-->

Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dengan Perang Dunia II Serta Perang Dingin

Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dengan Perang Dunia II Serta Perang Dingin - Sebelumnya admin telah membagikan postingan artikel yang berkaitan dengan Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Reformasi. Dan untuk lebih lengkapnya, langsung saja anda menyimak poin-poin dari penjelasan di bawah ini.


Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dengan Perang Dunia II Serta Perang Dingin

A. Akhir Perang Dunia II

Perang Dunia II diakhiri dengan berbagai perjanjian antara pihak yang kalah perang (Jerman, Jepang, dan Italia) dan yang menang perang (pihak Sekutu: AS, Uni Soviet, Inggris, Prancis, dll). Perjanjian yang penting adalah perjanjian Sekutu dengan Jerman dan Sekutu dengan Jepang. Selain itu, pasca-Perang Dunia II juga ditandai dengan berbagai konferensi.

1. Berbagai Konferensi Selama Perang Dunia II

Beberapa konferensi yang diselenggarakan selama Perang Dunia II tentang strategi pertempuran ataupun perdamaian dunia, antara lain sebagai berikut.

a. Konferensi Atlantik

Konferensi Atlantik diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 1941 antara Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika Serikat) dan Winston Churcill (Perdana Menteri Inggris). Konferensi Atlantik menghasilkan piagam perdamaian yang disebut Piagam Atlantik (Atlantik Charter). Piagam Atlantik sebagai fondasi berdirinya PBB.

b. Konferensi Casablanca

Konferensi Casablanca diselenggarakan pada bulan Januari 1943 antara Franklin Delano Roosevelt dan Winston Churcill. Konferensi itu membahas perencanaan penyerbuan tentara Sekutu ke Eropa guna mengalahkan tentara blok Sentral (Poros atau blok Jerman).

c. Konferensi Moskow

Konferensi Moskow diselenggarakan pada bulan Oktober 1943 yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Rusia (Vyacheslav Mikhailovich Molotov), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Cordel Hull), dan Menteri Luar Negeri Inggris (Anthony Eden). Konferensi itu membahas tentang rencana pembentukan organisasi internasional yang menjamin perdamaian.

d. Konferensi Kairo

Konferensi Kairo diselenggarakan pada bulan November 1943 antara Franklin Delano Roosevelt, Winston Churcill, dan Chiang Kai-shek (Cina). Konferensi itu memutuskan bahwa mereka akan menggempur Jepang sampai menyerah.

e. Konferensi Teheran

Konferensi Teheran diselenggarakan pada Desember 1943 yang dihadiri Josep Stalin, Franklin Delano Roosevelt, dan Winston Churcill. Pada prinsipnya konferensi itu mendukung keputusan Konferensi Kairo dan bertekad melanjutkan kerja sama meskipun perang telah berakhir.

f. Konferensi Yalta

Konferensi Yalta diselenggarakan pada bulan Februari 1945 antara Josep Stalin, Franklin Delano Roosevelt, dan Winston Churcill. Konferensi berhasil mengambil keputusan, antara lain:
  • penyerahan Jerman tanpa syarat;
  • pembentukan organisasi internasional yang menjamin perdamaian dunia;
  • perencanaan penyelenggaraan konferensi di San Fransisco pada tanggal 25 April 1945.

2. Perjanjian-Perjanjian Pasca–Perang Dunia II

a. Perjanjian Sekutu–Jerman

Jerman merupakan salah satu negara “Pact Poros” yang hancur dalam PD dan telah menyerah kepada sekutu pada tanggal 7 Mei 1945. AS,Uni Soviet, dan Inggris membicarakan tentang pembagian Jerman, denazifikasi dan demiliterisasi Jerman. Perjanjian Sekutu–Jerman ditentukan oleh Harry S. Truman (Presiden Amerika Serikat), Josep Stalin (Presiden Uni Soviet), dan Clement Richard Attlee (Perdana Menteri Inggris) dalam Konferensi Postdam (2 Agustus 1945). Konferensi Postdam berisi, antara lain sebagai berikut.
  1. Jerman yang dikuasai oleh empat negara Sekutu dibagi dua, yaitu Jerman Timur dan Jerman Barat. Jerman Timur, 1 zona dikuasai oleh Uni Soviet, sedangkan Jerman Barat, 3 zona dikuasai oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
  2. Kota Berlin yang terletak di tengah daerah pendudukan Uni Soviet juga dibagi dua. Berlin Timur diduduki oleh Uni Soviet dan Berlin Barat dikuasai oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
  3. Wilayah Danziq dan daerah Jerman di sebelah timur Sungai Oder dan Niesse diberikan kepada Polandia.
  4. Demiliterisasi bagi Jerman.
  5. Penjahat perang harus dihukum.
  6. Jerman harus membayar kerugian perang. 

b. Perjanjian Sekutu–Jepang

Perjanjian Sekutu–Jepang dilakukan di San Fransisco pada tahun 1945.

Perjanjian tersebut berisi, sebagai berikut.
  1. Kepulauan Jepang diperintah oleh tentara pendudukan Amerika Serikat (untuk sementara).
  2. Kepulauan Kuril dan Sakhalin Selatan diserahkan kepada Uni Soviet, sedangkan Manchuria dan Taiwan diserahkan kepada Cina. Kepulauan Jepang di Pasifik diserahkan kepada Amerika Serikat. Korea akan dimerdekakan dan untuk sementara waktu dibagi dua wilayah pendudukan dengan batas 38° lintang utara. Di bagian utara diduduki Uni Soviet, sedangkan di selatan dikuasai oleh Amerika Serikat.
  3. Penjahat perang harus dihukum.
  4. Jepang harus membayar ganti rugi perang. c. Perjanjian Sekutu dengan Negara Lainnya
Selain mengadakan perjanjian dengan Jerman dan Jepang, sekutu juga mengadakan perjanjian dengan negara-negara lain yang kalah berperang dalam Perang Dunia II.

1) Perjanjian Sekutu–Italia dilaksanakan di Paris pada tahun 1945 dengan beberapa keputusan, antara lain sebagai berikut.
  • Wilayah Italia diperkecil.
  • Triastie menjadi negara merdeka di bawah perwalian PBB.
  • Abbesynia dan Albania memperoleh kemerdekaannya kembali.
  • Semua jajahan Italia dan Afrika Utara dikuasai Inggris.
  • Italia harus membayar ganti rugi akibat perang yang ditimbulkannya.
2) Perjanjian Sekutu–Austria dilaksanakan di Austria pada tahun 1945 dengan berbagai keputusan, antara lain sebagai berikut.
  • Kota Wina dibagi menjadi empat wilayah pendudukan dan dikuasai oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet.
  • Persyaratan lain menyusul karena belum ada keputusan dan persetujuan dari keempat negara pemenang Perang Dunia II di Wina.
3) Perjanjian Sekutu dengan Hongaria, Rumania, Bulgaria, dan Finlandia ditentukan di Paris tahun 1945 dengan beberapa keputusan yang pada intinya sama, yaitu:
  • setiap negara wilayahnya diperkecil;
  • setiap negara harus mengganti biaya perang.

B. Hubungan Dekolonisasi di Asia dan Afrika dengan Transformasi Politik dan Sosial di Berbagai Negara

Pada umumnya kemerdekaan tidak ada yang diberikan sebagai hadiah atau semata-mata karena kebaikan kaum penjajah. Kemerdekaan biasanya direbut dengan kekuatan senjata. Bagi rakyat terjajah hal demikian sering disebut perang kemerdekaan atau perjuangan kemerdekaan. Pada puncak kejayaan kaum imperialis Barat masa lampau terjadi dua kali perang besar, yaitu Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Kedua perang tersebut sangat berpengaruh terhadap perjuangan nasionalisme atau pergerakan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia. Selama Perang Dunia I, hampir seluruh negara Eropa terlibat dalam peperangan yang menimbulkan kehancuran. Oleh karena itu, bangsa Asia dan Afrika meningkatkan tuntutannya kepada negara-negara penjajah, berupa pembaruan pemerintahan dan pembentukan lembaga perwakilan rakyat. Akibat krisis ekonomi setelah Perang Dunia I, negara-negara kolonial berusaha untuk lebih meningkatkan pemerasan kekayaan di daerah-daerah jajahannya di Asia dan Afrika. Hal itu menimbulkan gerakan-gerakan perlawanan yang lebih radikal.

Berakhirnya Perang Dunia II (1939–1945) melahirkan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang terdapat beberapa hal penting yang menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia), antara lain setiap negara dilarang mengambil wilayah negara lain dan penegasan bahwa setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri (self determination). Hal ini merupakan landasan universal bagi perjuangan kemerdekaan bagi negeri-negeri yang terjajah sehingga mendorong perkembangan kemerdekaan negara terjajah untuk mencapai kemerdekaan. Piagam tersebut menjadi landasan berdirinya PBB. Tahun 1945 yang membuat akselerasi proses dekolonisasi di Asia Afrika. Proses pelepasan negara jajahan dari negara induknya ini disebut proses dekolonisasi. Dekolonisasi adalah istilah yang dipakai bangsa-bangsa Eropa di dalam menjalankan praktik imperialisme dan kolonialisme di wilayah Asia dan Afrika. Dengan didasari oleh semangat untuk menentukan nasib sendiri (self determination), faktor ideologi dan strategi antiimperialisme yang dimiliki oleh pergerakan-pergerakan kebangsaan negara-negara di Asia Afrika harus berjuang secara fisik untuk meraih kemerdekaan.

Pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II, kaum imperialis banyak meng-gunakan juga pasukan-pasukan dari negeri jajahannya. Pengerahan pasukan dari negeri jajahan sejalan dengan propaganda demokrasi dan berpemerintahan sendiri yang dalam praktiknya tidak pernah datang tanpa adanya perjuangan. Para prajurit dari negeri jajahan yang ikut dalam perang besar menjadi pendorong perkembangan pergerakan kemerdekaan dari setiap negara jajahan di kawasan Asia dan Afrika yang pada puncaknya melahirkan negara-negara baru yang merdeka dan berdaulat.

Perang Dunia I dan Perang Dunia II berpengaruh terhadap perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Perang Dunia I, corak dan haluan berbagai organisasi Pergerakan Nasional Indonesia berubah ke arah yang lebih tegas, lebih berani, dan lebih keras. Sikap radikal dari berbagai organisasi Pergerakan Nasional mungkin karena terpengaruh ucapan Presiden Wilson pada akhir Perang Dunia I yang menganjurkan agar bangsa-bangsa di dunia yang masih dijajah diberi hak untuk menentukan nasib sendiri. Sebaliknya, Perang Dunia I menimbulkan kesulitan bagi pemerintah Kerajaan Belanda. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda bersikap mendekati organisasi Pergerakan Kebangsaan Indonesia.

Pada bulan Mei 1918, pemerintah kolonial Belanda membentuk Dewan Rakyat (Volksraad). Pada Sidang Dewan Rakyat tanggal 18 November 1918, Gubernur Jenderal Hindia Belanda van Limburg Stirum menyampaikan pidato yang menjanjikan pembaruan pemerintahan di Indonesia. Pidato gubernur jenderal ini lebih dikenal sebagai Janji November 1918 atau November Belofte. Akan tetapi, setelah selesai perang, pemerintah kolonial Belanda bersikap lebih reaksioner dan menindas pergerakan kebangsaan Indonesia dengan penang-kapan dan pembuangan para pemimpinnya. Perang Dunia II menyebabkan terdesaknya Belanda dari wilayah jajahannya di Indonesia. Selanjutnya, Indonesia berada dalam pendudukan Jepang. Selama Perang Dunia II, Jepang banyak mengalami kesulitan dalam melawan negara-negara Sekutu sehingga harus mengerahkan pasukan dari wilayah pendudukannya. Di samping itu, Jepang juga harus menghadapi Perang Kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, pada pertengahan bulan Agustus 1945 Jepang menyerah kalah terhadap negara-negara Sekutu. Peristiwa menyerahnya Jepang terhadap Sekutu dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan perjuangannya dalam mencapai kemerdekaan. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia berhasil mencapai kemerdekaan.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia merupakan peristiwa penting dan sangat bersejarah dalam mendorong semangat bagi bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan. Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia selanjutnya menjadi ilham bagi bangsa lain untuk memperoleh kedaulatan, misalnya bangsa India. Bangsa India sebenarnya telah dikenal dunia sejak dahulu karena kemasyuran kebudayaannya. Namun, sejak Inggris berkuasa di wilayah India, rakyat hidup sengsara. Bangsa India berjuang begitu lama menentang penjajah Inggris. Perjuangan bangsa India bahkan dapat dikatakan sebanding dengan perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia.

Perjuangan bangsa India akhirnya sampai pada puncaknya seiring dengan diperolehnya pengakuan kedaulatan dari kolonialis Inggris pada tahun 1947. Inggris memberi pengakuan kedaulatan kepada bangsa India karena melihat adanya perubahan politik dunia setelah berakhirnya Perang Dunia II. Selain itu, Inggris meninggalkan India karena merasa wilayah itu telah menambah beban bagi negaranya.

Bangsa kolonialis lain yang mulai memberi pengakuan kedaulatan pada wilayah jajahannya adalah negara Prancis. Wilayah jajahan Prancis sangat luas dan tersebar di kawasan Asia dan Afrika. Pada tahun 1954 wilayah jajahan Prancis di Indocina mulai mendapat pengakuan kedaulatan. Rakyat di wilayah Indocina telah berjuang menentang kolonialis Prancis. Jadi, bangsa-bangsa di Indocina juga telah berjuang dengan segala pengorbanannya untuk memperoleh kemerdekaan. Kemerdekaan yang diperoleh rakyat Indocina mengilhami jajahan Prancis di Afrika, yaitu Aljazair yang juga memperoleh pengakuan kedaulatan. Aljazair memperoleh pengakuan kedaulatan pada tahun 1962. Mereka juga berjuang mengangkat senjata dan berkorban segalanya untuk memperoleh pengakuan kedaulatan tersebut.

Praktik imperialisme dan kolonialisme yang tidak terlalu keras kadang kala di belakang hari menimbulkan hubungan baik antara negara penjajah dan bangsa yang terjajah. Dalam rangka hubungan baik tersebut, beberapa negara bekas jajahan masih mengikatkan diri dengan bekas negara penjajahnya. Hubungan baik di antara dua negara tersebut umumnya meliputi bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Inggris adalah salah satu negara yang melaksanakan praktik imperialisme dan kolonialisme yang tidak begitu keras. Jajahan Inggris ketika melaksanakan praktik kolonialisme dan imperialisme tersebar di wilayah Asia dan Afrika. Karena sifat penjajahannya yang tidak begitu keras, banyak bekas jajahannya yang masih mengikatkan diri dengan Inggris setelah merdeka. British of Commonwealth Nation atau Persemakmuran Negara Inggris adalah nama sebuah jalinan kerja sama antara bekas negara jajahan Inggris yang telah merdeka dengan negara Inggris. Negara-negara tersebut umumnya menjalin kerja sama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Negara-negara, seperti Australia, Malaysia, Singapura, dan India menjadi anggota persemakmuran tersebut. Dengan demikian hubungan kolonial berubah menjadi hubungan sosial ekonomi yang menguntungkan anggotanya. Namun, beberapa negara masih meng-anggap bahwa hubungan tersebut merupakan bentuk neokolonialisme atau kolonialisme baru.

Bangsa Indonesia juga pernah menganggap hubungan seperti itu merupakan bentuk kolonialisme baru. Anggapan tersebut sempat berkembang di Indonesia pada masa pelaksanaan demokrasi terpimpin. Anggapan kolonialisme berkembang seiring niat Malaysia untuk membentuk Federasi Malaysia pada tahun 1964. Federasi Malaysia nantinya beranggotakan semua bekas jajahan Inggris di wilayah Asia Tenggara. Usaha pembentuk Federasi Malaysia juga mendapat dukungan dari pemerintah Inggris, khususnya, dan negara-negara Barat, pada umumnya. Pamerintah Indonesia yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Soekarno melihat pembentukan Federasi Malaysia me-nyatakan bahwa itu merupakan bentuk kolonialisme baru. Apalagi, pada saat itu berkembang wacana The New Emerging Forces (Nefo) melawan The Old Established Forces (Oldefo). Nefo adalah lambang kelompok negara-negara yang baru merdeka atau yang menentang imperialisme, dan kolonialisme, sosialisme, serta komunis. Oldefo adalah lambang negara-negara yang telah mapan dan melaksanakan imperialisme dan kolonialisme/kapitalisme dan negara sedang berkembang yang cenderung pada imperialisme/kolonialisme. Dengan demi-kian, apapun bentuknya imperialisme dan kolonialisme harus dihapuskan.

Pada umumnya hubungan antara negara-negara yang baru merdeka dan negara penjajahnya berkaitan dengan masalah ekonomi. Sangat wajar apabila negara yang baru merdeka keadaan ekonominya masih kacau. Sementara itu, negara penjajahnya karena telah mengeksploitasi kekayaan wilayah jajahannya memiliki kemakmuran. Keadaan seperti itu tentu saja akan saling menguntungkan jika antara penjajah dan yang dijajah saling berhubungan dan saling membantu. Bangsa Indonesia meskipun hampir 3,5 abad dikuasai Belanda dan 3,5 tahun dijajah Jepang masih bersedia menjalin hubungan dengan dua negara bekas penjajahnya tersebut. Jalinan hubungan bangsa Indonesia dengan Belanda dan Jepang dapat membantu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.

Pada awalnya Belanda membantu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia melalui lembaga IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia). Lembaga IGGI didirikan pada tahun 1967. Keadaan ini menunjukkan bahwa perubahan sosial, ekonomi, dan politik dari negara terjajah menjadi negara merdeka tidak selalu lancar. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mampu mengatasi permasalahannya secara sendirian. Mereka tetap membutuhkan negara lain. Faktor moral menjadi benang merah penghubung antara bekas penjajah dan bekas jajahannya.

Kemampuan teknologi, ekonomi, dan pengetahuan negara yang baru saja merdeka masih rendah. Mereka masih membutuhkan bantuan dari negara bekas penjajahnya. Mereka pun membantu dengan membentuk beberapa lembaga dunia. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Bank Dunia (World Bank), dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ ADB) merupakan lembaga ekonomi dunia yang dibentuk negara-negara Barat untuk membantu negara-negara yang baru merdeka. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan negara-negara baru terhadap negara-negara Barat masih kuat.

Negara-negara yang baru merdeka tidak selamanya harus merasa bergantung pada negara-negara bekas penjajahnya. Negara-negara yang baru merdeka juga berusaha menunjukkan keberadaan dan mengambil peranan dalam kehidupan dunia. Situasi dunia yang seolah-olah terbagi antara Blok Barat dan Blok Timur tidak menyebabkan negara-negara yang baru merdeka harus ikut terseret dan memihak pada salah satu blok yang ada. Berbagai usaha untuk meredakan ketegangan di antara dua blok dunia dan menghapuskan kolonialisme menjadi agenda penting bagi negara-negara yang baru merdeka.

Bangsa Indonesia setelah merdeka berusaha tampil dalam percaturan dunia untuk ikut menciptakan perdamaian. Bangsa Indonesia dengan segenap kemampuannya berhasil menyelenggarakan kegiatan berikut ini.

1. Konferensi Asia Afrika

Berakhirnya Perang Dunia I membawa pengaruh terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Di samping itu juga ditandai dengan munculnya dua kekuatan ideologis, politis, dan militer termasuk pengembangan senjata nuklir. Negara Republik Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara selalu berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Salah satu bentuk penyelenggaraan kehidupan bernegara adalah menjalin kerja sama dengan negara lain. Kebijakan yang menyangkut hubungan dengan negara lain terangkum dalam kebijakan politik luar negeri. Oleh karena itu, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Indonesia mencetuskan gagasannya untuk menggalang kerja sama dan solidaritas antarbangsa dengan menyelenggarakan KAA.

a. Latar Belakang Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika

Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas, artinya bangsa Indonesia tidak memihak pada salah satu blok yang ada di dunia. Jadi, bangsa Indonesia berhak bersahabat dengan negara mana pun asal tanpa ada unsur ikatan tertentu. Bebas juga berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai cara sendiri dalam menanggapi masalah internasional. Aktif berarti bahwa bangsa Indonesia secara aktif ikut mengusahakan terwujudnya perdamaian dunia. Negara Indonesia memilih sifat politik luar negerinya bebas aktif sebab setelah Perang Dunia II berakhir di dunia telah muncul dua kekuatan adidaya baru yang saling berhadapan, yaitu negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat memelopori berdirinya Blok Barat atau Blok kapitalis (liberal), sedangkan Uni Soviet memelopori kemunculan Blok Timur atau blok sosialis (komunis).

Dalam upaya meredakan ketegangan dan untuk mewujudkan perdamaian dunia, pemerintah Indonesia memprakarsai dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Usaha ini mendapat dukungan dari negara-negara di Asia dan Afrika. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada umumnya pernah menderita karena penindasan imperialis Barat. Persamaan nasib itu menimbulkan rasa setia kawan. Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak negara di Asia dan Afrika yang berhasil mencapai kemerdekaan, di antaranya adalah India, Indonesia, Filipina, Pakistan, Burma (Myanmar), Sri Lanka, Vietnam, dan Libia. Sementara itu, masih banyak pula negara yang berada di kawasan Asia dan Afrika belum dapat mencapai kemerdekaan. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang telah merdeka tidak melupakan masa lampaunya. Mereka tetap merasa senasib dan sependeritaan. Lebih-lebih apabila mengingat masih banyak negara di Asia dan Afrika yang belum merdeka. Rasa setia kawan itu dicetuskan dalam Konferensi Asia Afrika. Sebagai cetusan rasa setia kawan dan sebagai usaha untuk menjaga perdamaian dunia, pelaksanaan Konferensi Asia Afrika mempunyai arti penting, baik bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada khususnya maupun dunia pada umumnya.

Prakarsa untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika dikemukakan pertama kali oleh Perdana Menteri RI Ali Sastroamijoyo yang kemudian mendapat dukungan dari negara India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar) dalam Konferensi Colombo.

b. Konferensi Pendahuluan

Sebelum Konferensi Asia Afrika dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan konferensi pendahuluan sebagai persiapan. Konferensi pendahuluan tersebut, antara lain sebagai berikut.

1)  Konferensi Kolombo (Konferensi Pancanegara I)

Konferensi pendahuluan yang pertama diselenggarakan di Kolombo, ibu kota negara Sri Lanka pada tanggal 28 April–2 Mei 1954. Konferensi dihadiri oleh lima orang perdana menteri dari negara sebagai berikut.
a)
Perdana Menteri Pakistan
:
Muhammad Ali Jinnah

b)
Perdana Menteri Sri Lanka
:
Sir John Kotelawala


c)
Perdana Menteri Burma (Myanmar)
:
U Nu


d)
Perdana Menteri Indonesia
:
Ali Sastroamijoyo


e)
Perdana Menteri India
:
Jawaharlal Nehru


Konferensi Kolombo membahas masalah Vietnam, sebagai persiapan untuk menghadapi Konferensi di Jenewa. Di samping itu Konferensi Kolombo secara aklamasi memutuskan akan mengadakan Konferensi Asia Afrika dan pemerintah Indonesia ditunjuk sebagai penyelenggaranya. Kelima negara yang wakilnya hadir dalam Konferensi Kolombo kemudian dikenal dengan nama Pancanegara. Kelima negara itu disebut sebagai negara sponsor. Konferensi Kolombo juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara I.

2)  Konferensi Bogor (Konferensi Pancanegara II)

Konferensi pendahuluan yang kedua diselenggarakan di Bogor pada tanggal 22–29 Desember 1954. Konferensi itu dihadiri pula oleh perdana menteri negara-negara peserta Konferensi Kolombo.

  • Konferensi Bogor memutuskan hal-hal sebagai berikut.
  • Konferensi Asia Afrika akan diselenggarakan di Bandung pada bulan 18-24 April 1955.
  • Penetapan tujuan KAA dan menetapkan negara-negara yang akan diundang sebagai peserta Konferensi Asia Afrika.
  • Hal-hal yang akan dibicarakan dalam Konferensi Asia Afrika.
  • Pemberian dukungan terhadap tuntutan Indonesia mengenai Irian Barat. Konferensi Bogor juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara II.

c. Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika

Sesuai dengan rencana, Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18–24 April 1955. Kon-ferensi Asia Afrika dihadiri oleh wakil-wakil dari 29 negara yang terdiri atas negara pengundang dan negara yang diundang.
Pembukaan KAA oleh Presiden Soekarno
  1. Negara pengundang meliputi Indonesia, India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar).
  2. Negara yang diundang 24 negara terdiri atas 6 negara Afrika dan 18 negara meliputi Asia (Filipina, Thailand, Kampuchea, Laos, RRC, Jepang, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Nepal, Afghanistan, Iran, Irak, Saudi Arabia, Syria (Suriah), Yordania, Lebanon, Turki, Yaman), dan Afrika (Mesir, Sudan, Etiopia, Liberia, Libia, dan Pantai Emas/Gold Coast).
Negara yang diundang, tetapi tidak hadir pada Konferensi Asia Afrika adalah Rhodesia/Federasi Afrika Tengah. Ketidakhadiran itu disebabkan Federasi Afrika Tengah masih dilanda pertikaian dalam negara/dikuasai oleh orang-orang Inggris. Semua persidangan Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung.
Peta negara-negara peserta dalam Konferensi Asia-Afrika I di Bandung 1955
Latar belakang dan dasar pertimbangan diadakan KAA adalah sebagai berikut.
  1. Kenangan kejayaan masa lampau dari beberapa negara di kawasan Asia-Afrika.
  2. Perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama merasakan masa penjajahan dan penindasan bangsa Barat, kecuali Thailand.
  3. Meningkatnya kesadaran berbangsa yang dimotori oleh golongan elite nasional/terpelajar dan intelektual.
  4. Adanya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur.
  5. Memiliki pokok-pokok yang kuat dalam hal bangsa, agama, dan budaya.
  6. Secara geografis letaknya berdekatan dan saling melengkapi satu sama lain.
Tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika, antara lain:
  1. memajukan kerja sama bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
  2. memberantas diskriminasi ras dan kolonialisme;
  3. memperbesar peranan bangsa Asia dan Afrika di dunia dan ikut serta mengusahakan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.
  4. bekerja sama dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya,
  5. membicarakan masalah-masalah khusus yang menyangkut kepentingan bersama seperti kedaulatan negara, rasionalisme, dan kolonialisme.
Konferensi Asia Afrika membicarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama negara-negara di Asia dan Afrika, terutama kerja sama ekonomi dan kebudayaan, serta masalah kolonialisme dan perdamaian dunia. Kerja sama ekonomi dalam lingkungan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dilakukan dengan saling memberikan bantuan teknik dan tenaga ahli. Konferensi berpendapat bahwa negara-negara di Asia dan Afrika perlu memperluas perdagangan dan pertukaran delegasi dagang. Dalam konferensi tersebut ditegaskan juga pentingnya masalah perhubungan antarnegara karena kelancaran perhubungan dapat memajukan ekonomi. Konferensi juga menyetujui penggunaan beberapa organisasi internasional yang telah ada untuk memajukan ekonomi.

Konferensi Asia Afrika menyokong sepenuhnya prinsip dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam Piagam PBB. Oleh karena itu, sangat disesalkan masih adanya rasialisme dan diskriminasi warna kulit di beberapa negara. Konferensi mendukung usaha untuk melenyapkan rasialisme dan diskriminasi warna kulit di mana pun di dunia ini. Konferensi juga menyatakan bahwa kolonialisme dalam segala bentuk harus diakhiri dan setiap perjuangan kemer-dekaan harus dibantu sampai berhasil. Demi perdamaian dunia, konferensi mendukung adanya perlucutan senjata. Juga diserukan agar percobaan senjata nuklir dihentikan dan masalah perdamaian juga merupakan masalah yang sangat penting dalam pergaulan internasional. Oleh karena itu, semua bangsa di dunia hendaknya menjalankan toleransi dan hidup berdampingan secara damai. Demi perdamaian pula, konferensi menganjurkan agar negara yang memenuhi syarat segera dapat diterima menjadi anggota PBB.

Konferensi setelah membicarakan beberapa masalah yang menyangkut kepentingan negara-negara Asia Afrika khususnya dan negara-negara di dunia pada umumnya, segera mengambil beberapa keputusan penting, antara lain:
  1. memajukan kerja sama bangsa-bangsa Asia Afrika di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
  2. menuntut kemerdekaan bagi Aljazair, Tunisia, dan Maroko;
  3. mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat dan tuntutan Yaman atas Aden;
  4. menentang diskriminasi ras dan kolonialisme dalam segala bentuk;
  5. aktif mengusahakan perdamaian dunia.
Selain menetapkan keputusan tersebut, konferensi juga mengajak setiap bangsa di dunia untuk menjalankan beberapa prinsip bersama, seperti:
  1. menghormati hak-hak dasar manusia, tujuan, serta asas yang termuat dalam Piagam PBB;
  2. menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa;
  3. mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa, baik bangsa besar maupun bangsa kecil;
  4. tidak melakukan intervensi atau ikut campur tangan dalam persoalan dalam negeri negara lain;
  5. menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri, baik secara sendirian maupun secara kolektif sesuai dengan Piagam PBB;
  6. a) tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar;  b) tidak melakukan tekanan terhadap negara lain;
  7. tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atas kemerdekaan politik suatu negara;
  8. menyelesaikan segala perselisihan internasional secara damai sesuai dengan Piagam PBB;
  9. memajukan kepentingan bersama dan kerja sama internasional;
  10. menghormati hukum dan kewajiban internasional lainnya.
Kesepuluh prinsip yang dinyatakan dalam Konferensi Asia Afrika itu dikenal dengan nama Dasasila Bandung atau Bandung Declaration.

d. Pengaruh Konferensi Asia Afrika bagi Solidaritas dan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Asia dan Afrika

Konferensi Asia Afrika membawa pengaruh yang besar bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika. Pengaruh Konferensi Asia Afrika adalah sebagai berikut.
  1. Perintis dalam membina solidaritas bangsa-bangsa dan merupakan titik tolak untuk mengakui kenyataan bahwa semua bangsa di dunia harus dapat hidup berdampingan secara damai.
  2. Cetusan rasa setia kawan dan kebangsaan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk menggalang persatuan.
  3. Penjelmaan kebangkitan kembali bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
  4. Pendorong bagi perjuangan kemerdekaan bangsa di dunia pada umumnya serta di Asia dan Afrika khususnya.
  5. Memberikan pengaruh yang besar terhadap perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam mencapai kemerdekaannya.
  6. Banyak negara-negara Asia-Afrika yang merdeka kemudian masuk menjadi anggota PBB.
Selain membawa pengaruh bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika, Konferensi Asia Afrika juga menimbulkan dampak yang penting dalam perkembangan dunia pada umumnya. Pengaruh atau dampak itu, antara lain sebagai berikut.
  1. Konferensi Asia Afrika mampu menjadi penengah dua blok yang saling berseteru sehingga dapat mengurangi ketegangan/détente akibat Perang Dingin dan mencegah terjadinya perang terbuka.
  2. Gagasan Konferensi Asia Afrika berkembang lebih luas lagi dan diwujudkan dalam Gerakan Non Blok.
  3. Politik bebas aktif yang dijalankan Indonesia, India, Burma (Myanmar), dan Sri Lanka tampak mulai diikuti oleh negara-negara yang tidak bersedia masuk Blok Timur ataupun Blok Barat.
  4. Belanda cemas dalam menghadapi kelompok Asia Afrika di PBB sebab dalam Sidang Umum PBB, kelompok tersebut mendukung tuntutan Indonesia atas kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI.
  5. Australia dan Amerika Serikat mulai berusaha menghapuskan diskriminasi ras di negaranya.
Konferensi Asia Afrika dan pengaruhnya terhadap solidaritas antarbangsa tidak hanya berdampak pada negara-negara di Asia dan Afrika, tetapi juga bergema ke seluruh dunia.

2. Organisasi Gerakan Non Blok

Perang Dunia II (1939–1945) telah menimbulkan berbagai akibat yang mengerikan bagi umat manusia. Selain jutaan manusia mati, terjadi pula kehancuran berbagai bangunan, sarana produksi, sarana transportasi, terjadi krisis ekonomi, dan penyebaran wabah penyakit. Peta politik dunia pun ikut berubah. Dua kekuatan adidaya telah lahir yang menyebabkan terjadinya pertentangan di antara keduanya.

a. Pengertian

Gerakan Non Blok (GNB) atau Non Alignment (NAM) merupakan gerakan yang tidak memihak/netral terhadap Blok Barat dan Blok Timur.

b. Latar Belakang Berdirinya Gerakan Non Blok

Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negara-negara yang sedang berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin (the Cold War). Mereka saling berhadapan, bersaing, dan saling memperkuat sistem persenjataan. Setiap kelompok telah mengarahkan kekuatan bomnya ke negara lawan. Akibatnya, situasi dunia tercekam oleh ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir yang jauh lebih mengerikan dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Menghadapi situasi dunia yang penuh konflik tersebut, Indonesia menentukan sistem politik luar negeri bebas aktif. Prinsip kebijak-sanaan politik luar negeri Indonesia tersebut ternyata juga sesuai dengan sikap negara-negara sedang berkembang lainnya. Oleh karena itu, mereka sepakat untuk membentuk suatu kelompok baru yang netral, tidak memihak Blok Barat ataupun Blok Timur. Kelompok inilah yang nantinya disebut kelompok negara-negara Non Blok. Dengan demikian faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut.

1) Munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.

2) Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya meredakan ketegangan dunia.

3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.

4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-besaran, sehingga mengkhawatirkan AS.

5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:
  • Presiden Soekarno (Indonesia),
  • PM Jawaharlal Nehru (India),
  • Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
  • Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan
  • Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).
Berdirinya Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin negara dari Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).

c. Tujuan Gerakan Non Blok

Gerakan Non Blok mempunyai tujuan, antara lain:
  1. meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan dua blok adidaya yang bersengketa;
  2. mengusahakan terciptanya suasana dunia yang aman dan damai;
  3. mengusahakan terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis;
  4. menentang kolonialisme, politik apartheid, dan rasialisme;
  5. memperjuangkan kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;
  6. meningkatkan solidaritas di antara negara-negara anggota Gerakan Non Blok;
  7. menggalang kerja sama antara negara berkembang dan negara maju menuju terciptanya tata ekonomi dunia baru.

d. Asas Gerakan Non Blok

  1. GNB bukanlah suatu blok tersendiri dan tidak bergabung ke dalam blok dunia yang saling bertentangan.
  2. GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara yang sedang berkembang yang gerakannya tidak pasif.
  3. GNB berusaha mendukung perjuangan dekolonisasi di semua tempat, memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme.

e. Keanggotaan GNB

Pada waktu berdirinya, GNB hanya beranggota 25 negara. Setiap diseleng-garakan KTT anggotanya selalu bertambah, sebab setiap negara dapat diterima menjadi anggota GNB dengan memenuhi persyaratan. Adapun syarat menjadi anggota GNB adalah sebagai berikut:
  1. menganut politik bebas dan hidup berdampingan secara damai;
  2. mendukung gerakan-gerakan kemerdekaan nasional;
  3. tidak menjadi anggota salah satu pakta militer Amerika Serikat atau Uni Soviet.

f. Bentuk Organisasi Gerakan Non Blok

Di dalam Gerakan Non Blok tidak terdapat struktur organisasi yang mengurus kegiatan di berbagai bidang karena Gerakan Non Blok bukan meru-pakan lembaga. Gerakan Non Blok mengandalkan perjuangan pada kekuatan moral. Satu-satunya pengurus dalam Gerakan Non Blok adalah ketua. Ketua Gerakan Non Blok dijabat oleh kepala pemerintahan negara yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok. KTT Gerakan Non Blok dihadiri oleh para kepala pemerintahan dan kepala negara anggota Gerakan Non Blok.

Kegiatan Gerakan Non Blok meliputi bidang berikut ini.

1)  Bidang Politik dan Perdamaian Dunia

Kegiatan yang dilakukan Gerakan Non Blok dalam bidang politik dan perdamaian dunia, antara lain ikut berusaha:
  1. meredakan ketegangan dunia;
  2. mengusahakan terciptanya perdamaian dunia;
  3. mengusahakan terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis;
  4. mengusahakan pelucutan senjata dan pengurangan senjata nuklir;
  5. menghapus pangkalan militer asing dan pakta-pakta militer;
  6. melenyapkan kolonialisme;
  7. menyelesaikan sengketa antarnegara dan perang-perang lokal, separti Perang Irak-Iran, masalah di wilayah Timur Tegah (Midle East);
  8. menghapus persekutuan militer;
  9. menentang rasialisme dan apartheid.
Kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarkan melalui forum PBB, konferensi-konferensi internasional dan pendekatan langsung dengan negara-negara yang terlibat.

2)  Bidang Ekonomi

Kegiatan yang dilakukan Gerakan Non Blok dalam bidang ekonomi, antara lain:

a) ikut berusaha memperjuangkan kemerdekaan atau kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;

ikut berusaha mewujudkan suatu tatanan ekonomi dunia baru (TEBD) sehingga terdapat hubungan kb) erja sama saling menguntungkan antara negara maju dan negara sedang berkembang. Pelaksanaan tata ekonomi dunia baru yang diperjuangkan Gerakan Non Blok dalam forum PBB adalah sebagai berikut.

(1) Dialog Utara–Selatan

Dialog Utara–Selatan adalah pertemuan yang membahas kerja sama saling menguntungkan antara kelompok negara maju yang merupakan negara industri (Utara) dan negara-negara berkembang (Selatan). Dengan adanya dialog Utara–Selatan diharapkan dapat menghilangkan kesenjangan antara negara maju dan berkembang sehingga terwujud tata ekonomi dunia baru yang adil dan merata.

(2) Kerja Sama Selatan–Selatan

Kerja sama Selatan–Selatan merupakan bentuk kerja sama antarnegara berkembang dalam bidang ekonomi dan teknologi.

(3) Kelompok 77

Kelompok 77 merupakan kelompok negara berkembang yang berjuang untuk memperoleh keadilan ekonomi atas negara-negara maju. Kelompok 77 dibentuk di Jenewa, Swiss pada tahun 1964. Kelompok 77 beranggo-takan negara di kawasan Asia, Amerika Latin dan Karibia, serta Afrika.

c. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok

Sejak didirikan tahun 1961, Gerakan Non Blok telah beberapa kali mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), antara lain sebagai berikut.

1)  Konferensi Tingkat Tinggi I Gerakan Non Blok (KTT I Gerakan Non Blok)

KTT I Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 1–6 September 1961 di Beograd, Yugoslavia dengan ketua Presiden Joseph Broz Tito. KTT dihadiri oleh 25 negara. KTT I Gerakan Non Blok menghasilkan beberapa keputusan penting yang disebut Deklarasi Beograd dan berisi, antara lain sebagai berikut:
  • mengimbau dihentikannya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat bersama sekutunya;
  • mengimbau Uni Soviet dan Amerika Serikat agar hidup berdampingan secara damai dengan menghentikan perlombaan senjata nuklir;
  • menyerukan kepada dunia (PBB) untuk membantu negara yang masih terjajah supaya segera merdeka.
2)  Konferensi Tingkat Tinggi II Gerakan Non Blok (KTT II Gerakan Non Blok)

KTT II Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 5–10 Oktober 1964 di Kairo, Mesir dengan ketua Presiden Gamal Abdul Nasser. KTT dihadiri oleh 46 negara. Keputusan penting yang dihasilkan dalam KTT II Gerakan Non Blok antara lain sebagai berikut:

  • penghentian Perang Dingin dan perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur;
  • usaha perbaikan ekonomi di negara sedang berkembang agar tidak tertinggal jauh dari negara maju;
  • KTT II Gerakan Non Blok melahirkan Kelompok 77 yang terdiri atas negara Dunia Ketiga yang ingin berjuang untuk memperoleh keadilan ekonomi.
3)  Konferensi Tingkat Tinggi III Gerakan Non Blok (KTT III Gerakan Non Blok)

KTT III Gerakan Non Blok diselenggarakan di Lusaka, Zambia pada tanggal 8–10 Oktober 1970 dengan ketua Presiden Kenneth Kaunda Zambia. KTT dihadiri oleh 59 negara. Keputusan penting yang diambil dalam KTT III Gerakan Non Blok, selain tetap mendukung keputusan KTT I dan II Gerakan Non Blok, dihasilkan pula keputusan baru, antara lain sebagai berikut:
  • dicetuskan suatu resolusi menuntut pembangunan tata ekonomi dunia baru yang lebih adil dan merata;
  • mengimbau diadakannya dialog yang lebih demokratis antara kelompok Utara dan kelompok Selatan untuk mendorong tumbuhnya perekonomian dunia yang sehat dan dinamis;
  • menyerukan kerja sama yang erat dan luas di antara negara anggota Gerakan Non Blok dan tidak terlalu bergantung pada negara maju.
4)  Konferensi Tingkat Tinggi IV Gerakan Non Blok (KTT IV Gerakan Non Blok)

KTT IV Gerakan Non Blok diselenggarakan di Aljir, Aljazair pada tanggal 5–9 September 1973 dengan ketua Presiden Houari Boumediene. KTT IV Gerakan Non Blok dihadiri oleh 76 negara. Sasaran yang hendak dicapai dalam KTT IV Gerakan Non Blok, antara lain sebagai berikut:
  • pengajuan rancangan tata ekonomi dunia baru;
  • meredakan ketegangan dunia atau “détente” dan membahas persoalan Krisis Timur Tengah;
  • pembentukan dana pembangunan bagi negara-negara berkembang;
  • kerja sama dalam mengatasi masalah lingkungan hidup.
5)  Konferensi Tingkat Tinggi V Gerakan Non Blok (KTT V Gerakan Non Blok)

KTT V Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kolombo, Sri Lanka pada tanggal 16–19 Agustus 1976 dengan ketua PM Sirimavo Bandaranaike. KTT dihadiri oleh 81 negara. Hasil KTT V Gerakan Non Blok “Deklarasi Kolombo” antara lain sebagai berikut:
  • berusaha mewujudkan tata ekonomi dunia baru;
  • program Aksi Kolombo;
  • penyelesaian masalah perang Vietnam.
6)  Konferensi Tingkat Tinggi VI Gerakan Non Blok (KTT VI Gerakan Non Blok)

KTT VI Gerakan Non Blok diadakan di Havana, Kuba (1979) ketua Presiden Fidel Castro. KTT dihadiri oleh 94 negara. KTT ini membicarakan masalah masuknya pengaruh blok sosialis ke dalam anggota Gerakan Non Blok dan mencegah terjadinya pertikaian antaranggota. Hasil penegakan kembali penting-nya perdamaian dunia. Birma menyatakan keluar dari GNB, sebab GNB di-anggap tidak murni lagi.

7)  Konferensi Tingkat Tinggi VII Gerakan Non Blok (KTT VII Gerakan Non Blok)

KTT VII Gerakan Non Blok diadakan di New Delhi, India pada tahun 1982 dengan ketua PM Indira Gandhi. Menurut keputusan KTT ke VI bahwa KTT VII diselenggarakan di Bagdad Irak pada akhir tahun 1982. Oleh karena terjadi perang Irak-Iran,maka KTT VII dialihkan ke New Delhi India. Pembicaraan pada KTT VII Gerakan Non Blok ini masih berkisar pada cara menyelesaikan persengketaan yang timbul di antara anggota Gerakan Non Blok, akibat perang saudara, dan pengaruh kekuatan asing. Hasil “The New Delhi Massage”, Pesan New Delhi yaitu sebagai berikut:
  • menghimbau agar negara-negara besar menghilangkan kecurigaan dan mengadakan perundingan secara jujur;
  • mendukung perjuangan rakyat Palestina dan Namibia;
  • menghimbau agar negara-negara besar dan maju menghilangan politik proteksionisme, sebab dapat menghambat perdagangan internasional.
8) Konferensi Tingkat Tinggi VIII Gerakan Non Blok (KTT VIII Gerakan Non Blok)

KTT VIII Gerakan Non Blok diadakan di Harare, Zimbabwe pada tanggal 1–6 September 1986 dengan ketua Robert Mugabe. Konferensi ini dihadiri oleh 102 negara. KTT VIII Gerakan Non Blok ini membicarakan masalah keter-tiban, keamanan serta perdamaian dunia yang menyangkut masalah hak asasi serta kedaulatan suatu negara. Selain itu, juga berupaya menghentikan perang Irak–Iran dan mengupayakan agar negara-negara Gerakan Non Blok mengakhiri sengketa antarnegara.

9) Konferensi Tingkat Tinggi IX Gerakan Non Blok (KTT IX Gerakan Non Blok)

KTT IX Gerakan Non Blok berlangsung di Beograd, Yugoslavia pada tanggal 4–7 September 1989 dengan ketua Presiden Janez Drnosek. Dalam KTT ini terjadi perbedaan pendapat di antara para anggota mengenai masalah Irak dan Kuwait. Kelompok pertama yang didukung mayoritas anggota menghendaki Irak menaati semua resolusi PBB. Kelompok kedua menghendaki penyelesaian Irak–Kuwait dengan solusi Arab tanpa campur tangan pihak luar. Akan tetapi, akhirnya Gerakan Non Blok gagal menghentikan konflik di Teluk Persia, baik dalam kasus Perang Teluk I maupun Perang Teluk II.

10. Konferensi Tingkat Tinggi X Gerakan Non Blok (KTT X Gerakan Non Blok)

KTT X Gerakan Non Blok diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 1–6 September 1992 ketua Presiden Soeharto. Isu yang muncul dalam KTT X Gerakan Non Blok di Jakarta, antara lain sebagai berikut.
KTT GNB ke X di Jakarta
  • Gerakan Non Blok tetap men-dukung perjuangan Palestina yang rumusannya terdapat dalam Pesan Jakarta atau Jakarta Message.
  • Menyesalkan tindakan Amerika Serikat yang membantu Israel dalam pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina.
  • Kegagalan memasukkan masalah sanksi PBB terhadap Irak dan Libia masih membuktikan lemahnya Gerakan Non Blok dalam menga-tasi perbedaan pendapat di kalan-gan anggotanya.
11) Konferensi Tingkat Tinggi XI Gerakan Non Blok (KTT XI Gerakan Non Blok)

KTT XI Gerakan Non Blok diselenggarakan di Cartagena, Kolombia pada tanggal 16–22 Oktober 1995 dengan ketua Presiden Ernesto Samper. Hasilnya meningkatkan dialog Utara Selatan.

12) Konferensi Tingkat Tinggi XII Gerakan Non Blok (KTT XII Gerakan Non Blok)

KTT XII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan pada tanggal 28 Agustus–3 September 1998. Hasil perjuangan demokratisasi dalam pengakuan serta hubungan internasional bagi negara dunia ketiga.

13) Konferensi Tingkat Tinggi XIII Gerakan Non Blok (KTT XIII Gerakan Non Blok)

KTT XIII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan Februari 2003. Hasilnya penyelesaian masalah Irak dengan jalan damai dan tidak memicu pecahnya perang di Irak.

POKOK-POKOK PENTING PESAN JAKARTA / Jakarta Message

Para pemimpin negara-negara anggota Gerakan Non Blok (GNB) mengakhiri KTT X dengan menelorkan sebuah ”Jakarta Massage“ (Pesan Jakarta). Berikut ini pokok-pokok penting dari 27 pesan.
  • Gerakan Non Blok telah membantu memperbaiki iklim politik inter-nasional pada akhir Perang Dingin, dengan mempertahankan “validitas dan relevasi” Nonblok. Melalui dialog dan kerja sama, akan mem-proyeksikan gerakan sebagai sebuah semangat, komponen yang saling bergantung yang konstruktif dan sungguh-sungguh dari arus hubungan internasional.
  • Dunia masih menghadapi hambatan-hambatan berbahaya untuk menyelaraskan seperti halnya konflik-konflik kekerasan, agresi, dan pencaplokan negara lain, perselisihan antaretnik, bentuk-bentuk baru rasisme, ketidaktoleransian agama dan nasionalisme yang diartikan secara sempit.
  • Gerakan Non Blok akan membentuk sebuah kelompok untuk memain-kan sebuah peran penting dalam membangkitkan kembali, reinstruk-turisasi dan demokratisasi PBB. Para anggota mendesak agar kelima anggota tetap DK PBB membuang hak veto dan meraka mengatakan bahwa keanggotaan DK PBB harus didefinisikan kembali agar men-cerminkan perubahan setelah berakhirnya Perang Dingin.
  • Menyerukan perang terhadap keadaan di bawah perkembangan, kemiskinan dan kebodohan, dengan mengatakan bahwa mereka harus menghancurkan beban utang (luar negeri), proteksionisme, rendahnya harga-harga komoditas dan mengecilkan gangguan arus uang negara-negara miskin.
  • Hal itu menimbulkan kecemasan tentang kegagalan untuk menyelesai-kan perundingan perdagangan multilateral dan menyerukan negara-negara maju untuk menguatkan penyelesaian yang memuaskan putaran Uruguay.
  • Untuk meningkatkan kerja sama Selatan–Selatan, GNB mendesak dilakukannya kerja sama yang kongkrit dan praktis dalam hal produksi makanan dan penduduk, perdagangan dan investasi untuk memahami rasa percaya diri secara bersama-sama.
  • Pada bagian lain menganggap koordinasi atas upaya dan strategi dengan kelompok 77 (forum ekonomi negara-negara berkembang) mengenai kepentingan-kepentingan yang mendesak melalui komite koordinasi gabungan yang mantap.
  • Juga diserukan “Persekutuan-persekutuan Global yang baru dalam menyeimbangkan sumber keuangan untuk negara-negara miskin dan alih teknologi lingkungan lebih besar.”
  • GNB juga menyatakan memberi dukungan yang pantang mundur kepada rakyat Palestina untuk berupaya menentukan nasib sendiri dan mengakhiri diskriminasi rasial di Afrika selatan.
  • Tidak ada negara yang boleh menggunakan kekuatannya untuk memak-sakan konsep-konsep demokrasi dan hak-hak asasi manusia yang mereka anut kepada negara lain atau menerapkannya sebagai syarat (pemberian bantuan).
  • GNB berjanji untuk tetap memegang teguh komitmen meraka dalam mengupayakan sebuah dunia yang bebas nuklir. Mereka juga menyata-kan keprihatian yang dalam atas pemakaian dana secara besar-besaran untuk persenjataan, padahal dana tersebut mestinya bisa disalurkan untuk pembangunan.
Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika dan juga hasil keputusan yang telah diambil membangkitkan semangat bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika untuk melawan kolonialisme dan imperialisme. Akibatnya, di kawasan Asia dan Afrika bermunculan negara-negara baru.

Terusan Suez

Terusan Suez merupakan terusan yang menghubungkan antara Laut Tengah dan Laut Merah terletak di wilayah Mesir, yaitu di tanah Genting antara kedua laut tersebut yang jaraknya kurang lebih 169 km. Terusan Suez terletak antara Port Taufik dan kota Suez di tepi laut Merah dengan Port Said dan Port Fuad di tepi Laut Tengah. Penggalian Terusan Suez dilaksanakan pada abad ke-19 yakni ketika berada di bawah pemerintahan Khedive Muhammad Said Pasha (1854-1864) dengan perusahaan penggalian‘Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez’ yang dipimpin oleh Ferdinand de Lesseps dari Prancis. Terusan Suez dibangun tahun 1859-1869 dengan panjang 169 km, lebar 60 m dan kedalaman 8 meter Mesir mendapatkan 40% dari jumlah saham dan sisanya dijual untuk umum. Pembukaan Terusan Suez dilakukan oleh Eugene, permaisuri Kaisar Napoleon III dengan menggunakan kapal Aigle dan diikuti oleh 69 kapal lainnya.

3. Krisis Suez dan Peran Indonesia

Pada tanggal 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang secara bersama-sama menetapkan status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi, dan peranan Terusan Suez bagi dunia internasional. Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman, Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi menetapkan Terusan Suez berstatus internasional. Adapun hasil konferensi Istambul Suez Canal Convention adalah sebagai.
  • Kebebasan berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, bak kapal dagang maupun kapal perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
  • Semua kapal yang melintasi Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda peperangan.
  • Tidak boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
  • Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin pelaksanaan Konferensi Istambul.
  • Kebebasan berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.
  • Pokok-pokok persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undang-undang yang mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.
Terinspirasi oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. Dengan demikian, Terusan Suez yang semula berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir. Tindakan Gamal Abdul Nasser ini tentu saja dianggap sebagai pelanggaran serius yang segera mendapat reaksi dari Inggris dan Prancis. Kedua negara Eropa yang mempunyai kepentingan dengan Terusan Suez berencana secara besama-sama akan menyerang Mesir. Amerika Serikat sebagai negara adidaya dan juga merupakan sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan penyerangan tersebut. Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang sedang bersengketa itu untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.

Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez. Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai persetujuan tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang disebut Konferensi London. Hasil Konferensi London menyebutkan, antara lain bahwa akan dibentuk suatu badan internasional untuk menangani Terusan Suez. Namun, Gamal Abdul Nasser tetap teguh pada pendirian untuk menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil keputusan Konferensi London. Akibat sikap tersebut, ketegangan di kawasan Timur Tengah memuncak kembali. Masalah Terusan Suez juga dimajukan dalam Sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan September 1956. Sekretaris Jenderal PBB, Dag Hammerskjold menanggapi masalah Terusan Suez, memberi usulan damai yang terkandung dalam enam hal seperti berikut.
  1. Pentingnya transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik secara politik maupun teknik.
  2. Kedaulatan Mesir dan Terusan Suez harus dihormati oleh setiap negara.
  3. Pengoperasian Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.
  4. Penetapan bea tol harus diputuskan atas kesepakatan bersama antara Mesir dan negara pemakai Terusan Suez.
  5. Sebagian pendapatan yang diperoleh harus digunakan kembali untuk pengembangan Terusan Suez.
  6. Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan secara damai melalui lembaga arbitrase internasional.
Penyelesaian masalah Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun, Mesir tetap menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa Mesir secara sepihak telah melakukan pelanggaran internasional. Oleh karena itu, Inggris dan Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan gabungan itu berhasil menduduki daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said. Israel juga ikut melibatkan diri menyerang Mesir dan berhasil menduduki wilayah Gurun Sinai.

Akibat serangan gabungan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap membantu Mesir. Tindakan itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam masalah Terusan Suez dengan membantu sekutunya, Inggris dan Prancis. Perang terbuka akibat tindakan Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez menimbulkan krisis internasional yang disebut Krisis Suez. Krisis Suez mendapat reaksi internasional dari negara-negara yang anti terhadap imperialisme dan kolonialisme. PBB segera menggelar sidang umum untuk membahas Krisis Suez. Atas usul Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, Dewan Keamanan PBB harus segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di Mesir. Pasukan PBB itu nantinya akan ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir–Israel. Pasukan penjaga perdamaian PBB itu disebut United Nations Emergency Forces (UNEF).

Bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 harus ikut berperan dalam menciptakan perdamaian dunia ikut tergerak membantu mengatasi Krisis Suez. Pada tanggal 8 November 1956 sebagai wujud partisipasi aktif bangsa Indonesia menyatakan kesediaannya dalam menyelesaikan Krisis Suez dengan bersedia menempatkan pasukan TNI sebagai penjaga perdamaian di wilayah Mesir dalam Komando UNEF. Pasukan TNI yang dikirim sebagai penjaga perdamaian di Mesir disebut Pasukan Garuda. Pasukan ini dipimpin oleh Letkol Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letkol Saudi. Pasukan Misriga I berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Upacara pemberangkatan misi Garudas ke Mesir

Pengiriman pasukan penjaga perdamaian oleh bangsa Indonesia dalam mengatasi Krisis Suez juga untuk menunjukkan solidaritas sebagai sesama negara yang baru merdeka. Selain itu, juga melaksanakan hasil keputusan yang telah diambil dalam Konferensi Asia Afrika.

C. Perkembangan Sistem Ekonomi Internasional dengan Perubahan Politik dan Ekonomi Indonesia

Perang Dunia II merupakan perang yang sangat mengerikan dan lebih hebat dibandingkan dengan Perang Dunia I. Akibat yang ditimbulkan Perang Dunia II menyangkut perubahan bidang politik dan ekonomi.

1. Perubahan di Bidang Politik

Perubahan politik yang tampak setelah berakhirnya Perang Dunia II, antara lain sebagai berikut.

a. Tampilnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai Negara Adidaya

Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah dua negara adikuasa (super power) yang besar peranannya di dalam mengakhiri PD II dan memainkan peranan di dunia internasional. Negara Barat lain, seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, sudah mundur kedudukannya sebagai kekuatan dunia (world power).

b. Terjadi Persaingan di Antara Negara Adidaya

Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha untuk saling berpengaruh dan berkuasa di dunia. Persekutuan mereka dalam PD II merupakan persekutuan aneh. Mereka dapat bersekutu karena mempunyai musuh yang sama, yaitu pihak poros (Jerman, Jepang, dan Italia) Namun, setelah musuh bersamanya lenyap, Amerika Serikat yang berpaham liberal-kapitalis tidak sejalan dengan Uni Soviet yang berpaham sosialis-komunis. Secara material, Amerika Serikat lebih kuat dibandingkan Uni Soviet. Mereka saling berebut untuk mendapatkan pengaruh dan berkuasa di dunia.

c.  Timbul Politik Memecah Belah

Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menjalankan politik memecah belah bangsa lain demi kepentingan mereka sendiri. Mereka membagi negara-negara yang mempunyai arti penting, seperti Korea, Vietnam, dan Jerman untuk mendukung kepentingan kedua negara adidaya tersebut.

d. Timbulnya Negara-Negara Nasional

Negara-negara imperialis Barat, seperti, AS, Inggris, Prancis, Belanda, Portugal, dan Spanyol tidak mampu lagi menghalangi semangat perjuangan bangsa-bangsa yang mereka jajah. Usaha untuk menindas rakyat jajahan hanya membuang biaya dan mengorbankan rakyatnya sendiri. Mereka mengakui atau memberikan kemerdekaan kembali kepada negara-negara yang dijajah. Dengan demikian pasca-PD II banyak negara-negara di kawaan Asia dan Afrika mem-peroleh kemerdekaan.

e.  Timbul Persekutuan Militer Kembali

Sebagai balance of power policy (penyeimbang kekuatan), negara-negara adidaya berusaha mengadakan persekutuan baru demi keamanan bersama (Collective Security) sehingga timbul pakta-pakta yang bersifat militer. Misalnya, Amerika Serikat mendirikan North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang diimbangi oleh Uni Soviet dengan membentuk persekutuan militer Pact of Mutual Assistance and Unifield Command atau Pakta Warsawa.

2. Perubahan di Bidang Sosial

a. Terbentuknya United Nations (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai lembaga dunia penyempurnaan dari Liga Bangsa Bangsa (LBB). Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa dilandasi adanya Charter of Peace (Piagam perdamaian) diharapkan dapat menjamin keamanan dan ketertiban dunia, mencegah terulangnya perang dunia, serta menjamin keselamatan dunia.

b. Semakin kuat kedudukan golongan cerdik pandai

PD II menunjukkan bahwa peperangan tidak dapat dimenangkan tanpa bantuan kaum cerdik pandai yang merupakan prajurit tanpa senjata yang berjuang di laboratorium dengan penelitian-penelitian, sehingga dapat ditemukan alat-alat perang modern seperti radar, peluru kendali, bom atom, dan sebagainya. Bom atom berhasil mengakhiri PD II setelah sukses diujicobakan di kota Hirosima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.

3. Perubahan di Bidang Ekonomi

a. Ekonomi dunia menjadi kacau

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan keadaan ekonomi dunia kacau. Perang Dunia II telah mengeksploitasi banyak tenaga kerja, modal, dan biaya perang sehingga ketika perang berakhir keadaan perekonomian sangat berantakan. Lahirnya dua kekuatan adidaya setelah perang dunia dengan sendirinya telah menyebabkan sistem ekonomi dunia terbelah menjadi dua. Sistem ekonomi dunia setelah Perang Dunia II terdiri atas sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Sistem ekonomi kapitalis cenderung ber-kiblat dan didominasi oleh Amerika Serikat. Sistem ekonomi sosialis cenderung berkiblat dan didominasi oleh Uni Soviet.

Negara-negara di Eropa Barat dan sebagian Asia, seperti Jepang, Singapura, dan Korea selalu cenderung menggunakan sistem ekonomi kapitalis. Amerika Serikat sebagai pemimpin kapitalis menyatakan bahwa sistem perekonomian kapitalis merupakan sistem perekonomian terbaik di dunia.

Hal itu disebabkan sistem perekonomian kapitalis menekankan pada bentuk persaingan bebas sesuai nilai liberal. Paham ekonomi kapitalis ini sangat bertentangan dengan paham ekonomi sosialis. Paham ekonomi sosialis banyak diterapkan di negara-negara Eropa Timur dan sebagian Asia, seperti Cina, Korea Utara, dan Vietnam. Pada sistem ekonomi sosialis, peranan pemerintah sangat mendominasi. Bahkan, campur tangan pemerintah dalam kegiatan pereko-nomian wajib dilaksanakan. Hak milik perorangan atau pribadi sangat diabaikan. Jadi, semua kegiatan itu dipusatkan dan diperuntukkan bagi negara.

Hancurnya perekonomian dunia menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya tampil memberikan bantuan ekonomi. Namun, kedua negara adidaya itu tidak sekadar memberi bantuan ekonomi. Dibalik pemberian bantuan ekonomi tersebut, kedua negara adidaya juga memperluas pengaruh ideologinya.

Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman dengan dibantu Menteri Luar Negeri, Marshall menawarkan bantuan ekonomi ke sejumlah negara Eropa Barat. Program bantuan ekonomi Amerika Serikat tersebut dikenal dengan nama Marshall Plan yang dicetuskan pada tanggal 5 Juli 1947. Negara-negara Eropa Barat yang menerima bantuan ekonomi melalui Marshall Plan harus bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan produksi secara maksimal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan volume per-dagangan. Negara-negara Eropa Barat dengan memperoleh bantuan ekonomi melalu Marshall Plan secara bertahap berhasil menata kembali keadaan perekonomiannya. Bahkan, masyarakat Eropa Barat akhirnya dapat membentuk suatu badan kerja sama ekonomi yang disebut Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma, Italia.

Di dalam pertemuan di Roma digariskan tujuan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa, antara lain:
  1. meningkatkan perekonomian negara anggota melalui kerja sama yang harmonis;
  2. memperluas bidang perdagangan;
  3. liberalisasi dalam perdagangan;
  4. menjaga keseimbangan perdagangan di antara negara anggota;
  5. menghapus semua rintangan yang menghambat laju perdagangan antaranggota;
  6. memperluas kerja sama perdagangan dengan negara lain.
Pada awalnya Masyarakat Ekonomi Eropa beranggotakan negara Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, dan Luksemburg. Namun, pada konferensi MEE di Brusel, Belgia pada tanggal 22 Januari 1962 keanggotaannya bertambah dengan masuknya Inggris, Irlandia, Denmark, dan Norwegia.

Amerika Serikat juga berusaha memperluas paham ideologinya ke wilayah lainnya. Misalnya, Amerika Serikat juga berusaha mendekati negara Yunani dan Turki agar bersedia bergabung dalam ideologi liberalisme kapitalisme. Negara Turki dan Yunani setelah berakhirnya Perang Dunia II mengalami kehancuran bangunan dan keadaan ekonomi yang parah luar biasa. Kebetulan dana yang besar itu dimiliki oleh Amerika Serikat yang cepat tanggap menghadapi situasi seperti itu. Paket bantuan ekonomi dari Amerika Serikat segera dikucurkan kepada negara Yunani dan Turki. Paket bantuan ekonomi tersebut dinamakan Truman Doctrine. Dengan demikian, Amerika Serikat satu per satu berhasil meluaskan pengaruhnya ke seluruh wilayah Eropa.

Perang Dunia II tidak hanya berlangsung di Eropa, tetapi juga berlangsung di wilayah Asia. Dengan begitu, setelah Perang Dunia II berakhir kerusakan parah juga melanda wilayah Asia. Berbagai bangunan berantakan dan keadaan ekonomi pun mengalami kelesuan seperti halnya wilayah Eropa.

Amerika Serikat begitu cepat tanggap dengan keadaan di wilayah Asia. Amerika Serikat juga berusaha membantu keadaan negara-negara di wilayah Asia melalui bantuan ekonomi dan militer. Paket bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara Asia disebut Mutual Security.

Melihat aksi Amerika Serikat, Uni Soviet sebagai kekuatan adidaya lainnya mencoba memberi perhatian kepada negara-negara sekutunya di wilayah Eropa Timur dalam bentuk bantuan ekonomi. Bantuan ekonomi yang maksudkan untuk membendung meluasnya pengaruh liberalisme yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Molotov. Oleh karena itu, paket bantuan ekonomi dari negara Uni Soviet untuk negara-negara Eropa Timur disebut Molotov Plan. Dengan bantuan ekonomi tersebut, negara-negara di Eropa Timur berusaha menata kembali keadaan ekonominya. Pada perkembangan selanjutnya, negara-negara di Eropa Timur membentuk lembaga kerja sama ekonomi yang disebut Commintern Economi (Comicon).

Negara-negara baru yang berada di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin merasa bimbang menghadapi besarnya pengaruh dua negara adidaya tersebut. Negara-negara baru itu memang membutuhkan bantuan ekonomi yang tidak sedikit untuk membangun. Namun, di sisi lain mereka juga tidak ingin terjebak untuk mengikuti ideologi kapitalisme atau komunisme. Ada di antara negara-negara baru merdeka tersebut yang berusaha memperbaiki keadaan dengan kekuatan sendiri, tetapi ada pula yang berusaha memperbaiki dengan menjalin hubungan dengan bekas negara penjajahnya. Mereka berpikir yang terpenting tidak masuk dalam blok kapitalis atau blok komunis. Namun, negara-negara yang baru merdeka tersebut tidak jarang terjebak juga untuk memilih ikut blok kapitalis atau komunis.

British Commonwealth atau Persemakmuran Inggris merupakan contoh ikatan yang masih dilakukan antara negara Inggris dan negara bekas jajahannya. Mereka menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.

b. Jerman dan Jepang muncul kembali sebagai negara industri

Sejalan dengan upaya AS untuk mendapatkan pengaruh, maka bekas lawan politiknya, yaitu Jerman dan Jepang diberikan modal untuk mengembangkan kembali industrinya yang telah hancur akibat PD II. Hal ini juga dilandasi oleh rasa kekhawatiran bahwa negara-negara yang kalah perang dan mengalami kesulitan ekonomi akan berpaling ke Uni Soviet yang berhaluan sosialis-komunis.

Adapun negara-negara baru di Asia, seperti Korea Selatan, Hongkong (sekarang bagian dari RRC), Taiwan (Cina juga menganggap sebagai bagian provinsinya yang membangkang), dan Singapura berusaha memperbaiki keadaan ekonominya dengan menganut sistem liberal (pasar bebas). Negara-negara tersebut sekarang tampil sebagai negara industri baru. Negara di Asia yang terlebih dahulu berkembang menjadi negara industri terkemuka adalah negara Jepang.

Bangsa Jepang mulai berkembang menjadi bangsa yang maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi setelah terjadi peristiwa Restorasi Meiji. Peradaban Barat yang pada saat itu lebih unggul dibandingkan peradaban bangsa Jepang dijadikan model untuk mengejar ketertinggalannya. Banyak pemuda Jepang yang dikirim ke negara-negara Barat untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekembali dari negara-negara Barat, mereka diharapkan mampu mela-kukan alih teknologi pada bangsa Jepang. Bidang pendidikan mereka meniru pendidikan model Barat. Namun, yang paling patut dihargai, Jepang tetap berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan sendiri. Dengan demikian, mereka berteknologi Barat, tetapi tetap berjiwa Jepang, suatu perpaduan yang unik dan menarik.

Tampaknya pertarungan sengit dalam memperluas pengaruh antara blok kapitalis dengan sistem ekonomi liberal dan blok komunis dengan sistem ekonomi sosialis lebih menguntungkan blok kapitalis. Sistem liberal makin mendunia karena ditunjang oleh berkembangnya arus globalisasi dalam berbagai perusahaan multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta munculnya organisasi kerja sama ekonomi regional.

Beberapa organisasi kerja sama ekonomi regional itu adalah sebagai berikut.

a. Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community) atau Uni Eropa (European Union)

1) Terbentuknya MEE

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan per-pecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keber-hasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman Barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State.

Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
  • membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE);
  • membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom Eropa.
Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12 negara.

MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaan-nya memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.

2)  Tujuan Pembentukan Organisasi MEE

MEE menegaskan tujuannya, antara lain:
  • integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja;
  • memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
  • menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
  • meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE.
Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.

3) Struktur Organisasi MEE

Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut.

a) Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)

Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengaju-kan usul kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.

b)  Dewan Menteri (The Council)

Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk meren-canakan dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggota-annya terdiri atas Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama ekonomi negara anggota dan mem-punyai kekuasaan membuat suatu peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.

c) Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)

Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan meng-awasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).

d) Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)

Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota. Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional.

Untuk melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru, yaitu:
  1. Parlemen Eropa (European Parliament);
  2. Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
  3. Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
  4. Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa 50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan per-temuan anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan per-setujuan dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.

4)  Perubahan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menjadi Uni Eropa (UE)

Melalui perjanjian Maastrich, ke–12 negara anggota Masyarakat Eropa dipersatukan dalam mekanisme Kesatuan Eropa, dengan pelaksanaan secara bertahap. The Treaty on European Union mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1993, setelah diratifikasi oleh semua parlemen anggota masyarakat Eropa. Mulai tahun 1999, Masyarakat Eropa hanya mengenal satu mata uang yang disebut European Currency Unit (ECU) atau (European Union – EU).

Beberapa bentuk perjanjian yang pernah dilakukan MEE harus mengalami beberapa kali amandemen. Hal itu berkaitan dengan bertambahnya anggota. Kenggotaan Uni Eropa terbuka bagi semua negara dengan syarat:
  • negara tersebut berada di kawasan Benua Eropa;
  • negara tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, penegakan hukum, menghormati hak asasi manusia (HAM), dan bersedia menjalankan segala peraturan perundang-undangan Eropa.
Pada tahun 2004 keanggotaan Uni Eropa berjumlah dua puluh lima negara. Sepuluh negara yang menjadi anggota baru Uni Eropa sebelumnya berada di wilayah Eropa Timur. Negara anggota Uni Eropa yang baru itu adalah Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Republik Slovakia, dan Slovenia. Pada tahun 2007, Bulgaria dan Rumania juga diharapkan bergabung dengan Uni Eropa. Sementara itu, permintaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa masih ditangguhkan. Hal itu disebabkan Turki belum melaksanakan perubahan (reformasi) politik dan ekonomi di dalam negerinya.

b. Asia Pasifik Economic Cooperation (APEC)

1) Latar Belakang Berdirinya APEC

Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.

Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif men-dorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibat-kan sektor swasta.

Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatar-belakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (per-dagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Adapun tujuan dibentuknya APEC adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama di bidang perdagangan dan investasi.

2) Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota

Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggota-nya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
a)
Indonesia
j)
Korea Selatan
b)
Singapura
k)
Selandia Baru
c)
Thailand
l)
Australia
d)
Filipina
m)
RRC
e)
Malaysia
n)
Taiwan
f)
Brunei Darussalam
o)
Hongkong
g)
Amerika Serikat
p)
Meksiko
h)
Jepang
q)
Papua Nugini
i)
Kanada
r)
Cile

Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasar-kan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut.

  • Negara sangat maju : AS dan Jepang.
  • Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
  • Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
  • Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
3) KTT APEC

APEC merupakan kerja sama ekonomi regional untuk memajukan perdagangan dan investasi di Asia Pasifik.Pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintah disebut meeting atau AELM (APEC Economic Leaders Meeting = Pertemuan para pemimpin Ekonomi APEC) yang bersifat informal. Adapun AELM diadakan:
  • AELM I di Seattle, AS tahun 1993
  • AELM II, di Bogor, Indonesia tahun 1994
  • AELM III, di Osaka, Jepang tahun 1995
  • AELM IV di Manila Filipina tahun 1996
  • AELM V di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 17-18 November 1998.
4)  Kerja Sama APEC

Sejak akhir tahun 1980-an, motivasi untuk melakukan kerja sama regional itu makin kuat karena beberapa hal berikut ini.
  • Perlu kesiapan negara-negara Asia Pasifik terhadap kemungkinan peningkatan proteksi di Eropa dan Amerika Serikat. Seperti telah diketahui bahwa pada dasawarsa 1980-an, Eropa mempercepat langkahnya menuju penyatuan ekonomi dan moneter Eropa. Demikian pula halnya ketika North American Free Trade Area (NAFTA) makin gencar dan Amerika Serikat makin sering menerapkan tekanan politik dalam kebijakan perdagangan luar negerinya, misalnya, melalui ancaman pencabutan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP). Antisipasi terhadap perkembangan itu mendorong para pemimpin kawasan ini memformalkan kerja sama regional.
  • Peningkatan pertumbuhan perdagangan Intra-Asia dan Intra-Asia Pasifik. Dalam periode 1988–1992 total ekspor negara-negara anggota APEC meningkat dari 1.079,4 miliar dolar Amerika menjadi 1.518,0 miliar dolar Amerika dan 66 persen di antaranya adalah ekspor ke sesama anggota APEC. Dalam periode yang sama, total impor negara-negara meningkat dari 1.221,1 miliar dolar Amerika menjadi 1.519,4 miliar dollar Amerika dan 67,2 persen di antaranya adalah impor dari sesama anggota APEC. Makin intensifnya interaksi intraregional itu juga diduga menumbuhkan motivasi regionalisme di kawasan yang menghasilkan kira-kira 50 persen produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
  • Kemunculan negara-negara industri baru di Asia Timur. Keyakinan akan kekuatan sendiri dan rasa percaya diri yang muncul akibat prestasi itu juga banyak mendorong negara-negara di kawasan ini untuk melakukan kerja sama regional.
  • Infrastruktur yang makin baik, seperti telekomunikasi dalam mendukung kerja sama regional.
Dari sudut kepentingan ekonomi, lebih dari 70% pasar ekspor Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik. Begitu pula impor Indonesia kira-kira 60% berasal dari negara-negara anggota APEC. Mereka juga menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar negeri yang diterima Indonesia. Dampak kerja sama ekonomi dalam kegiatan investasi di APEC adalah terbukanya peluang pasar yang makin lebar. Hal yang juga harus dimengerti ialah APEC bisa menjadi ancaman jika perekonomian kita tidak segera dipersiapkan untuk arus perdagangan bebas. Dengan terjun ke perdagangan bebas, sebuah negara harus siap menerima banjir barang impor, tetapi yang dimaksud bukan perdagangan bebas dalam arti sebebas-bebasnya.

Persoalan besar yang dihadapi negara-negara Selatan dalam kedua arena tersebut adalah rendahnya tingkat solidaritas mereka. Dalam APEC, negara-negara Selatan tidak bertindak sebagai kelompok yang bersatu. Misalnya, Malaysia yang berusaha menentang Amerika Serikat ternyata tidak memperoleh dukungan dari rekan-rekannya dari ASEAN. Begitu pula yang terjadi dalam perundingan Putaran Uruguay dan GATT. Upaya negara-negara Selatan untuk menerapkan strategi koalisi global dan melakukan negosiasi dan tawar-menawar sebagai kelompok seperti yang mereka lakukan dalam United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tidak berhasil karena beberapa alasan berikut.
  • Penerapan strategi pecah dan tindas oleh negara-negara Utara, terutama Amerika Serikat. Salah satu mekanismenya adalah tekanan-tekanan bilateral terhadap negara-negara yang hendak menentang usulan GATT.
  • Adanya kehendak negara-negara Selatan untuk membentuk koalisi menentang negara-negara Utara. Oleh karena itu, negara-negara Utara mengusulkan pembentukan Kelompok Cairns dalam GATT yang beranggotakan negara-negara Utara dan Selatan, seperti Argentina, Australia, Brasil, Cile, Kolombia, Filipina, Hongaria, Indonesia, Kanada, Malaysia, Selandia Baru, Thailand, dan Uruguay. Dengan demikian, pengelompokan yang eksklusif dari negara-negara Selatan tidak terjadi.
  • Adanya kemungkinan bahwa keberhasilan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara industri baru melalui jalur kapitalis, neoklasik, dan dengan menempel pada negara besar, seperti Amerika Serikat telah melunturkan keyakinan banyak negara Selatan tentang efektivitas koalisi Selatan–Selatan itu.
5) Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia

Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut.
  • Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
  • Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
  • Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
  • Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
  • Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis
Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut.
  • Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
  • Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
  • Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkan mentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
  • Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
  • Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara.

c. Asean Free Trade Area (AFTA)

AFTA atau kawasan perdagangan bebas adalah suatu bentuk kerja sama negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand.

Pertemuan Chiang Mai menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut.

1) Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.

2) Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.

3) Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut.
  1. Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
  2. Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list), seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
  3. Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun 2003.
Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA dengan tujuan:
  1. meningkatkan perdagangan dan spesialisasi di lingkungan keanggotaan ASEAN;
  2. meningkatkan jumlah ekspor negara-negara anggota ASEAN;
  3. meningkatkan investasi dalam kegiatan produksi dan jasa antaranggota ASEAN;
  4. meningkatkan masuknya investasi dari luar negara anggota ASEAN. 

d. North American Free Trade Area (NAFTA)

Kawasan bebas perdagangan ternyata tidak hanya dimiliki oleh negara-negara anggota ASEAN. Di kawasan Amerika Utara kesepakatan untuk membentuk kawasan bebas perdagangan juga dilakukan kebijakan ekonomi tersebut North American Free Trade Area (NAFTA).

NAFTA dibentuk oleh negara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Kesepakatan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dilakukan pada tanggal 12 Agustus 1992. Namun, pelaksanaan NAFTA dimulai pada awal tahun 1994.

Tujuan yang ingin dicapai dengan diberlakukannya NAFTA, antara lain:
  1. meningkatkan kegiatan ekonomi para anggota;
  2. mengusahakan standarisasi barang-barang yang diperdagangkan;
  3. meningkatkan pelayanan pada konsumen dengan mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan, dan ramah dengan lingkungan;
  4. mengatur keseimbangan ekspor dan impor di antara anggota.

D. Perkembangan Politik Dunia Masa Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet keluar sebagai pemenang perang dan muncul sebagai negara adikuasa/super power yang kemudian memainkan peranan di panggung politik, ekonomi dan militer dunia internasional. Lahirnya kekuatan adidaya baru yang mewakili kepentingan Blok Barat dan Blok Timur menimbulkan suasana yang tidak representatif. Pertentangan di antara dua kekuatan dunia tersebut melahirkan Perang Dingin (the cold war).

Keadaan dunia setelah berakhirnya Perang Dunia II makin mencekam setelah Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet saling berebut pengaruh.

Berbagai unjuk kekuatan digelar oleh kedua kubu untuk menjadi yang paling kuat di dunia. Pertentangan secara psikologi menyebabkan dunia dalam suasana Perang Dingin.

1. Faktor-Faktor Penyebab Perang Dingin

Pasca PD II terjadilah perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet yang melahirkan Perang Dingin (Cold War) yang disebut juga sebagai ‘perang urat syaraf’. Perang Dingin adalah suasana internasional yang penuh ketegangan dan bermusuhan akibat konflik ideologi antara Blok Barat (liberal kapitalis) pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur (sosialis komunis) pimpinan Uni Soviet yang berkembang setelah Perang Dunia II berakhir. Dampak yang terjadi akibat Perang Dunia II sangat luas dan kompleks, baik menyangkut aspek politik, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berperan besar dalam mengakhiri Perang Dunia II tampil sebagai kekuatan dunia. Karena merasa paling kuat dalam segala hal, kedua negara itu saling berusaha memperluas pengaruh ke seluruh negara di dunia. Tujuannya adalah mereka ingin menjadi nomor satu dan menjadi penguasa tunggal dunia. Untuk tujuan tersebut, mereka melakukan segala hal, tetapi keduanya belum pernah secara langsung berhadapan dalam perang terbuka. Persaingan dua kekuatan adidaya dunia tersebut menimbulkan Perang Dingin.

a. Penyebab Terjadinya Perang Dingin

Secara umum, Perang Dingin terjadi akibat dipicu oleh hal-hal sebagai berikut.

1)  Perbedaan dan Pertentangan Ideologi

Amerika Serikat adalah negara yang berideologi liberal kapitalis, sedangkan Uni Soviet adalah negara yang berideologi sosialis komunis. Sejak awal kelahirannya, paham sosialis komunis memang tidak sejalan dengan paham liberal kapitalis. Bahkan, kelahiran sosialis komunis memang dipicu adanya liberal kapitalis yang pada waktu itu bertindak sewenang-wenang. Akibat perbedaan ideologi, setelah musuh bersama (Jerman) dapat mereka lenyapkan dalam Perang Dunia II, pertentangan ideologi kembali terjadi. Akibatnya, kedua kekuatan adidaya tersebut berusaha saling mengalahkan. Salah satu caranya adalah memengaruhi negara-negara lain untuk bergabung dalam kelompoknya. Oleh karena itu, dunia ini akhirnya seolah-olah terbagi menjadi Blok Barat yang berpaham liberal kapitalis dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya, dan Blok Timur yang berpaham sosialis komunis dengan Uni Soviet sebagai pemimpinnya.

2)  Perebutan Dominasi Kepemimpinan

Amerika Serikat dan Uni Soviet saling berusaha menjadi pemimpin dunia. Mereka memimpikan dapat berkuasa dan memimpin dunia seperti masa kejayaan Inggris dan Prancis pada masa imperialis kuno. Namun, kekuasaan yang biasanya dilakukan pada masa imperialis kuno sekarang sudah tidak mereka lakukan lagi. Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menjadi pemimpin dunia dengan cara baru, misalnya dengan kekuatan ekonominya. Dengan demikian, Amerika Serikat dan Uni Soviet tampil sebagai imperialis muda.

Amerika Serikat dengan kekuatan ekonominya berusaha memengaruhi negara-negara lain khususnya yang baru merdeka dengan paket bantuan ekonomi. Pemerintah Amerika Serikat beranggapan bahwa negara yang rakyatnya hidup makmur dapat menjadi tempat pemasaran hasil industrinya. Selain itu, rakyat yang hidupnya telah makmur juga akan menjauhkan dari pengaruh sosialis komunis. Hanya kemiskinan yang menjadi ladang subur bagi perkembangan sosialis komunis. Sedangkan Uni Soviet yang mempunyai kekuatan ekonomi, tetapi tidak sebesar Amerika Serikat juga berusaha membentengi negara-negara yang telah mendapat pengaruhnya. Paket bantuan ekonomi Uni Soviet juga diberikan guna memperbaiki keadaan ekonomi negara-negara tersebut. Selain itu, Uni Soviet juga berusaha mendekati rakyat yang sedang melakukan perjuangan nasionalnya dengan mengirimkan para tenaga ahli dan juga berbagai peralatan militer.

Franklin Delano Roosevelt

Franklin Delano Roosevelt ( FD Roosevelt ) adalah Presiden Amerika Serikat yang menduduki jabatan presiden sebanyak empat kali. Franklin Delano Roosevelt mampu menunjukkan kepiawaiannya sebagai seorang negarawan meskipun ketika usia 40 tahun Franklin Delano Roosevelt menderita polio yang menyebabkan kedua kakinya lumpuh. Namun, berkat latihan kerasnya, dia dapat sembuh. Amerika Serikat ketika dipimpin Franklin Delano Roosevelt mampu keluar dari depresi berat yang menghimpitnya sebagai negara adidaya setelah Perang Dunia II.

b. Bentuk–bentuk Perang Dingin

Perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet meliputi bidang politik, ekonomi, militer, dan ruang angkasa.

1) Bidang Politik

Pihak AS berusaha menjadikan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara sedang berkembang menjadi sebagai negara demokrasi dengan tujuan agar hak-hak asasi manusia dapat terjamin. Untuk negara yang kalah perang yaitu Jerman dan Jepang dikembangkan paham demokrasi dan sistem perekonomian kapitalisme. Sedangkan pihak US mengembangkan paham sosialisme-komunisme dengan pembangunan ekonomi rencana lima tahun dengan cara diktator, tertutup. Dengan sistem ini US dikenal sebagai ‘negara tirai besi’, sedangkan negara di bawah pengaruhnya di Asia yaitu Cina mendapat julukan ‘negara tirai bambu’.

2) Bidang Ekonomi

AS dan US saling memperebutkan pengaruhnya dengan menjadi pahlawan ekonomi yaitu menjadi negara kreditur dengan memberikan bantuan, pinjaman kepada negara-negara berkembang, seperti Mashall Plan (Eropean Recovery Program) yakni bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara di kawasan Eropa Barat. Selain itu Presiden Henry S Truman memberikan bantuan teknis dan ekonomi khusus kepada Turki dan Yunani, yang dikenal dengan Truman Doctrin.

3) Bidang Militer

Perebutan pengaruh antara AS dengan US dalam bidang militer dalam bentuk pakta pertahanan militer. Berlangsungnya Perang Dingin menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Soviet saling curiga satu dengan yang lain. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang terbuka, kedua negara adidaya beserta para sekutunya saling memperkuat pertahanan dan militernya. Amerika Serikat beserta para sekutunya berusaha membentuk ikatan militer guna menghadapi serangan Uni Soviet. Pada masa Perang Dunia II berkembang opini dunia bahwa pasukan Uni Soviet lebih unggul jumlah personel dan persenjataannya. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan pasukan Uni Soviet dalam menghentikan gerakan pasukan Jerman di wilayah Eropa Timur. Hal itu berlaku sebaliknya, Amerika Serikat tersendat-sendat menghentikan laju pasukan Jerman di Eropa Barat meskipun dibantu Inggris.

Di kawasan Atlantik Utara, Amerika Serikat bersama sekutunya Inggris, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Norwegia, dan Kanada, setuju untuk membentuk persekutuan militer bersama. Persekutuan militer itu disebut North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang berdiri tahun 1949. Keanggotaan NATO diperluas lagi dengan masuknya Italia dan Islandia, Yunani, dan Turki (1952) serta Jerman Barat (1955). Di dalam NATO terdapat ketentuan bahwa serangan terhadap salah satu negara anggota dianggap sebagai serangan terhadap keseluruhan sehingga semua negara anggota wajib saling memberi bantuan.

Amerika Serikat juga berusaha menggelar kekuatan militernya di kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan. Untuk keperluan itu, Amerika Serikat bersama Turki, Irak, Iran, dan Pakistan membentuk kerja sama militer. Nama kerja sama militer itu adalah Middle East Treaty Organization yang disingkat METO atau dikenal dengan CENTO (Central Treaty Organization) yang berdiri tahun 1959 yang semula bernama Pakta Bagdad (1955).

Untuk menahan laju perluasan komunis di Asia Tenggara, Amerika Serikat membentuk kerja sama militer yang disebut South East Asia Treaty Organization atau SEATO. Pada tahun 1954, kerja sama militer itu terdiri atas negara Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, Thailand, Filipina, dan Selandia Baru. Sementara itu, laju komunis di Pasifik Selatan coba dihambat Amerika Serikat dengan membentuk kerja sama militer pula. Kerja sama pertahanan di Pasifik Selatan disebut ANZUS (Australia, New Zeland, and United States) dengan anggota AS, Australia dan New Zeland yang didirikan atas dasar Tripatite Security Treaty pada tanggal 1 September 1951.

Sedangkan Uni Soviet berusaha mengimbangi kekuatan militer Blok Barat dengan membentuk kerja sama militer pula. Pada 14 Mei 1955 Uni Soviet bersama Mongolia, Polandia, Cekoslowakia, Bulgaria, Rumania, dan Jerman Timur membentuk Pact of Mutual Assistance and Unifield Command atau dikenal dengan sebutan Pakta Warsawa.

4)  Bidang Ruang angkasa

Perebutan pengaruh antara AS dengan US juga melanda pada kecanggihan teknologi ruang angkasa lebih lanjut di bahas pada subbab eksploitasi teknologi ruang angkasa.

E. Hubungan Pemerintahan Komunis di Cina, Perang Korea, dan Revolusi Kuba dengan Perluasan Perang Dingin ke Luar Eropa

Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya baru setelah perang dunia masing-masing saling berusaha memperluas pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Berbagai cara mereka lakukan untuk meluaskan pengaruh itu. Bantuan ekonomi, tenaga ahli, bahkan peralatan perang mereka berikan asalkan negara tersebut bersedia menjadi pengikutnya. Usaha melakukan pengaruh dan mencari kawan sebanyak-banyaknya tidak hanya dilakukan di kawasan Eropa, tetapi juga keluar Eropa.

Wilayah Asia yang mempunyai jumlah penduduk padat dan kekayaan melimpah menjadi incaran utama kedua negara adidaya. Apalagi, negara-negara di kawasan Asia mayoritas merupakan negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II sehingga menjadi sasaran empuk untuk memperluas pengaruh. Negara-negara baru tersebut tentunya membutuhkan modal besar untuk memperbaiki keadaan dan menjalankan pemerintahan. Sementara itu, kedua negara adidaya tersebut memiliki apa yang dibutuhkan oleh negara-negara baru. Ibarat saling menguntungkan, terjadilah hubungan antara negara-negara baru dan negara adidaya.

1. Pemerintahan Komunis di Cina

Pada akhir tahun 1949, Amerika Serikat sebagai pemimpin Blok Barat (liberal kapitalis) dikejutkan dengan telah meluasnya pengaruh sosialis komunis di wilayah Asia. Keterkejutan negara adidaya Amerika Serikat disebabkan oleh kemenangan komunis di daratan Cina. Kemenangan komunis di Cina menyebabkan lahirnya negara komunis Cina dengan nama Republik Rakyat Cina (RRC).

a. Cina Sebelum Perang Dunia II

Kehidupan bangsa Cina dikatakan memasuki masa modern setelah pemerintahannya berubah dari kekaisaran menjadi republik untuk pertama kalinya. Pada bulan Desember 1911 Republik Rakyat Cina terbentuk dengan Dr. Sun Yat Sen sebagai presiden-nya. Dinasti Manchu yang dipecundangi. Dr. Sun Yat Sen berusaha menyusun kekuatan kembali dengan meminta bantuan Yuan Shih Kay, mantan petinggi militer. Namun, Yuan Shih Kay bersimpati dengan perjuangan Dr. Sun Yat Sen dan berniat membantunya secara diam-diam. Atas bantuan dan perjuangannya, Dr. Sun Yat Sen meminta Yuan Shih Kay menjadi Presiden Republik Cina.
Dr. Sun Yat Sen
Yuan Shih Kay memerintah Cina secara diktator. Hal itu tentu saja mengecewakan kelompok revolusioner yang telah memberi kepercayaan Yuan Shih Kay memimpin Cina. Oleh karena itu, mereka kemudian membentuk Partai Nasional (Kuomintang) pada tahun 1913. Selanjutnya, kaum revolusioner mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Yuan Shih Kay. Namun, revolusi mengalami kegagalan sehingga pemimpinnya melarikan diri ke Jepang. Yuan Shih Kay makin bertindak tidak simpatik terhadap para pendukungnya karena merasa paling kuat. Yuan Shih Kay berkeinginan menghidupkan kembali kekaisaran di Cina. Tentu saja keinginan itu ditentang para pengikutnya, terutama dari kalangan militer. Menjelang tahun 1916 pemerintahan di Beijing mulai melemah. Namun, militer yang menjadi inti kekuatannya di Utara masih mampu mengontrol wilayahnya. Dengan demikian, kaum militer sebenarnya yang berkuasa di Cina Utara.

Sementara itu, di Cina Selatan kaum militer meminta Dr. Sun Yat Sen untuk mendirikan pemerintahan baru dan terbentuk di Kanton pada tahun 1917. Pada tahun 1922 pemerintahan republik runtuh dan kaum militer yang berkuasa.

Oleh karena ada dua pemerintahan dalam satu wilayah Cina, terjadilah perang saudara. Pada tahun 1919 Dr. Sun Yat Sen mengadakan pembenahan terhadap Partai Nasional dengan merekrut pada mahasiswa. Pada saat yang sama, ideologi komunis mulai menyusup di Cina dan banyak dianut mahasiswa yang berada di Beijing dan Shanghai. Pada tahun 1923 Uni Soviet mulai menjalin hubungan dengan pemerintah Cina. Uni Soviet mengirimkan beberapa penasihatnya ke Cina untuk membantu kaum nasionalis. Uni Soviet menyaran-kan agar kaum komunis dan nasionalis bersatu untuk melancarkan revolusi melawan pemerintahan militer di Utara.

Pada tahun 1925 Dr. Sun Yat Sen meninggal dan kepemimpinannya digantikan oleh Chiang Kai-shek seorang militer. Pada tahun 1926, para pemimpin militer di Utara berhasil ditundukkan oleh orang-orang nasionalis dan komunis. Namun, setahun kemudian, Chiang Kai-shek berbalik memusuhi kaum komunis. Pada tahun 1928 seluruh Cina berhasil disatukan dalam pemerintahan kaum nasionalis.

Meskipun kaum nasionalis berkuasa di Cina, sebenarnya mereka tidak mampu mengontrol seluruh wilayah Cina secara penuh. Gangguan yang dilakukan kaum komunis dan usaha agresi Jepang mewarnai masa pemerintahan kaum nasionalis. Kaum komunis berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya di wilayah tengah dan selatan Cina. Namun, pada tahun 1934 Chiang Kai-shek berhasil mematahkan perlawanan kaum komunis. Akibat pertempuran tersebut, kaum komunis Cina mulai mengonsolidasikan kekuatannya di bagian Utara Cina. Untuk maksud itu, Mao Zedong, pemimpin Partai Komunis Cina mengajak pengikutnya melakukan perjalanan panjang melalui darat untuk mencapai Provinsi Shensi di Cina Utara. Kegiatan itu kemudian dikenal sebagai peristiwa Long March.

Jepang pada tahun 1931 mulai menguasai sebagian wilayah Cina. Sementara itu, Chiang Kai-shek juga tidak mampu mengatasi agresi Jepang karena sedang bertempur melawan kaum komunis. Pada tahun 1937 Jepang hampir menguasai seluruh wilayah Cina. Para kaum nasionalis mengundurkan diri dari Provinsi Szechwan dan menjadikan Chung-Ching sebagai ibu kota negara sementara. Ketika Perang Dunia II berkecamuk, Cina menggabungkan diri dalam kelompok Sekutu. Namun, peperangan yang lama dan menguras berbagai sumber daya menyebabkan dukungan rakyat Cina pada kelompok nasionalis mulai mengendur. Kaum komunis pandai membaca situasi ini dan mengambil kesempatan memperluas pengaruhnya pada masyarakat. Akibatnya, kaum komunis berhasil merebut beberapa wilayah Cina di utara dari pemerintah pendudukan Jepang yang mulai melemah. Kaum komunis kemudian mem-perkuat pasukannya dan mengajak rakyat untuk membantu menyediakan makanan dan tempat perlindungan. Atas kebaikan penduduk di daerah pedesaan ini, kaum komunis kemudian melakukan revolusi sosial. Caranya dengan membagi-bagikan tanah kepada para petani dan penduduk pedesaan.

b. Cina Setelah Perang Dunia II

Ketika Perang Dunia II berakhir, kaum komunis telah berhasil menguasai wilayah Cina bagian utara. Usaha untuk mengakhiri pertikaian di Cina setelah Perang Dunia II juga telah dicoba dilakukan. Amerika Serikat sebagai salah satu negara adidaya berusaha menghentikan perang saudara di Cina dengan mengirim Jenderal George C. Marshall ke Cina pada tahun 1946. Tugasnya adalah mengusahakan penyelesaian politik antara kaum nasionalis dan kaum komunis. Namun, usaha itu mengalami kegagalan.

Keunggulan pasukan dan taktik yang jitu dari kaum komunis dan keberhasilan revolusi sosial berhasil mengalahkan kaum nasionalis. Pasukan Mao Zedong setelah berhasil merebut Tientsin dan Beijing pada Januari 1949 ber-hasil memukul mundur pasukan kaum nasiona-lis ke wilayah selatan. Pada tanggal 1 Oktober 1949 Mao Zedong memproklamasikan berdi-rinya Republik Rakyat Cina dengan ibu kota Beijing. Sementara itu, Chiang Kai-shek dan para pengikutnya menyingkir ke Pulau Taiwan.
Mao Zedong

Pemerintahan baru Cina ini mendapat dukungan militer dan ekonomi dari Uni Soviet. Ke-hadiran Cina dengan paham komunisnya tentu saja menjadi pesaing baru bagi Blok Barat. Kemampuan Cina membangun angkatan bersenjata dengan per-sonal yang besar, kemampuan tenaga ahlinya yang mampu membuat bom atom, dan keberhasilannya dalam menata kepemilikan tanah (landreform) men-jadi kekhawatiran tersendiri bagi Blok Barat.

Suasana Perang Dingin di wilayah Asia makin mencekam setelah komunis Cina berusaha meluaskan ajaran Mao Zedong pada negara-negara berkembang lainnya. Cina juga mulai melancarkan kebijakan ekspansi wilayah. Tibet adalah wilayah yang pertama terkena kebijakan ekspansi Cina (1950). Kekuatan Cina juga makin mengkhawatirkan Uni Soviet dan Amerika Serikat karena peranannya dalam Perang Korea (1950–1953) dan klaimnya atas wilayah Taiwan. Hubungan harmonis Cina dan Uni Soviet berakhir pada tahun 1960-an. Hal itu disebabkan Cina sangat mengecam kebijakan Uni Soviet untuk hidup berdampingan secara damai dengan Blok Barat. Cina beranggapan bahwa konfrontasi dengan Barat yang menganut demokrasi liberal adalah hal yang harus terjadi.

Cina bahkan menuduh Uni Soviet telah mengkhianati komunisme. Oleh karena kejadian tersebut, sejak tahun 1960 Uni Soviet menghentikan pengiriman para ahlinya ke Cina. Bahkan, Uni Soviet juga menolak membantu Cina ketika terjadi perang di perbatasan dengan India pada tahun 1962. Cina makin memusuhi Uni Soviet setelah negara itu menandatangani perjanjian kerja sama uji coba persenjataan nuklir pada tahun 1963. Pada tahun 1966 Mao Zedong berusaha mengembalikan Cina ke jalur revolusioner karena ia melihat adanya pergeseran dalam pola hidup masyarakat Cina. Untuk memenuhi ambisinya itu, Mao Zedong melaksanakan Revolusi Kebudayaan. Namun, usaha ini pun mengalami kegagalan. Oleh karena itu, Mao Zedong menggunakan kekuatan militer untuk membenahi keadaan.

Pada tahun 1970-an beberapa negara Barat seperti Kanada menjalin hubungan diplomatik dengan RRC. Pada tahun 1971 Amerika Serikat dan sekutunya menerima RRC sebagai anggota PBB menggantikan Taiwan. Pada tahun 1976 Mao Zedong meninggal dunia. Sepeninggalnya terjadi perebutan kekuasaan di Cina. Kaum moderat pimpinan Hua Guofeng dan kaum radikal pimpinan Jiang Qing, janda Mao Zedong berebut kekuasaan pemerintahan. Perebutan kekuasaan itu akhirnya dimenangkan oleh kelompok moderat.

Pada tanggal 1 Januari 1979, Cina di bawah pimpinan Deng Xiaoping membuka hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. Meskipun Presiden Amerika Serikat, Richard M. Nixon pada tahun 1972 pernah mengunjungi Cina, kala itu Cina belum secara resmi menjalin hubungan diplomatik. Sepeninggal Mao Zedong, bangsa Cina banyak mengalami perubahan. Kaum moderat yang mendominasi Partai Komunis berusaha mengurangi kekaguman dan pengultusan terhadap pemimpin besar Mao Zedong. Pemerintah Cina juga menjalin hubungan dengan berbagai negara. Mereka juga berusaha memodernisasi Cina dengan menerima bantuan dari luar negeri.

2. Perang Korea

Lahirnya kekuatan adidaya baru setelah Perang Dunia II, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, menyebabkan perdamaian dunia yang diharapkan tidak dapat terwujud dengan segera. Amerika Serikat dan Uni Soviet saling berebut dan memperluas pengaruh ke seluruh dunia akibat perbedaan ideologi yang dimiliki. Pertikaian tersebut salah satunya adalah berdampak pada terjadinya Perang Korea. Perang saudara di Korea tersebut menyebabkan wilayahnya sampai saat ini masih terbagi atas Korea Utara dan Korea Selatan.

a.  Korea sebelum Perang Dunia II

Korea atau Chason dalam bahasa Korea adalah sebuah wilayah berupa semenanjung yang berada di Asia Timur. Jepang sejak tahun 1593 telah mengincar wilayah Korea. Namun, berkat bantuan Cina, keinginan Jepang itu dapat dibendung. Ketika Perang Cina–Jepang (1894–1895) berakhir, Jepang makin intensif menggempur pertahanan Korea dan meningkatkan pengaruhnya. Pada tahun 1910 Jepang berhasil menguasai wilayah Korea secara penuh. Seperti halnya bentuk kolonialisme yang lain, Jepang juga melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap Korea. Semua sumber daya Korea dimanfaatkan untuk kepentingan Jepang.

Jepang selain mengeksploitasi segala sumber daya Korea, juga menumbuhkan rasa kebangsaan kepada orang Korea. Pada tanggal 1 Maret 1919 tiga puluh tiga prajurit Korea berkumpul di Taman Pagoda, Seoul untuk memroklamasikan kemerdekaannya. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Pergerakan Kemerdekaan Samit (1 Maret). Gerakan kemerdekaan seperti itu tentu saja tidak dikehendaki oleh pemerintah pendudukan Jepang karena gerakan tersebut jelas-jelas menghendaki keluarnya Jepang dari wilayah Korea. Menghadapi keadaan itu, Jepang berusaha menggagalkan perlawanan tersebut. Meskipun gerakan itu mengalami kegagalan, rakyat Korea telah terilhami dan membangkitkan semangat kebangsaan. Puncaknya, bangsa Korea berani melakukan perlawanan bersenjata seperti yang terjadi di Korea. Rakyat Korea juga berhasil mendirikan pemerintahan sementara di Shanghai.

b. Korea Setelah Perang Dunia II

Presiden Korea Utara dan Korea Selatan

Ketika Jepang menyerah dalam Perang Dunia II, pasukan Sekutu yang terdiri atas Amerika Serikat dan Uni Soviet segera menduduki Korea. Dengan alasan memusnahkan sisa-sisa kekuatan Jepang yang berada di Utara, Uni Soviet mulai melancarkan se-rangan dan menduduki wilayah itu pada tanggal 12 Agustus 1945. Sementara itu, pasukan Amerika Serikat baru mendarat di Korea bagian selatan pada bulan September 1945. Dengan demikian, mulai saat itu wilayah Korea diduduki dua negara adidaya, Amerika Serikat di selatan dan Uni Soviet di utara. Garis lintang 38° menjadi batas wilayah yang mereka duduki.

Pasukan Amerika Serikat mulai tahun 1948 banyak yang ditarik pulang ke negerinya. Hanya para penasihat militer dalam jumlah kecil yang ditinggalkan di tempat itu. Hal itu berkaitan dengan mulai terbentuknya pemerintahan Republik Korea (Selatan) pada tanggal 15 Agustus 1948. Pusat peme-rintahannya ditempatkan di Seoul. Presiden pertama Republik Korea adalah Dr. Syngman Rhee. Uni Soviet ternyata berbuat sama terhadap wilayah yang didudukinya di utara. Uni Soviet membentuk Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) pada tanggal 1 Mei 1948.

Uni Soviet mengangkat Kim Il Sung sebagai presidennya. Uni Soviet baru meninggalkan Korea Utara setelah menandatangani perjanjian tentang pemberian bantuan ekonomi, militer, dan teknologi pada negara satelitnya itu. Korea Utara juga menjalin hubungan diplomatik dengan Cina. Dengan demikian, makin kukuh kekuatan komunis di Asia.

Suasana tegang mulai terasa di Semenanjung Korea, setelah pihak Utara mulai memprovokasi dengan berbagai pelanggaran di perbatasan pada sekitar tahun 1949. Dengan alasan untuk menyatukan kembali Korea pada tanggal 25 Juli 1950 tentara Korea Utara melintasi garis demarkasi dan menyerbu Korea Selatan. Tentara Korea Selatan karena persenjataannya tidak memadai tidak berhasil menghalau tentara Korea Utara.

Atas agresi Korea Utara itu, Korea Selatan mengadukan masalah itu ke Dewan Keamanan PBB. Sebagai solusinya, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang intinya memerintahkan pihak Korea Utara menarik pasukannya hingga garis lintang 38°. Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga meminta bantuan anggota PBB untuk memberi bantuan militer ke Korea. Untuk itu, segera dibentuk pasukan PBB yang berasal dari enam belas negara anggota. Amerika Serikat mendapat mandat Dewan Keamanan PBB untuk memimpin pasukan PBB ke Korea. Sebagai komandan pasukan PBB dipilih Jenderal Douglas Mac Arthur. Pasukan PBB berhasil mendesak pasukan Korea Utara bahkan melewati garis lintang 38°. Pada tanggal 19 Oktober 1950 pasukan PBB berhasil menduduki Pyongyang, ibu kota Korea Utara. Langkah itu dilakukan pasukan PBB karena menurut Mac Arthur keamanan di Semenanjung Korea akan terjadi apabila dua negara itu disatukan.

Cina yang menjalin hubungan diplomatik dan seideologi dengan Korea Utara tidak menerima tindakan pasukan PBB tersebut. Cina berpendapat bahwa itu hanya strategi Amerika Serikat saja untuk memperluas pengaruhnya di Korea. Oleh karena tidak menerima tindakan pasukan PBB, Cina mengirimkan pasukannya dan membantu pertahanan pasukan Korea Utara. Pada tanggal 4 Januari 1951 pasukan PBB terdesak pasukan gabungan Cina–Korea Utara. Bahkan, ibu kota Korea Selatan, Seoul jatuh ke tangan pasukan gabungan. Atas peristiwa yang mengejutkan tersebut, Dewan Keamanan PBB kembali bersidang. Dewan Keamanan PBB mengambil keputusan bahwa tindakan Cina membantu Korea Utara adalah salah dan sebagai konsekuensinya dijalankan embargo ekonomi terhadap negara tersebut. Pada tanggal 12 Maret 1951 pasukan PBB yang telah mengonsolidasikan diri berhasil merebut kembali kota Seoul, Korea Selatan.

Gencatan senjata antara Korea Utara dan Korea Selatan terjadi setelah Uni Soviet turut campur tangan. Kesepakatan perdamaian tercapai pada tanggal 27 Juli 1953. Pada hari itu, ditandatangani Persetujuan P’an Munjom yang menegaskan adanya dua Korea seperti yang kita kenal sekarang. Perang Korea yang berlangsung selama tiga tahun 1950–1953 telah menghancurkan segala sumber daya Korea. Jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan terpisah dari keluarga mereka. Kerusakan itu makin menyedihkan. Oleh karena itu merupakan perang saudara sesama Korea dan meninggalkan luka yang masih terasa hingga sekarang.

3. Revolusi Kuba

Kuba adalah negara pulau yang terletak di Teluk Meksiko, Laut Karibia. Kuba merupakan negara yang terkenal dengan cerutunya. Kuba sebelumnya juga lama menjadi jajahan Spanyol. Pada masa Perang Dingin, Kuba yang letaknya sangat strategis juga tidak luput dari incaran perluasan pengaruh dan ideologi negara adidaya. Kuba merupakan negara republik komunis pertama yang berada di belahan bumi Barat. Letak Kuba yang dekat dengan negara Amerika Serikat menjadi ancaman serius bagi Amerika Serikat.

a. Kuba sebelum Perang Dunia II

Kuba pertama kali ditemukan oleh Columbus, orang Spanyol pada tahun 1492. Seperti halnya tempat-tempat lain yang ditemukan orang Eropa dalam masa penjelajahan samudra, yaitu diakui sebagai miliknya, begitu pula dengan nasib Kuba. Columbus segera mengklaim bahwa Kuba adalah milik Spanyol. Sejak saat itu, Kuba menjadi koloni Spanyol. Pada sekitar tahun 1868–1878 di Kuba timbul gerakan menuntut kemerdekaan. Perang Kemerdekaan tahap kedua muncul pada tahun 1895 dengan dipimpin Jose Marti.

Amerika Serikat mendukung gerakan itu setelah kapal perangnya Marine yang dikirim untuk melindungi warga negaranya di Kuba meledak misterius. Amerika Serikat menganggap itu merupakan sabotase yang dilakukan Spanyol. Oleh karena itu, Amerika Serikat membantu Kuba menyingkirkan Spanyol. Wilayah Kuba sampai tahun 1902 mendapat perlindungan dari Amerika Serikat. Pada tahun 1933 kelompok revolusioner yang dipimpin oleh Fulqencio Batista berhasil mengambil alih pemerintahan di Kuba. Batista memerintah Kuba secara diktator. Pada masa pemerintahan Batista, korupsi makin merajalela.

b. Kuba setelah Perang Dunia II

Kondisi rakyat Kuba yang sangat memprihatinkan pada masa pemerintahan Batista, menggugah semangat salah seorang anak bangsa untuk mem-perbaikinya. Fidel Castro seorang putra tuan tanah kaya raya tidak tahan melihat penderitaan rakyat Kuba. Pada tahun 1953 Castro mencoba melakukan kudeta, tetapi gagal. Akibatnya, Castro dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara. Namun, baru menjalani hukuman selama dua tahun, Castro telah dibebaskan. Penjara tidak membuat Castro jera dalam memperjuangkan keinginannya. Setelah keluar dari penjara Castro kembali menghimpun kekuatan. Castro melatih pengikutnya di dekat kota Meksiko. Pada tahun 1956, Castro bersama para pengikut setianya kembali berusaha menggulingkan kekuasaan Presiden Batista. Selama hampir tiga tahun Castro berusaha merebut kekuasaan di Kuba. Pada tahun 1959 Batista meninggalkan Kuba dan digantikan Castro.

Fidel Castro sebenarnya bukan seorang komunis. Hal itu seperti pernyataannya yang mengatakan, “Revolusi kita bukan berwarna merah, melainkan hijau zaitun.” Kata-kata Castro itu menunjuk pada warna seragam yang ia pakai bersama pengikutnya. Bahkan, Castro juga mengutuk komunis dengan konsepnya yang totaliter. Castro juga berusaha membersihkan tindakannya yang dianggap disponsori komunis dengan berpidato di Universitas Princeton, Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Castro menyatakan bahwa, “... bertentangan dengan pola Revolusi Rusia dan model Marxis bahwa di Kuba tidak berdasarkan perjuangan kelas .... Revolusi Kuba juga tidak berniat meniadakan kepemilikan swasta.”

Namun, pemerintah Amerika Serikat tetap memandang bahwa revolusi yang dikobarkan Castro disponsori pihak komunis. Hal ini akibat tindakan Castro yang banyak mengubah kehidupan Kuba yang mendekati slogan komunis, sama rasa sama rata. Castro banyak membangun sekolah dan rumah bagi orang yang tidak mampu. Pemerintah Kuba juga mulai mengontrol semua penerbitan surat kabar serta siaran radio dan televisi. Tindakan Castro makin lama mengkhawatirkan pemerintah Amerika Serikat. Hal itu disebabkan Castro makin berani menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di Kuba. Akibatnya, Amerika Serikat mengambil tindakan tegas, yaitu menghentikan hubungan dengan Kuba pada tahun 1961. Menghadapi kenyataan itu Fidel Castro selanjutnya segera menjalin hubungan dengan negara-negara komunis, seperti Cina dan Uni Soviet. Dari negara-negara tersebut, Kuba berharap agar mereka bersedia memberi bantuan ekonomi guna melaksanakan dan melanjutkan pembangunan.

Pemerintah Amerika Serikat yang mendapati kenyataan bahwa Kuba telah masuk blok komunis makin khawatir atas keselamatan negaranya. Hal itu beralasan karena jarak Kuba dengan Amerika Serikat tidak lebih dari 10 mil. Atas kekhawatiran itu, pemerintah Amerika Serikat berniat menggulingkan pemerintahan Fidel Castro yang prokomunis. Untuk mencapai maksud itu, pemerintah Amerika Serikat akan menggunakan para pelarian Kuba yang tinggal di Amerika Serikat. Dari orang-orang pelarian Kuba itu, Amerika Serikat berharap dapat menguasai Teluk Babi yang dapat dipakai sebagai lompatan untuk menundukkan Havana, ibu kota Kuba. Dinas intelejen Amerika Serikat (CIA) bertugas melatih orang-orang pelarian Kuba agar berhasil dalam misinya. Sekitar 1.200 orang pelarian Kuba di Amerika Serikat berhasil dikumpulkan dan dilatih kemiliteran.

Presiden baru Amerika Serikat, John Fietzgeerald Kennedy juga menyetujui rencana penggulingan Fidel Castro melalui orang-orang Kuba sendiri. Kennedy bahkan memerintahkan untuk memberi perlindungan dan pengawalan dalam penyerbuan Teluk Babi melalui pelarian orang-orang Kuba dilaksanakan. Peristiwa itu kemudian disebut The Bay Pig’s Episode atau Insiden Teluk Babi. Namun, pada detik-detik terakhir penyerangan, Kennedy memerintahkan membatalkan bantuan perlindungan dan pengawalan. Akibatnya mudah diduga, pemerintah Kuba sangat mudah mematahkan penyerbuan orang-orang Kuba pelarian itu. Atas Insiden tersebut, hubungan Kuba dan Amerika Serikat makin renggang. Sementara itu, pemimpin Uni Soviet, Khruschev segera memanfaat-kan situasi atas insiden Teluk Babi tersebut dan begitu intensif mendekati Kuba. Ia menawarkan paket bantuan ekonomi yang lebih besar lagi apabila Kuba bersedia mengizinkan Uni Soviet membangun pangkalan militer dan menempatkan rudal nuklirnya di wilayah tersebut. Ia berencana rudal-rudalnya akan dapat diarahkan ke Amerika Serikat tanpa ada hambatan.

Keinginan Uni Soviet tentu saja mendapat tantangan dari Amerika Serikat. Presiden Kennedy menyatakan bahwa penempatan rudal Uni Soviet di Kuba merupakan ancaman langsung terhadap Amerika Serikat. Oleh karena itu, pemerintah Amerika Serikat akan mengambil segala cara dan tindakan untuk menggagalkannya. Salah satu tindakan Amerika Serikat dalam menggagalkan pembangunan pangkalan militer dan rudal Uni Soviet adalah menghadang setiap kapal Uni Soviet yang menuju ke Kuba. Tentu saja tindakan itu menimbulkan krisis yang hampir membawa dunia dalam perang nuklir.
Karena merasa belum berimbang kekuatan militernya, akhirnya Uni Soviet membatalkan penempatan pangkalan militer dan rudalnya di Kuba. Apalagi, Amerika Serikat juga berjanji tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Kuba. Hubungan baik Kuba dengan Amerika Serikat mulai membaik lagi pada tahun 1973 setelah kedua negara membuat perjanjian mengenai pertukaran pembajak. Pada tahun 1975 embargo ekonomi pada Kuba yang dilakukan Amerika Serikat mulai dihapus. Namun, hubungan Amerika–Kuba memanas lagi setelah pada akhir tahun 1975 Kuba mengirim pasukannya ke Angola.

Dari kejadian di Kuba itu, dua negara adidaya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, akhirnya juga menyadari betapa bahayanya apabila perang terbuka yang merembet pada perang nuklir terjadi. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi terjadinya perang nuklir dan akibatnya, kedua negara adidaya sepakat melakukan pembicaraan pengurangan senjata.

F. Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembangan Politik di Asia Tenggara

Vietnam adalah salah satu negara di Semenanjung Indocina yang berada di wilayah Asia Tenggara. Vietnam mempunyai sejarah dan kaitan yang erat dengan perkembangan Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Akibat perebutan pengaruh dan perluasan ideologi dari dua negara adidaya itu menyebabkan terjadinya perang saudara di wilayah Vietnam. Perang antara rezim Republik Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan rezim Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara) yang bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Vietnam Selatan, termasuk pasukan Viet Cong yang didukung Uni Soviet dan RRC disebut Perang Vietnam. Perang saudara itu berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1975.

1. Vietnam sebelum Perang Dunia II

Negara Eropa yang pertama mendarat di Vietnam adalah Prancis. Kedatangan Prancis di Vietnam terjadi pada sekitar akhir abad ke-18. Seperti penjelajah samudra dari negara Eropa lainnya, Prancis kemudian melakukan kolonisasi di Vietnam. Wilayah Vietnam yang luas dibagi menjadi tiga daerah protektorat, seperti Tonkin di utara, Annam di tengah, dan Koncincina di selatan. Pada tahun 1887 ketiga protektorat tersebut disatukan dengan protektorat Kampuchea yang dibentuk pada tahun 1875. Kesatuan protektorat itu disebut Uni Indocina. Semangat cinta tanah air dan kebangsaan di Vietnam mulai bangkit setelah Perang Dunia I berakhir. Para nasionalis Vietnam bangkit dan bersatu dalam Partai Nasional Vietnam.

Pemberontakan pertama pada masa kolonial Prancis di Vietnam terjadi pada tahun 1930. Para pemberontak melancarkan aksinya di Tonkin. Namun, upaya pemberontakan ini mengalami kegagalan. Pemerintah kolonial Prancis masih terlalu tangguh untuk dikalahkan. Akibat pemberontakan, banyak pemimpin Partai Nasional Vietnam yang ditawan dan dihukum mati. Sementara itu, anggota yang tidak tertangkap menyebar untuk menyelamatkan diri. Akibat kevakuman aktivitas Partai Nasional Vietnam, di kalangan masyarakat Vietnam muncul wadah baru, yaitu Partai Komunis Indocina.

Pada tahun 1940 Jepang menjadi penguasa baru di Vietnam. Prancis tidak mampu mempertahankan wilayah Vietnam karena negaranya sendiri di Eropa telah dikuasai oleh Jerman. Jadi, Prancis lebih memusatkan kekuatannya untuk membebaskan negerinya.

Partai Komunis Vietnam yang berkembang pada masa kolonial Prancis ternyata sangat membenci Jepang. Oleh karena itu, Partai Komunis Vietnam berusaha membentuk suatu wadah perjuangan bersama dengan kelompok nasionalis di Vietnam dengan nama Viet Minh atau Liga Vietnam Merdeka. Organisasi Viet Minh merupakan hasil kongres yang diselenggarakan kaum komunis pada tanggal 19 Mei 1941 di Chiangsi, Provinsi Kwangsi. Pada awal pembentukannya Viet Minh bersama Viet Nam Doc Lap Dong Minh. Tujuannya adalah melenyapkan dominasi Prancis dan kekuasaan Jepang. Pemimpin organisasi Viet Minh adalah Ho Chi Minh. Rakyat Vietnam lebih mengenalnya sebagai Bapak Nasionalisme Vietnam daripada tokoh komunis.

Posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik sebagai bagian dari Perang Dunia II mulai terdesak. Pada bulan Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Kondisi demikian itu menyebabkan kedudukan Viet Minh di Vietnam makin kuat. Bao Dai, penguasa Vietnam yang merupakan boneka Jepang menyerahkan kekuasaannya pada Ho Chi Minh pada tanggal 25 Agustus 1945. Melihat situasi yang sangat menguntungkan bagi Viet Minh maka pada tanggal 25 September 1945 Ho Chi Minh memproklamasikan kemerdekaan Vietnam dengan nama Republik Demokrasi Vietnam. Pusat pemerintahannya di Hanoi. Namun, Viet Minh tidak berhasil di selatan.

2. Vietnam setelah Perang Dunia II

Perang Dunia II dimenangkan oleh kelompok Sekutu. Prancis yang tergabung dalam kelompok Sekutu bermaksud kembali melakukan kolonisasi di Vietnam. Niat Prancis mendapat dukungan penuh dari Inggris. Keinginan Prancis untuk berkuasa kembali di Vietnam tentu saja mendapat perlawanan dari Viet Minh. Akibatnya, Vietnam mulai tahun 1946 bergejolak lagi dengan berbagai pertempuran antara Viet Minh dan Prancis yang dibantu Inggris. Agar berhasil menguasai Vietnam, Prancis menjalankan politik memecah belah dan adu domba. Bao Dai mantan boneka Jepang dilantik Prancis menjadi penguasa Vietnam pada tahun 1949. Bao Dai menjadi penguasa asosiasi Vietnam Selatan yang otonom. Pada tahun 1950 Amerika Serikat sebagai pimpinan Sekutu dan negara adidaya baru dunia mulai terlibat dalam masalah Vietnam. Oleh karena merasa Prancis adalah sekutunya, Amerika Serikat memutuskan untuk memberi bantuan. Bantuan Amerika Serikat tersebut berupa paket ekonomi dan militer yang diberikan langsung kepada pemerintah baru Vietnam bentukan Prancis. Tujuannya agar bantuan itu dapat dipakai untuk memerangi Viet Minh yang komunis. Dengan demikian, apabila komunis di Vietnam dapat dihabisi, kekuatan liberal kapitalislah yang akan berkuasa. Itu berarti pengaruh Amerika Serikat terhadap kawasan Asia Tenggara makin meluas.

Sementara itu, Viet Minh pada tahun 1949 mulai bangkit kekuatannya. Hal itu disebabkan Viet Minh mendapat bantuan persenjataan dari Cina. Dukungan juga didapatkan dari negara Uni Soviet sebagai sesama negara komunis. Viet Minh karena merasa telah kuat, kembali melancarkan serangan pada pertahanan Prancis. Wilayah luar kota berhasil dikuasai tentara Viet Minh. Sementara itu, Prancis hanya mampu bertahan di kota-kota. Keadaan seperti itu tentu saja sangat membahayakan Prancis pada khususnya dan kepentingan Blok Barat, pada umumnya.

Merasa kepentingannya terancam, Blok Barat menuntut segera diadakan gencatan senjata dan perundingan. Viet Minh sebenarnya menolak perintah tersebut karena selangkah lagi mereka akan menyatukan Vietnam. Namun, akibat didesak Cina dan Uni Soviet yang merupakan negara pendukungnya, Viet Minh memenuhi tuntutan itu. Pada bulan Februari 1954, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet mengadakan pertemuan di Berlin, Jerman. Pertemuan itu membahas tentang penyelesaian masalah Perang Korea dan Perang Vietnam. Sebagai realisasinya, akan diselenggarakan Konferensi Jenewa.

Pada tanggal 20 Juli 1954 Konferensi Jenewa membuat keputusan, antara lain:
  1. mengakui kemerdekaan negara Kampuchea, Laos, dan Vietnam;
  2. menyetujui bahwa wilayah Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan;
  3. akan segera diadakan pemilu pada bulan Juli 1956 untuk menyatukan Vietnam, di bawah pengawasan Komisi Pengawas Internasional.
Perjanjian Jenewa ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah Vietnam. Perjanjian Jenewa justru mengesahkan Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Wilayah Vietnam Utara bernama Republik Demokrasi Vietnam dan wilayah Vietnam Selatan bernama Republik Vietnam. Kedua negara itu mempunyai ideologi dan perilaku yang berbeda. Vietnam Utara berideologikan sosialis komunis, sedangkan Vietnam Selatan berideologikan liberal kapitalis. Sekali lagi tragedi kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi akibat pembagian wilayah. Sanak saudara menjadi terpisah dan tercerai berai karena pembentukan negara itu. Kekuatan dua negara adidaya berperan besar dalam memecah belah Vietnam.

Keputusan Perjanjian Jenewa ditolak mentah-mentah oleh Ho Chi Minh yang ingin melihat Vietnam bersatu. Akibatnya, keadaan di Vietnam menjadi memanas kembali. Pertentangan ideologi dan campur tangan asing tidak terbendung kembali di Vietnam dan dampaknya dirasakan oleh negara-negara tetangganya pula.

3. Perang Vietnam

Pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan berdasarkan keputusan Perjanjian Jenewa menjadikan wilayah tersebut menjadi ajang pertempuran hebat. Ho Chi Minh, tokoh Pergerakan Nasional Vietnam dan tokoh yang berkeinginan supaya Vietnam bersatu, tidak mau menerima hasil Perjanjian Jenewa. Pembentukan Vietnam Selatan dianggapnya sebagai penghalang tercapainya persatuan seluruh Vietnam. Untuk keperluan menghancurkan Vietnam Selatan, Ho Chi Minh mengirimkan pasukan Viet Minh menyusup ke selatan. Usaha menghancurkan Vietnam Selatan mendapat bantuan dari negara komunis, Uni Soviet dan Cina. Blok Barat yang mengetahui tindakan kedua negara komunis terhadap Vietnam Utara dan merasa mempunyai kepentingan di Vietnam Selatan juga berusaha mempertahankan wilayah tersebut. Amerika Serikat memerintahkan pasukannya membantu Vietnam Selatan. Dengan demikian, Perang Vietnam merupakan contoh konkret perebutan pengaruh dua negara adidaya.

Pemerintah Vietnam Utara selain mengirim pasukan juga menyusupkan kader-kader komunisnya ke Vietnam Selatan. Selain berhasil memengaruhi rakyat Vietnam Selatan untuk menentang pemerintahannya sendiri, mereka juga berhasil membentuk dan membantu gerilyawan komunis di Vietnam. Gerilyawan komunis dari Vietnam Selatan dikenal sebagai Vietkong. Pasukan Amerika Serikat yang ditugaskan di Vietnam Selatan ternyata tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Banyaknya tentara Vietkong yang menyamar menjadi rakyat biasa, membuat Amerika Serikat sulit membedakannya di lapangan.

Pasukan Vietkong selain bergerilya juga membuat terowongan bawah tanah (jalur tikus) dalam mematahkan perlawanan Amerika Serikat. Ranjau dan jebakan dari bambu runcing juga dipakai untuk mengalahkan Amerika Serikat. Sebaliknya, pasukan Amerika Serikat dengan persenjataan modern membabi buta menyerang pertahanan Vietkong. Pasukan Amerika Serikat dan Vietnam Selatan juga berusaha menghancurkan Jalur Ho Chi Minh dan kubu-kubu pertahanan komunis dengan pemboman. Jalur Ho Chi Minh adalah jalan-jalan yang dibuat di hutan-hutan sepanjang perbatasan Vietnam Selatan–Laos– Kampuchea yang digunakan pasukan Viet Minh menyusup ke Vietnam Selatan.

Salah satu pertempuran hebat antara pasukan Vietnam Utara dan pasukan Vietnam Selatan yang dibantu Amerika Serikat terjadi pada Tahun Baru Tet 1968 (The Tet Offensive). Penyerbuan pasukan komunis itu dapat dipatahkan, tetapi kedua belah pihak menderita kerugian dalam jumlah yang besar. Menyadari bahwa Perang Vietnam telah berlangsung lama dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit, usaha mencapai perdamaian pun digelar pada sekitar tahun 1970. Pemerintah Vietnam Utara, pemerintah Vietnam Selatan, dan pemerintah Amerika Serikat melakukan perundingan di Paris. Pada tahun 1972 pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa Indonesia, Kanada, Polandia, dan Hongaria pada prinsipnya sepakat untuk menjadi pengawas gencatan senjata di Vietnam.

Namun, kesepakatan itu menjadi berantakan karena Viet Minh dan Vietkong secara tiba-tiba pada tanggal 3 April 1972 melakukan serangan besar-besaran dan hampir saja menguasai Saigon, ibu kota Vietnam Selatan. Atas tindakan tersebut, Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon bersikap tegas dan mengeluarkan perintah, antara lain:
  1. meranjau semua lalu lintas laut yang menuju Vietnam Utara;
  2. menghancurkan semua jalur komunikasi dan transportasi Vietnam Utara.
Untuk melaksanakan tindakan pembersihan jalur laut Vietnam Utara, Amerika Serikat meminta semua kapal asing untuk keluar dari wilayah Vietnam Utara. Tindakan itu akan terus dilaksanakan sampai Vietnam Utara setuju melakukan gencatan senjata dan membebaskan tawanan perang Amerika Serikat. Tindakan Amerika Serikat tentu saja menimbulkan pro dan kontra dunia. Australia dan Filipina yang merupakan sekutu Amerika Serikat jelas mendukung rencana tersebut. Namun, Uni Soviet dan Cina yang merupakan lawan Amerika Serikat sangat menentangnya. Amerika Serikat membatalkan secara sepihak niat melakukan pemboman ke Vietnam Utara karena adanya kemajuan dalam perundingan. Perundingan gencatan senjata yang seharusnya ditandatangani pada tahun 1970, akhirnya baru ditandatangani pada tahun 1973. Meskipun persetujuan damai telah ditandatangani, pada praktiknya masih sering terjadi pelanggaran.

Keadaan dalam negeri Vietnam Selatan sendiri sedang terjadi keretakan. Presiden Nguyen Van Thiew mengundurkan diri dan menunjuk Wakil Presiden Tran Van Huong sebagai peggantinya. Ketika mengundurkan diri Presiden Nguyen Van Thiew mengecam Presiden Amerika Serikat, Nixon karena mendesaknya menandatangani Persetujuan Paris. Padahal itu artinya Vietnam Selatan menyerah pada Vietnam Utara. Selain itu, ia bersedia menandatangani persetujuan itu karena Amerika Serikat berjanji mengirim pesawat pembom B-52 apabila terjadi pelanggaran oleh Vietnam Utara. Namun, nyatanya Amerika Serikat mengingkari hal itu. Pelanggaran persetujuan damai makin sering terjadi. Komunis pun makin mendekati kemenangan. Pada tanggal 18 April 1975 pasukan pelopor komunis dalam serangannya berhasil mendekati Saigon sampai jarak kurang 5 km. Pasukan komunis terus bergerak maju dan mendekati ibu kota. Rakyat Vietnam Selatan panik dan berebut untuk mengungsi. Sehubungan dengan keadaan itu, sejak tanggal 20 April 1975 Amerika Serikat mengirimkan lima buah kapal induk dari Armada VII untuk mengangkut para pengungsi tersebut.

Pada tanggal 30 April 1975, Presiden baru Vietnam Selatan, Duong Van Minh yang baru dilantik tanggal 28 April 1975 menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Vietkong. Untuk merayakan kemenangan itu, Vietkong mengubah nama Saigon, ibu kota negara Vietnam Selatan menjadi Ho Chi Minh.

4. Dampak Kemenangan Vietkong (Komunis Vietnam Selatan) terhadap Perkembangan Politik di Asia Tenggara

Kemenangan komunis di Vietnam Selatan merupakan pukulan berat bagi Amerika Serikat. Tugas membendung perkembangan komunis di Asia Tenggara menjadi makin berat. Apalagi, masyarakat di Asia Tenggara kebanyakan masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Hal itu menyebabkan mudahnya komunis berkembang. Selain itu, juga berkembang teori domino mengenai komunisme. Teori itu menyatakan bahwa apabila suatu negara di suatu kawasan telah jatuh, satu per satu negara yang berada di kawasan itu akan jatuh pula pada komunis. Namun, kebenaran teori itu juga banyak yang menyangkalnya. Apabila kita melihat perkembangan wilayah Asia Tenggara pascakemenangan komunis di Vietnam Selatan, teori domino tentang komunisme itu ada benarnya. Hal itu dibuktikan dengan kejadian-kejadian selanjutnya di Asia Tenggara akibat komunisme.

Setelah negara Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) yang berideologi komunis terbentuk, negara tersebut segera memperluas pengaruh-nya. Laos telah berhasil dijadikan negara komunis, begitu pula dengan Vietnam Selatan. Komunis Vietnam terus berusaha memperluas pengaruhnya dengan mencoba memengaruhi Kampuchea. Usaha untuk melakukan kolonisasi di Kampuchea ini disebut Vietnamisasi. Penyerbuan Vietnam untuk menguasai Kampuchea dilakukan pada tanggal 7 Januari 1979. Pasukan Vietnam dalam menguasai Kampuchea dibantu oleh orang-orang Kampuchea yang mendukung Vietnam. Mereka itu tergabung dalam Front Penyelamat Nasional.

Vietnam berhasil menguasai Kampuchea. Oleh karena itu, Vietnam mendirikan Republik Rakyat Kampuchea di bawah pemerintahan Heng Samrin bonekanya.

Vietnam meskipun berhasil menguasai dan membentuk pemerintahan boneka di dalam negeri Kampuchea terjadi usaha untuk menentang pemerintahan komunis itu. Tentu saja itu memberi peluang bagi negara-negara dan pemerintahan antikomunis untuk menghambat laju perkembangan komunis di Asia Tenggara. Pemerintahan antikomunis di Kampuchea dibentuk atas koalisi kelompok Sihanouk, Son San, dan Khieu Sampan. Koalisi itu membentuk pemerintahan baru di Kampuchea dengan nama Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea pada tanggal 22 Juni 1982.

Negara-negara anggota ASEAN dan PBB yang sebagian besar antikomunis tentu saja banyak yang memberi dukungan pada Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea. Hal itu merupakan salah satu cara untuk menghambat laju perkembangan komunis di dunia. Salah satu bentuk dukungan pada pemerintahan antikomunis di Kampuchea adalah mengakui hanya Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea yang berhak memerintah Kampuchea dan menjadi wakil sah di PBB.

G. Hubungan Perkembangan Teknologi Persenjataan dan Ruang Angkasa dengan Kondisi Keamanan Dunia pada Masa Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan kekuatan dunia terbagi atas dua blok, yaitu Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet. Blok Barat dan Blok Timur tersebut saling bersaing berebut pengaruh dalam berbagai bidang kehidupan manusia.

1. Perkembangan Teknologi Persenjataan

Persaingan yang paling mencolok dalam masa Perang Dingin adalah dalam bidang mi-liter, khususnya dalam hal persenjataan. Kedua negara adidaya itu saling berlomba mencipta-kan berbagai senjata yang mutakhir dan me-matikan, misalnya bom. Bom adalah senjata ledak yang lazim digunakan dalam perang. Terorisme juga melibatkan penggunaan bom. Bom umumnya terdiri atas wadah logam yang diisi dengan bahan peledak atau bahan kimia. Bom melukai dan menewaskan orang serta merusakkan gedung dan bangunan lain, kapal, pesawat terbang, ataupun sasaran lain.
Perlombaan senjata
Salah satu senjata yang paling menakutkan dan dapat membantu mengakhiri Perang Dunia II adalah bom atom. Senjata yang disebut bom atom itu dibuat pertama kali oleh Amerika Serikat pada tanggal 16 Juli 1945 di Alamo Gardo, New Mexico. Bom atom itu kemudian dipakai untuk menghancurkan kota Hiroshima pada tanggal 8 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibat pemboman itu Jepang menye-rah dan berakhirlah Perang Dunia II. Bom dalam bentuk apa pun apabila me-ledak akan menimbulkan kerugian pada manusia dan alam sekitarnya. Tenaga atom yang ditimbulkan akan menimbulkan radiasi yang apabila diterima dalam jumlah besar akan sangat fatal akibatnya. Debu radioaktif dan endapan dari awan yang tertiup angin dan bertebaran di daratan dapat mengakibatkan keru-sakan pada tanaman serta membinasakan hewan dan manusia. Pada jangka panjang ledakan bom atom akan mengakibatkan kematian serta kanker pada manusia, sedangkan kerusakan genetis akan terlihat pada generasi-generasi berikutnya.

Keberhasilan Amerika Serikat dalam menciptakan bom atom, ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat diikuti oleh pesaingnya Uni Soviet. Pada tahun 1949 Uni Soviet berhasil melakukan uji coba peledakan bom atomnya. Tentu saja keberhasilan Uni Soviet itu menimbulkan kecemasan Amerika Serikat sehingga negara tersebut berusaha mencari dan menciptakan bom tandingannya. Oleh karena itu, Amerika Serikat segera melakukan penelitian tentang bom hidrogen.

Bom hidrogen mendapatkan tenaga dari penggabungan inti-inti atom hidrogen berat dan deuteron. Ledakan yang ditimbulkan oleh bom hidrogen jauh lebih dahsyat dibandingkan bom atom. Ledakan dari bom hidrogen menghasilkan bola api dengan garis tengah beberapa kilometer disertai munculnya awan cendawan yang tinggi sekali. Pada ledakan bom hidrogen akan diperoleh energi yang sangat besar, tetapi radioaktifnya kecil dibandingkan ledakan bom atom. Oleh karena itu, bom hidrogen proses fusinya dapat dimanfaatkan untuk maksud pertahanan dan tujuan damai. Namun, pengem-bangan dan keberhasilan penciptaan bom hidrogen oleh Amerika Serikat seakan-akan menjadi sia-sia. Hal itu disebabkan Uni Soviet pun menyusul mampu menciptakan bom hidrogen pula. Uni Soviet berhasil mengembangkan bom hidrogen pada sekitar tahun 1953.

Kedua negara adidaya itupun akhirnya berlomba-lomba menciptakan bom dan persenjataan nuklir. Bom nuklir adalah sebuah bom yang mempunyai daya ledak luar biasa yang berasal dari peristiwa pembelahan (fisi) dan penggabungan (fusi) inti-inti atom. Efek yang ditimbulkan merupakan akibat dari pelepasan energi yang sangat besar dalam waktu singkat. Persenjataan nuklir adalah jenis persenjataan dalam kategori nonkonvensional yang daya rusaknya berasal dari energi yang dihasilkan oleh reaksi nuklir, yaitu jenis fisika yang melibatkan inti atom. Bom dan persenjataan nuklir yang dikembangkan oleh dua kekuatan adidaya dunia itu sangat membahayakan umat manusia. Negara adidaya itu mengembangkan persenjataan nuklir dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk peluru kendali (rudal). Jangkauan yang dapat ditempuh oleh rudal itu pun bermacam-macam, misalnya jarak lontarnya dapat mencapai antarnegara ataupun antarbenua. Dari persenjataan jenis rudal berkepala nuklir itu, Amerika Serikat dapat mengarahkan langsung rudal ke Uni Soviet. Demikian pula sebaliknya, Uni Soviet pun dapat menyerang langsung Amerika Serikat.

Negara-negara sekutu Amerika Serikat dan satelit Uni Soviet tidak lepas dari pengerahan teknologi persenjataan itu. Negara-negara mereka dibangun basis militer dan pangkalan peluncuran rudal hanya untuk ambisi dua adidaya dunia.

Namun, apabila perang terbuka itu benar-benar terjadi karena terkena akibatnya. Bahkan, dapat menjadi sasaran langsung penghancuran padahal mereka tidak tahu-menahu permasalahan. Oleh karena itu, kerja sama dalam bidang pertahanan dan keamanan merupakan kerja sama yang paling mencolok dalam suasana Perang Dingin. Banyak organisasi pertahanan yang dibentuk selama terjadi Perang Dingin, seperti SEATO, ANZUS, NATO, dan Pakta Warsawa. Setiap persekutuan pertahanan, terutama kelompok Amerika Serikat dan Uni Soviet, saling memperkuat pertahanan mereka. Namun, mereka sadar bahwa peperangan yang menggunakan senjata mutakhir akan menghancurkan dan akan melenyapkan peradaban manusia. Perang Dingin dan hubungan yang tegang secara terus-menerus menyadarkan kedua negara adidaya untuk melakukan detente atau penghentian ketegangan antarnegara. Untuk detente dilakukan pembicaraan-pembicaraan dalam rangka mengurangi ketegangan antardua negara adidaya tersebut.

Perundingan untuk meredakan Perang Dingin dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet melalui Strategic Arms Limitation Talks (SALT) atau Perundingan Pembatasan Persenjataan Strategis dan Strategic Arms Reduction Treaty (START) atau Perundingan Pengurangan Persenjataan Strategis. Perun-dingan SALT dapat berlangsung dengan baik karena Amerika Serikat dan Uni Soviet sama-sama mempunyai iktikad untuk menghindari perang nuklir yang membahayakan keselamatan umat manusia.
  • Perundingan SALT secara umum mempunyai tujuan sebagai antara lain:
  • memperkecil kemungkinan terjadinya perang nuklir;
  • apabila perang tidak dapat dihindarkan, diharapkan akibatnya tidak terlalu menghancurkan;
  • menghemat biaya pertahanan;
  • mencegah terjadinya perlombaan senjata strategis.
Upaya meredakan Perang Dingin dengan mengurangi, membatasi, dan memusnahkan persenjataan nuklir dilakukan pada kurun waktu 1968–1982. Bentuk persetujuan yang dicapai, antara lain sebagai berikut.

a. Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nonproliferation Treaty)

Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dilaksanakan pada tahun 1968 yang diikuti oleh negara Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Pertemuan itu menyepakati bahwa mereka tidak akan menjual senjata nuklir atau memberikan informasi kepada negara-negara nonnuklir.

b. Perjanjian Pembatasan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Limitation Talks/SALT I)

Perjanjian SALT I ditandatangani oleh Richard Nixon, Presiden Amerika Serikat dan Leonid Breshnev, Sekjen Partai Komunis Uni Soviet pada tanggal 26 Mei 1972. Pertemuan kedua pemimpin negara adidaya itu menyepakati untuk:
  1. pembatasan terhadap sistem pertahanan antipeluru kendali (Anti-Balistic Missile=ABM)
  2. pembatasan senjata-senjata ofensif strategis, seperti Inter-Continental Ballistic Missile (ICBM = Peluru Kendali Balistik Antarbenua) dan Sea-Launched Ballistic Missile (SLBM = Peluru Kendali Balistik yang diluncurkan dari laut/ kapal).

c. Perjanjian Pengurangan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Reduction Treaty/START)

Perjanjian pengurangan persenjataan strategis dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada tahun 1982. Perjanjian itu menyepakati bahwa kedua negara adidaya akan memusnahkan persenjataan nuklir yang dapat mencapai sasaran jarak menengah.

Upaya menghindari bahaya perang nuklir juga diadakan oleh negara-negara lain yang tidak memiliki persenjataan nuklir. Negara-negara itu khawatir kawasan atau wilayahnya akan menjadi sasaran ataupun salah sasaran akibat perang nuklir itu. Salah satu contoh usaha untuk mengamankan wilayahnya agar terbebas dari perang nuklir dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN. Para anggota ASEAN berharap agar wilayah Asia Tenggara benar-benar tidak dipakai sebagai ajang percobaan dan perang nuklir. Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian yang disebut Persetujuan Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (South Easth Asian Nuclear Weapons Free Zone/SEANWFZ). Persetujuan itu ditandatangani di Bangkok, Thailand pada tahun 1995.

Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berusaha menghindarkan perang nuklir demi keamanan internasional. Usaha PBB itu dimulai sejak tahun 1968. Wujud nyata usaha PBB dalam mengurangi dan menghindarkan perang nuklir tertuang dalam Resolusi No. 255. Resolusi itu memuat seruan kepada Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk membantu negara-negara nonnuklir yang menjadi korban perang nuklir. Upaya peredaan Perang Dingin yang berarti menghindari perang nuklir tidak hanya dilakukan oleh pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet, tetapi juga dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang. Mereka yang sebagian besar belum begitu lama mendapatkan kemerdekaan sangat mencemaskan akan terjadinya perang nuklir. Negara-negara sedang berkembang berupaya meredakan ketegangan dunia akibat Perang Dingin dengan mengadakan berbagai konferensi dan membentuk forum kerja sama, seperti Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 dan forum kerja sama Gerakan Non Blok.

2. Pengeksploitasian Ruang Angkasa

a.  Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet

Teknologi penerbangan antariksa terjadi ketika era Perang Dingin dan persaingan antara Amerika Serikat dengan Rusia yang saat itu masih bernama Uni Soviet. Teknologi roket yang merupakan dasar dari sistem penerbangan antariksa pada mulanya dikembangkan untuk keperluan persenjataan. Bicara soal teknologi roket, kita tidak bisa lepas dari nama Wehrner Von Braun, ilmuwan Jerman yang direkrut Hitler untuk mengembangkan misil V2, sebuah peluru kendali dengan teknologi roket dalam masa Perang dunia II. Saat perang usai, Von Braun hijrah ke AS dan membantu pengembangan teknologi roket untuk kepentingan penerbangan antariksa di sana. Namun demikian, entah mengapa, cetak biru V2 kemudian jatuh ke tangan Rusia, dan digunakan oleh pihak rusia sebagai acuan untuk mengembangkan roketnya sendiri. Kedua negara adidaya itu kemudian terlibat dalam persaingan sengit untuk mengeksplorasi ruang angkasa.

Rusia unggul lebih dahulu dengan keberhasilannya meluncurkan satelit buatan yang pertama di dunia dengan nama Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS kemudian menyusul dengan meluncurkan satelit pertamanya yang dinamai Explorer I pada 31 Januari 1958. Pada 12 April 1961, Rusia kembali memimpin dengan meluncurkan manusia pertama ke angkasa luar, Yuri Alekseyivich Gagarin, seorang mayor Agkatan Udara Rusia yang meluncur dengan kapsul Vostok I. Kurang dari sebulan kemudian, AS meluncurkan astronaut pertamanya, Alan B Shepard dengan kapsul Mercury 7. Peluncuran ini dilakukan secara terburu-buru dengan teknologi yang belum sempurna sehingga Alan B.Shepard hanya mampu mengangkasa selama 15 menit dengan ketinggian maksimal 184 km, tertinggal dengan Yuri Alekseyivich Gagarin dari Uni Soviet yang mencatat waktu 108 menit dan ketinggian maksimal 301,4 km dalam sekali orbit.

Misi Amerika Serikat sendiri sebenarnya hanyalah penerbangan naik-turun dan tidak sampai mengorbit bumi. AS baru berhasil mengirimkan pesawat pengorbit pada 20 Februari 1962, ketika kapsul Friendship 7 yang diawaki oleh Letkol. John Herschel Glenn berhasil melakukan 3 kali orbit dalam penerbangan selama 4 jam 56 menit. Tetapi prestasi ini masih kalah jauh dengan kemajuan yang dicapai Rusia pada 6 bulan sebelumnya, ketika Mayor German Stephanovich Titov berhasil mengorbit sebanyak 17 kali dalam penerbangan selama 25 jam 18 menit dalam kapsul Vostok II.

Bulan menjadi sasaran berikutnya dari kedua negara yang tengah bersaing itu. Rusia mendahului dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14 September 1959. Wahana ini tercatat sebagai wahana buatan manusia pertama yang mendarat di permukaan bulan. Sayangnya, Lunik II mendarat secara keras (hard landing), dengan akibat seluruh peralatan yang dibawanya rusak sehingga tidak mampu mengirimkan data apapun ke bumi. Rusia baru berhasil mendarat-kan wahana yang mampu melakukan pendaratan lunak (soft landing) pada Februari 1966 melalui wahana Lunik IX.

Sedangkan AS baru berhasil mengirimkan wahana untuk melakukan pendaratan lunak pada 1966. Setahun kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama dari permukaan bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Amstrong dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai manusia pertama yang menginjak permukaan bulan melalui misi Apollo-11. Misi ini dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November 1969), Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972), dan terakhir, Apollo-17 (Desember 1972). Misi Apollo juga pernah mencatat kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang mengalami kecelakaan (ledakan pada salah satu modulnya). Melalui tindakan pertolongan yang legendaris, para awaknya dapat kembali dengan selamat ke bumi walaupun gagal menjejak ke permukaan bulan.

Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17 November 1970. Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari bumi. Namun demikian, sesudahnya program antariksa Rusia di bulan tidak lagi berlanjut. Begitu pula dengan AS. Setelah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak lagi mengirimkan manusia ke bulan.

Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet terus berlanjut dalam bidang penguasaan ruang angkasa. Kalau sebelum era pesawat ulang-alik, seluruh komponen antariksa bersifat sekali pakai. Maka akibatnya, pengiriman misi berawak membutuhkan biaya yang sangat besar. Selain cara ini juga sangat berisiko karena apabila terjadi kecelakaan dalam misi berawak di ruang angkasa, mustahil untuk melakukan pertolongan. Musibah yang menimpa misi Apollo-13 memberikan pelajaran bahwa misi berawak ke antariksa tidak lain adalah sebuah petualangan yang penuh risiko. Atas pertimbangan itu, maka tahun 1970-an, NASA mulai mengembangkan pesawat ulang-alik. Misi ulang-alik dinilai lebih ringan biayanya karena hampir seluruh komponennya dapat digunakan kembali pada misi-misi sesudahnya. AS kembali mencatat sejarah dengan keberhasilannya meluncurkan pesawat ulang-alik pertamanya, Columbia, pada bulan Juni 1981. Dengan digunakannya teknologi ulang-alik, terbuka kesempatan untuk meluncurkan misi berawak dengan frekuensi yang lebih sering dengan pembiayaan yang lebih kecil.

Pesawat ulang-alik Challenger yang meledak saat peluncuran 28 Februari 1986 dan menewaskan ketujuh awaknya memang sempat membuat NASA merestrukturisasi kembali program ulang-aliknya, khususnya dalam persoalan keamanan. Namun demikian, teknologi ulang-alik sendiri tidak banyak berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun sejak pertama kali digunakan.

Puncaknya terjadi pada peristiwa kecelakaan yang menimpa Columbia, 1 Februari 2003, ketika pesawat tersebut meledak di udara sesaat setelah memasuki atmosfir bumi dalam proses pendaratan. Peristiwa yang menewaskan tujuh awak tersebut kembali membuka perdebatan mengenai keamanan serta kepentingan misi ulang-alik. Akibat dari kecelakaan ini adalah dibekukannya program luar angkasa AS sambil mengkaji kembali berbagai faktor dalam penerbangan ulang-alik, termasuk kemungkinan digunakannya teknologi yang sama sekali baru, dengan efisiensi dan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Ada beberapa alternatif pengganti pesawat ulang-alik yang saat ini sedang dikembangkan, walaupun masih belum jelas teknologi mana yang kelak akan dipilih untuk menggantikan model peluncuran pesawat ulang-alik. Sepeninggal Challenger dan Columbia, AS masih memiliki tiga pesawat ulang-alik lain, yaitu Discovery, Atlantis, dan Endeavour, ditambah dengan satu prototipe yang tidak pernah mengudara, Enterprise, yang kini menghuni museum Smithsonian.

Sementara itu Uni Soviet juga tidak mau ketinggalan dengan Amerika Serikat. untuk mengejar ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga sempat mengembangkan pesawat ulang-aliknya sendiri yang diberi nama Buran, dari bahasa setempat yang berarti Badai Salju. Tahun 1988, Buran sempat diuji-coba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik maupun ekonomi yang melanda Uni Soviet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran tersendat, dan bahkan terhenti sama sekali sebelum sempat berkembang. Pecahnya Uni Soviet akhirnya juga membawa malapetaka bagi program antariksa Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (dikenal sebagai kosmodrom Baikonur) kini telah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil yang secara ekonomi tidak begitu makmur. Tentu saja pemerintah Kazakhstan tidak ingin membiarkan begitu saja sebagian teritorinya dipakai secara gratis oleh negara Rusia untuk kepentingannya sendiri. Pendeknya, pemerintah Kazakhstan menuntut pihak Rusia untuk membayar ongkos sewa agar dapat terus menggunakan pangkalan tersebut. Rusia terus melanjutkan program antariksa mereka dengan memanfaatkan stasiun luar angkasa Mir.

Tetapi karena kurangnya biaya ditambah lagi dengan kondisi Mir yang memang sudah terlalu tua akhirnya membuat pemerintah Rusia terpaksa memutuskan untuk mengakhiri riwayat stasiun kebanggaan mereka itu pada bulan april 2001.

Ruang angkasa memang terlalu luas untuk dieksplorasi oleh satu atau dua negara tertentu saja. Dewasa ini, pemanfaatan luar angkasa dilakukan atas dasar kerja sama, bukan lagi persaingan seperti pada awalnya. Kini, AS dan Rusia, bersama-sama dengan negara-negara maju lainnya bahu-membahu mengembangkan Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station) yang diharapkan kelak menjadi pusat kegiatan eksplorasi antariksa secara lintas negara. Sementara itu, teknologi roket juga tidak lagi merupakan monopoli AS atau Rusia. Tercatat negara-negara seperti Jepang, India, Cina, dan Uni Eropa, juga telah berhasil mengembangkan teknologi roketnya sendiri. Rencana Cina untuk meluncurkan misi berawak ke antariksa kiranya akan menorehkan sejarah baru dalam dunia penerbangan antariksa.

b.  Perkembangan di Cina

Dalam Perkembangan berikutnya Cina berhasil untuk mengirimkan manusia ke orbit. Roket Long March 2F yang membawa kapsul Shenzhou V akhirnya meluncur dari landasan pusat antariksa Cina di Jiauquan, Provinsi Gansu, mencatatkan Yang Liwei sebagai taikonaut (sebutan Cina untuk astronaut) pertama. Ia kembali ke bumi dengan selamat pada keesokan harinya setelah menjalani 16 kali orbit dalam misi yang memakan waktu 21 jam itu. Kapsul Shenzhou merupakan modifikasi dari kapsul Soyuz yang dikembangkan oleh Rusia. Sebagaimana halnya Soyuz, Shenzhou terdiri atas modul komando (command module) yang ditautkan dengan sebuah modul jasa (service module). Modul jasa yang memuat mesin roket dan peralatan penunjang pada Shenzhou hampir identik dengan modul serupa pada Soyuz. Perbedaan yang agak mencolok bisa dilihat pada modul komando, yang merupakan tempat para awak melakukan tugasnya. Modul komando pada Soyuz didesain berbentuk bola, sementara di Shenzhou berbentuk seperti lonceng. Di ujung modul komando Shenzhou ditautkan sebuah perangkat ilmiah yang akan dilepas di orbit. Perangkat ini masih akan mengorbit hingga enam bulan setelah peluncuran. Tidak jelas apa fungsi peralatan ini. Kemungkinan adalah satelit yang memang ditumpangkan pada misi tersebut.

Roket Long March 2F sebagai kendaraan peluncur adalah hasil pengembangan para ilmuwan Cina sendiri. Ini adalah sebuah roket konvensional bertingkat tiga, dengan empat roket tambahan pada tingkat pertama yang berfungsi sebagai booster. Di pihak lain, Soyuz diluncurkan dengan bantuan roket energinya. Roket ini tidak memakai booster, namun tingkat pertamanya terdiri atas empat roket yang bekerja secara simultan dengan daya yang sama. Sistem ini menghasilkan gaya dorong yang cukup powefull sehingga hanya diperlukan dua tingkat pada roket untuk meluncurkan muatan ke orbit. Teknologi roket yang dimiliki Rusia ini memang masih belum bisa ditiru oleh negara lain. Oleh karena itulah Rusia juga sering mendapat kepercayaan untuk meluncurkan muatan berat ke orbit, termasuk modul-modul inti dari Stasiun Ruang Angkasa Internasional (International Space Station, ISS). Indonesia sendiri pernah memanfaatkan jasa roket Rusia untuk meluncurkan satelit Garuda-1 yang memang tergolong satelit berukuran besar. Cina sudah merancang untuk mengirimkan misi-misi lanjutan, di antaranya rencana untuk menempatkan stasiun ruang angkasanya sendiri, bahkan mengirim misi berawak ke bulan. Tapi keberhasilan Cina meluncurkan misi berawak sepertinya berhasil menyadarkan bangsa-bangsa Asia bahwa mereka tidak lagi bisa dipandang remeh.

c.  Perkembangan di Indonesia

Indonesia belum pernah terlibat secara langsung dalam eksplorasi ruang angkasa, tetapi Indonesia sebenarnya termasuk negara yang cukup disegani karena pengalamannya dalam mengeksploitasi teknologi keantariksaan. Saat penggunaan satelit bagi sebagian besar negara masih sangat jarang, Indonesia telah meluncurkan satelitnya yang pertama, Palapa A1 pada 9 Juli 1976. Ini mencatatkan Indonesia sebagai negara ketiga di dunia setelah AS dan Canada yang menggunakan satelit komunikasi domestiknya sendiri. Indonesia juga sudah memanfaatkan jasanya untuk meluncurkan satelit Palapa generasi kedua, Palapa B1, pada 19 Juni 1983. Operasi penyelamatan satelit Palapa B2, menyusul kegagalan pada peluncurannya yang juga dilakukan oleh misi ulang-alik meru-pakan operasi bersejarah yang kerumitannya boleh ditandingkan dengan operasi perbaikan teleskop antariksa Hubble pada dasawarsa 90-an. Pada pertengahan era 1980-an, Indonesia bahkan sempat menyiapkan astronautnya untuk mengikuti misi ulang-alik tetapi karena terjadi bencana Challenger misi ini dibatalkan.

Dalam teknologi peroketan, Indonesia tercatat sebagai negara kedua di Asia, setelah Jepang, yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri. Prestasi ini dihasilkan melalui keberhasilan LAPAN meluncurkan roket Kartika 1 pada 14 Agustus 1964. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari bantuan teknis dari Rusia. Akan tetapi Indonesia gagal melakukan alih-teknologi. Akibatnya, selama lebih dari seperempat abad sejak meluncurkan satelit pertamanya, Indonesia hanya bisa bertindak sebagai konsumen. Sementara itu, negara-negara lain justru mulai menyiapkan diri untuk mulai belajar mengembangkan teknologi satelit melalui pembuatan satelit mikro (mikrosat). Malaysia misalnya, yang semula tertinggal puluhan tahun dari Indonesia dalam pemanfaatan teknologi satelit, sejak tahun 2000 telah berhasil meluncurkan satelit mikronya yang pertama, Tiungsat-1, yang merupakan hasil kerja sama dengan Universitas Surrey, Inggris. Sementara itu, Indonesia baru mulai berancang-ancang membuat satelit mikronya pada tahun 2003 ini melalui kerja sama dengan Universitas Berlin, Jerman. Program yang dilaksanakan dalam dua tahap selama lima tahun hingga 2007 itu, sekarang masih memasuki tahap pertama yang direncanakan selama tahun 2003-2004. Dalam bidang teknologi roket pun juga kurang berhasil. Akibatnya, pengem-bangan teknologi roket di Indonesia terhenti, sementara negara-negara Asia lain, seperti India dan Cina, yang lebih belakangan menekuni teknologi ini akhirnya melampaui Indonesia dengan keberhasilannya meluncurkan roket pengangkut satelit ke antariksa.
Satelit Palapa Indonesia
Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang jarang dimiliki negara lain untuk mengembangkan teknologi antariksanya sendiri. Potensi itu berupa garis katulistiwa yang membentang di atasnya. Sekitar 13% dari garis katulistiwa berada di atas wilayah Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tercatat sebagai negara pemilik garis katulistiwa yang terpanjang di dunia. Hal ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal untuk menjadi lokasi peluncuran roket pengangkut satelit. Peluncuran roket dari dekat garis katulistiwa akan lebih menghemat bahan bakar roket, dan karenanya lebih murah dari segi biaya. Potensi inilah yang juga diminati oleh pihak asing. Ru-sia misalnya, sudah lama mengincar Pulau Biak di Irian Jaya (Papua) untuk menjadi lokasi bandar antariksanya. Tapi karena kita kurang cepat menanggapi tawaran itu, Akibatnya, Rusia akhirnya memilih Pulau Christmast di Australia sebagai lokasi bandar antariksanya.

Selain Rusia, sebuah perusahaan swasta AS juga pernah amat tertarik dan bersedia menanam investasi untuk menjadikan Biak sebagai lokasi peluncuran roket. Rencananya, roket yang akan dioperasikan dari jenis berbahan bakar padat, diangkut melalui laut dari pantai timur AS ke dermaga bandar antariksa Biak. Alternatif lain, bagian-bagian roket diterbangkan dan mendarat di bandar udara Frans Kasiepo Biak, kemudian diangkut melalui darat ke tempat peluncuran.

Rencana inipun gagal dengan sebab-sebab yang tidak jelas. Satu-satunya pihak asing yang telah memanfaatkan potensi Biak adalah Badan Ruang Angkasa India (Indian Space Research Organization, ISRO) yang telah bekerja sama dengan LAPAN untuk membangun stasiun TT&C (Tracking, Telemetry, and Command) di sana. Stasiun ini menjadi penting karena saat India meluncurkan roket pengangkut satelitnya, proses pelepasan muatan roket dilakukan di atas angkasa Irian, dan satu-satunya stasiun bumi yang bisa memonitor dan mengendalikan proses ini hanyalah stasiun di Biak.

Pengembangan teknologi keantariksaan memang bukan prioritas di Indonesia. Tapi paling tidak, kita masih memiliki harapan untuk menuju ke arah sana. Indonesia sebenarnya tidak kekurangan orang-orang pintar. Tetapi yang kurang sebenarnya adalah kemauan politis (political will) dari pemerintah. Hal ini tentu tidak boleh menyurutkan semangat kita untuk terus belajar dan mengejar  ketertinggalan dalam bidang teknologi dari negara-negara yang lebih maju.

Akhirnya, artikel yang admin bagikan mengenai Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dengan Perang Dunia II Serta Perang Dingin, telah kami bagikan buat anda sekalian. Semoga bermanfaat dan lebih menambah ilmu pengetahuan serta wawasan anda selama ini, tentang perang dunia II.

0 Response to "Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dengan Perang Dunia II Serta Perang Dingin"

Posting Komentar

-->