahan makanan akan cepat rusak jika tidak ditangani dan disimpan dengan benar. Dalam penyimpanan bahan makanan, perlu diperhatikan suhu yang berbahaya terutama untuk jenis bahan makanan yang mengandung protein tinggi. Jenis bahan makanan ini mudah rusak karena bakteri. Oleh karena itu, suhu ruang penyimpanannya perlu diatur sedemikian rupa sehingga bakteri tidak mudah berkembang biak.

Menurut Food Safety Information Council, zona suhu berbahaya ada di antara 5 C dan 60 ⁰ C karena mudah bagi bakteri patogen untuk berkembang biak pada makanan. Meminimalisasi makanan disimpan pada suhu tersebut untuk menjaga agar makanan tetap aman. Makanan yang disimpan pada pendingin harus disimpan pada suhu 5 ⁰ C atau di bawahnya. Makanan panas harus disimpan di atas 60 ⁰ C. 

Bahan makanan yang sudah rusak tidak layak dikonsumsi. Saat dipaksakan dikonsumsi, akan berisiko terjadi gangguan kesehatan, baik dengan akibat ringan maupun fatal. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan sehingga bahan makanan tidak mudah rusak. Adapun bentuk pencegahan yang dapat dilakukan sebagai berikut.

  1. Pengeringan dengan cara mengurangi kadar air pada bahan makanan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran, baik di bawah sinar matahari langsung maupun menggunakan alat.
  2. Pemanasan dengan mengalirkan panas ke bahan makanan.
  3. Pendinginan dan pembekuan dengan meletakkan bahan makanan di suhu dingin atau suhu beku.
  4. Perlakuan dengan bahan kimia (fermentasi dan pemberian bahan pengawet), misalnya penggaraman.
Agar bahaya dan risiko keamanan pangan dapat diminimalisasi, seorang juru masak perlu mengidentifikasi bahaya dan risiko pangan yang dapat dilakukan dengan cara berikut.
  1. Observasi mandiri, dengan melakukan pengamatan terhadap area kerja, peralatan serta bahan makanan, termasuk pengamatan terhadap suhu dan tanda peringatan bahaya (jika ada).
  2. Mengamati dan menganalisis catatan keamanan pangan. Sebagai contoh, membuat daftar peralatan yang rusak dan memerlukan perbaikan, suhu tempat penyimpanan yang tidak sesuai, area yang memerlukan perbaikan khusus, termasuk staf yang sedang sakit tidak diizinkan melakukan penanganan pada makanan.
  3. Melakukan pemeriksaan tempat kerja secara rutin.

G. Standar, Prosedur, dan Praktik Kebersihan

Seorang juru masak, asisten juru masak, dan orang-orang yang tugasnya berkaitan dengan makanan hendaknya menyadari pentingnya makanan kesehatan. Kebiasaan yang dilakukannya memiliki dampak besar bagi keamanan pangan yang disajikan. Oleh karena itu, prosedur perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keamanan makanan perlu diikuti dengan baik. Adapun tindakan yang perlu dilakukan sebagai berikut.
 
1. Menjaga kebersihan pribadi (personal hygiene). 
 
2. Mengenakan pakaian kerja dan alat pengaman atau alat pelindung diri
(APD) sesuai standar perusahaan.
 
3. Menjaga sikap kerja, misalnya melalui tindakan berikut.
a. Menghindari kontaminasi silang.
b. Tidak menggunakan kembali alat/bahan sekali pakai.
c. Mengenakan sarung tangan.
d. Menggunakan peralatan sesuai dengan fungsinya.
 
Kebersihan pribadi (personal hygiene) merupakan sesuatu yang penting dan perlu diperhatikan. Seorang juru masak profesional selalu menjaga kebersihan diri sendiri. Kebersihan diri merupakan salah satu cara menjaga agar tidak terjadi kontaminasi makanan. Lantas, apa saja aspek yang termasuk personal hygiene bagi seorang juru masak? Coba perhatikan gambar 5.7.

 Selain menjaga penampilan diri agar kebersihan tetap terjaga, seorang juru masak harus menjaga sikap kerja sesuai standar, prosedur, dan praktik kebersihan di dapur. Salah satu contohnya dengan mencuci tangan sebelum menyentuh makanan. Saat ini, untuk menjaga agar sanitasi dan higiene tetap terjaga dengan baik, banyak tempat menyediakan keran air dengan pedal atau sensor, tidak lagi manual diputar dengan tangan. Mencuci tangan juga dapat dilakukan menggunakan air hangat. Cara mencuci tangan yang benar dapat kalian lihat pada gambar 5.8.

Menurut Wiliam Angliss Institute of TAFE (2012), waktu mencuci tangan sebagai berikut.
  1. Keluar dari toilet.
  2. Setelah memegang permukaan benda yang tersentuh banyak orang, seperti pintu dan meja.
  3. Setelah bersih-bersih, menangani sampah, atau sesuatu yang kotor.
  4. Ketika masuk ke dapur.
  5. Setelah memegang anggota tubuh, terutama hidung, mulut, dan menggaruk kulit.
  6. Sebelum mulai bekerja.
  7. Setelah menggunakan tisu atau kain yang digunakan saat batuk dan bersin.
  8. Sebelum dan setelah menangani makanan yang sudah matang.
  9. Sebelum dan setelah menangani makanan segar/mentah.
  10. Setelah memegang uang.

H. Menangani dan Menyimpan Bahan Makanan

Prosedur keamanan makanan diterapkan mulai dari bahan makanan diterima hingga makanan disajikan kepada konsumen. Bahan makanan yang diterima dari pemasok terkadang tidak langsung diolah, tetapi disimpan terlebih dahulu. Dalam menyimpan bahan makanan, standar berikut perlu diikuti.
 
1. Wadah atau kemasan yang dipakai menggunakan material/bahan food grade, yaitu kemasan dari material yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
2. Bahan makanan disimpan dalam keadaan
tertutup untuk melindungi dari kontaminasi. Cantumkan tanggal produksi untuk mengetahui masa simpan makanan tersebut.
 
3. Persediaan selalu dirotasi.
4. Selalu memastikan tempat penyimpanan dalam keadaan bersih.
5. Jangan menyimpan bahan makanan langsung menyentuh lantai.
6. Hindarkan tempat penyimpanan dari hama dan hewan pengerat.
7. Jangan menyimpan bahan makanan mentah pada tempat yang sama dengan makanan olahan atau yang sudah matang.

Penyimpanan bahan makanan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu penyimpanan kering, penyimpanan dingin, dan penyimpanan beku dengan tempat penyimpanan yang berbeda.
  1. Tempat penyimpanan kering, yaitu ruangan atau tempat untuk menyimpan bahan kering, seperti tepung, biji-bijian, dan makanan kaleng. Suhu penyimpanan bahan makanan kering sekitar 2⁰ O C. 
  2. Tempat penyimpanan dingin, dapat berupa kulkas atau ruangan dengan suhu dingin. Tempat ini digunakan untuk menyimpan buah dan sayuran, produk susu dan daging (dalam waktu terbatas). Suhunya antara 2–5 ⁰ C. 3. Tempat penyimpanan beku, digunakan untuk menyimpan produk-produk beku. Tempat penyimpanan ini dipastikan memiliki suhu rekomendasi di bawah -18⁰ C

Untuk menjaga agar makanan yang disimpan selalu dalam keadaan aman, perlu dilakukan pencatatan suhu ruang penyimpanan. Dengan pencatatan ini, akan diketahui ruang penyimpanan memiliki suhu stabil atau tidak. Suhu yang tidak stabil terlebih jika suhu ruang masuk pada danger zone akan menyebabkan bahan makanan yang disimpan memiliki risiko terkontaminasi. Contoh formulir pencatatan suhu dapat dilihat pada gambar 5.11.

 

Selain pencatatan suhu ruang, penyimpanan bahan makanan harus selalu dirotasi. Perputaran persediaan yang efektif untuk bahan makanan dilakukan menggunakan metode FIFO (first in first out). Metode FIFO memiliki keuntungan, yaitu bahan makanan akan terjaga kualitasnya karena tidak ada yang tersimpan terlalu lama di gudang. Metode ini dilakukan dengan cara persediaan yang disimpan lebih dahulu, digunakan lebih dahulu, misalnya sebagai berikut.

  1. Persediaan yang lama diletakkan di depan, persediaan baru di belakangnya.
  2. Bahan yang diletakkan di bawah chest freezer (alat pendingin yang berbentuk seperti kotak peti) harus dipindah ke bagian atas agar dapat digunakan terlebih dahulu, sedangkan bahan baru diletakkan di bawahnya.

 I. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Sistem untuk keamanan pangan ada banyak macamnya. Salah satu yang sering digunakan adalah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP memiliki tujuan untuk menunjukkan letak potensi bahaya dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah. Penerapan HACCP memiliki manfaat antara lain menerapkan keselamatan makanan dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan.  

Pelaksanaan HACCP memiliki tujuh prinsip berikut.

1. Mengidentifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dilakukan pada setiap tahap yang berhubungan dengan produksi pangan. Selain itu, identifikasi perlu dilakukan untuk memeriksa peningkatan kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan. Identifikasi bahaya dilakukan mulai dari penggunaan bahan, faktor intrinsik, proses pembuatan produk, pengemasan, dan distribusinya
kepada konsumen.

2. Menetapkan Critical Control Point (CCP) 

Setelah mengidentifikasi bahaya, prinsip berikutnya adalah menentukan titik kontrol kritis atau critical control point (CCP) yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Titik kontrol kritis yang tidak terkendali dapat menyebabkan timbulnya risiko yang tidak diharapkan. Langkah dalam menentukan titik kontrol kritis dapat menggunakan pertanyaan bantuan sebagai berikut.

Pohon Penentuan CrBerikut ini disajikan contoh menentukan critical control point dengan menu ikan balado berdasarkan pohon penentuan keputusan CCP pada gambar 5.12.itical Control Point

3. Menetapkan Batas/Limit Kritis 

Menetapkan batas/limit kritis artinya menetapkan batas aman yang harus dicapai agar CCP terkendali. Batas kritis digunakan untuk menunjukkan aman atau tidak aman bagi bahan makanan sehingga proses produksi dapat dikelola agar tetap aman. Contoh batas kritis adalah suhu, waktu, kelembapan, konsentrasi bahan tambahan makanan, cemaran, dan kondisi fisik yang terdeteksi. Contoh batas kritis menu balado ikan yang telah dianalisis CCP nya dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut.

4. Memantau CCP dengan Menetapkan Sistem Monitoring 

Langkah ini dilakukan melalui pengujian atau pengamatan dan mencatat hasilnya. Contoh memantau CCP dengan pencatatan suhu ruang penyimpanan bahan dengan formulir pada gambar 5.11.

Monitoring dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

a. Memudahkan pelacakan proses operasional.

b. Menentukan waktu terjadinya kehilangan kendali dan penyimpangan terjadi pada CCP.

c. Menyediakan dokumentasi tertulis untuk digunakan dalam verifikasi.

5. Melakukan Koreksi Jika Terjadi Penyimpangan

Koreksi dilakukan jika terjadi penyimpangan. Jika risikonya tinggi, koreksi dapat dilakukan dengan cara menghentikan proses produksi atau mengeliminasi produk. Jika risikonya rendah, dapat dilakukan penyesuaian.

6. Melakukan Verifikasi

Verifikasi dilakukan dengan menetapkan prosedur verifikasi. Ada empat jenis kegiatan verifikasi, yaitu validasi HACCP, melakukan tinjauan pemantauan CCP, melakukan pengujian bahan baku, melakukan pengujian produk yang sedang diproses dan produk akhir, serta melakukan audit secara internal dan
eksternal.

7. Melakukan Dokumentasi 

Dokumentasi dapat dilakukan melalui pencatatan yang tepat. Sebagai contoh, menyediakan dokumen analisis bahaya dan dokumen penentuan CCP. 

Rangkuman 

Pada industri kuliner, penerapan sanitasi dan higiene dilakukan berdasarkan program Clean, Health, Safety, and Environment (Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penerapan sanitasi dan higiene ini dilakukan untuk menghindari atau mencegah bahaya dan risiko keamanan pangan. 

Penerapan higiene pribadi sangat diperlukan. Seorang juru masak profesional akan selalu menjaga kebersihan dirinya. Pada prosesnya, pengawasan keamanan pangan sering dilakukan menggunakan sistem keamanan pangan, yaitu hazard analysis critical control point (HACCP).

HACCP memiliki tujuan untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal dari makanan yang berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah. Penerapan HACCP memiliki manfaat antara lain menerapkan keselamatan makanan dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan.

0 Response to "Keamanan Pangan"

Posting Komentar

-->